
HargaPer.com – Murah &Terbaik – , Jakarta – Taliban kini tengah gencar mempromosikan wisata di Afghanistan melalui sebuah video yang cukup kontroversial. Klip promosi ini, yang diluncurkan oleh akun-akun terafiliasi dengan Taliban di media sosial, bertujuan untuk mengubah citra Afghanistan menjadi destinasi wisata yang lebih ramah dan menarik bagi dunia. Upaya ini dilakukan di tengah peringatan keras dari pemerintah Amerika Serikat yang masih sangat menyarankan warganya untuk tidak bepergian ke negara tersebut.
Video berdurasi 50 detik yang viral ini, seperti dilaporkan NDTV, secara mengejutkan memulai adegannya dengan parodi situasi penyanderaan. Klip ini adalah buah karya Yosaf Aryubi, pendiri Raza Afghanistan, sebuah agen perjalanan yang secara spesifik menawarkan paket wisata internasional. Adegan pembuka menampilkan tiga orang berlutut dengan kantong menutupi kepala mereka, diapit oleh lima pria bersenjata. “Kami punya satu pesan untuk Amerika,” salah satu pria bersenjata itu mengumumkan, menciptakan suasana tegang yang cepat berubah.
Namun, ketegangan itu seketika sirna. Tas di kepala ditarik, memperlihatkan seorang pria yang tersenyum lebar dan berseru, “Selamat datang di Afghanistan,” sambil mengacungkan jempol ke kamera. Video kemudian berlanjut dengan montase adegan yang lebih ringan dan mengejutkan: pria-pria bersenjata yang tersenyum dan membuat tanda perdamaian, turis yang menggunakan tank militer untuk menjelajah, serta orang-orang yang berenang di sungai atau melompat ke danau, semuanya sambil membawa senjata. Dalam satu momen yang menarik perhatian, kamera menyorot senapan berlabel “Milik Pemerintah AS,” diikuti komentar seorang pria yang terkekeh, “Bahkan tidak ada pengamannya.”
Pergeseran adegan menjadi lebih cepat, menampilkan kehidupan sehari-hari yang indah dan damai: penduduk lokal dan turis asing menikmati hidangan mewah, melihat menu digital, menyantap semangka segar, dan menyeruput minuman di tepi sungai yang menawan. Berbagai simbol perdamaian juga disematkan, seperti burung beo yang bertengger di kepala pengunjung atau sekuntum bunga yang terselip di laras senapan, dengan latar belakang pemandangan pedesaan Afghanistan yang memukau mata.
Yosaf Aryubi, yang menghabiskan masa kecilnya di AS dan kini membagi waktunya antara California dan Kabul, menjelaskan kepada The Independent bahwa video tersebut dibuat untuk menantang persepsi Barat yang keliru tentang Afghanistan. “Video ini mengolok-olok cara kebanyakan orang Barat memandang Afghanistan, lalu menunjukkan sedikit realitas yang dialami tamu-tamu kami,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa tur yang ditawarkannya memadukan pengalaman budaya, kunjungan ke situs bersejarah, dan aktivitas petualangan yang mendebarkan.
Para wisatawan dapat menyaksikan langsung beragam gaya hidup di Afghanistan, mulai dari keluarga yang tinggal di gua hingga keluarga dengan taman yang luas, serta menjelajahi pasar kuno, sekolah, dan kastil bersejarah. Menurut Yosaf, para wisatawan yang ditampilkan dalam video tersebut adalah warga negara Amerika dan Kanada yang telah mendaftar untuk salah satu tur agennya. Meskipun demikian, Departemen Luar Negeri AS masih mengeluarkan peringatan keras bahwa warga negaranya menghadapi risiko tinggi penculikan di Afghanistan, mengingat Kedutaan Besar AS di Kabul telah menghentikan operasinya sejak tahun 2021.
Meski ada kekhawatiran tersebut, Yosaf Aryubi bersikeras bahwa turnya aman dan telah mengamankan keselamatan para tamunya. “Berkeliling Afghanistan merupakan petualangan tersendiri, tetapi bagi mereka yang berjiwa petualang atau ingin berenang dan menjelajahi tempat-tempat terpencil di Afghanistan, kami siap melakukannya,” tegasnya. “Kami menjamin keselamatan para tamu dengan mengikuti protokol pemerintah dan selalu mengomunikasikan keberadaan mereka.”
Sejak Taliban kembali berkuasa pada tahun 2021, rezim tersebut memang telah berupaya keras memposisikan kembali Afghanistan sebagai destinasi wisata yang menarik. Upaya ini tampaknya membuahkan hasil, dengan peningkatan jumlah wisatawan yang signifikan, dari hanya 691 pada tahun 2021 menjadi 7.000 pada tahun 2023, seperti yang dilansir oleh NDTV dari harian berbahasa Inggris.
Namun, di sisi lain, beberapa pihak berpendapat bahwa video promosi tersebut menutupi kenyataan pahit yang terjadi di bawah kekuasaan Taliban. Peneliti Afghanistan yang berbasis di Inggris, Nazifa Haqpal, mengungkapkan kepada rferl.org bahwa kehidupan di negara itu “gelap, suram, dan buruk.” Senada, pakar keamanan seperti Ross Thomson dari Covac Global memperingatkan bahwa Afghanistan tetap menjadi tujuan berisiko tinggi dan hanya cocok bagi pelancong berpengalaman yang akrab dengan medan kompleks serta lanskap politiknya yang rumit.
Pilihan editor: Top 3 Dunia: Trump Pecat Ribuan Staf Kemlu, Profil Fransesca Albanese