
JAKARTA, KOMPAS.TV – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah membuat terobosan signifikan dalam pengungkapan dugaan korupsi penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait pengelolaan dana bantuan sosial atau corporate social responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sepanjang periode 2020-2023. Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan temuan penting ini di hadapan publik.
Dalam kasus yang menggemparkan ini, KPK telah secara resmi menetapkan dua individu sebagai tersangka. Keduanya adalah anggota Komisi XI DPR RI periode 2019-2024, yang diidentifikasi dengan inisial HG dan ST. Terkuaknya kasus ini menambah daftar panjang upaya pemberantasan korupsi di Tanah Air.
Lebih lanjut, Asep Guntur mengungkapkan pengakuan mengejutkan dari salah satu tersangka, ST, yang menyatakan bahwa “sebagian besar anggota Komisi XI DPR RI lainnya juga menerima dana bantuan sosial tersebut.” Pernyataan ini disampaikan Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (7/8), sebagaimana dipantau dari Breaking News KompasTV. KPK menegaskan komitmennya untuk mendalami lebih lanjut keterangan tersebut guna mengungkap seluruh pihak yang terlibat.
Penyelidikan KPK akan berfokus pada identifikasi siapa saja yang turut menerima dana bantuan sosial untuk Komisi XI ini. Selain itu, KPK juga secara serius akan menyelidiki “alasan apa dari BI maupun OJK sehingga diberikan dana bantuan sosial kepada anggota Komisi XI ini,” demikian imbuh Asep, menunjukkan tekad untuk membongkar akar permasalahan dan motif di balik praktik penyaluran dana yang menyimpang tersebut.
KPK Ungkap 2 Anggota DPR 2019-2024 yang Jadi Tersangka Dugaan Korupsi Dana CSR BI-OJK
Asep menjelaskan bahwa modus operandi korupsi ini bermula dari kesepakatan antara panitia kerja (panja) Komisi XI DPR, yang di dalamnya termasuk tersangka HG dan ST, dengan pihak BI dan OJK. Kesepakatan tersebut berujung pada pemberian dana program sosial kepada masing-masing anggota Komisi XI DPR RI. Alokasi dana yang disepakati cukup fantastis, dengan kuota dari BI sekitar 10 kegiatan per tahun dan dari OJK sekitar 18-24 kegiatan per tahun, menunjukkan skala potensi penyimpangan yang signifikan.
Dana program sosial tersebut disalurkan kepada anggota Komisi XI melalui yayasan yang sengaja dikelola oleh para anggota dewan. Tersangka HG menindaklanjuti dengan menugaskan seorang ahli, sementara ST melibatkan orang kepercayaannya, untuk secara aktif membuat dan mengajukan proposal permohonan bantuan sosial kepada BI dan OJK. HG diketahui mengajukan proposal melalui empat yayasan, sedangkan ST melalui delapan yayasan yang berbeda. Tidak hanya terbatas pada BI dan OJK, Asep juga mengungkapkan bahwa HG dan ST diduga mengajukan proposal permohonan bantuan sosial ke mitra kerja Komisi XI lainnya, memperluas jaringan dugaan korupsi mereka.
Mirisnya, selama periode 2021-2023, yayasan-yayasan yang dikelola oleh HG dan ST dan yang menerima uang dari mitra-mitra kerja Komisi XI itu tidak melaksanakan kegiatan sosial secara keseluruhan sebagaimana disyaratkan dalam proposal permohonan bantuan sosial. Sebagian besar kegiatan justru fiktif atau tidak sesuai rencana awal, mengindikasikan niat jahat untuk meraup keuntungan pribadi.
KPK Sebut Dua Legislator Jadi Tersangka Kasus Dugaan Korupsi CSR BI
Asep menyebut bahwa yayasan-yayasan tersebut hanya melakukan sebagian kecil kegiatan atau bahkan memanipulasi laporan sedemikian rupa agar tampak seolah-olah sesuai rencana, menciptakan ilusi kepatuhan. Dana sisa hasil manipulasi ini kemudian tidak disalurkan sebagaimana mestinya, melainkan justru digunakan untuk kepentingan pribadi para tersangka. Ini menunjukkan praktik penyelewengan yang sistematis dan terencana.
Berdasarkan temuan KPK, tersangka HG diketahui menerima total dana sebesar Rp 15,86 miliar. Rinciannya meliputi Rp 6,26 miliar dari BI melalui kegiatan program bantuan sosial Bank Indonesia, Rp 7,64 miliar dari OJK melalui kegiatan penyuluhan keuangan, serta Rp 1,94 miliar dari mitra kerja Komisi XI DPR RI lainnya. Jumlah ini mencerminkan besaran kerugian negara yang ditimbulkan dari praktik korupsi tersebut.
Selain dugaan gratifikasi, tersangka HG juga diduga kuat melakukan pencucian uang. Modusnya adalah memindahkan uang yang diterima melalui yayasan ke rekening pribadi melalui transfer. Asep juga mengungkapkan bahwa HG meminta anak buahnya membuka rekening baru khusus untuk menampung dana pencairan melalui metode setor tunai. Dana di rekening penampungan ini kemudian dengan leluasa digunakan untuk keperluan pribadi, menyamarkan jejak aliran dana ilegal.
Sementara itu, tersangka ST diduga menerima total Rp 12,5 miliar. Angka ini terdiri dari Rp 6,3 miliar dari BI, Rp 5,14 miliar dari OJK, dan Rp 1,04 miliar dari mitra kerja Komisi XI DPR lainnya. Sama seperti HG, ST juga diduga melakukan pencucian uang dengan memanfaatkan dana bantuan sosial tersebut untuk kepentingan pribadi, termasuk pembelian sejumlah aset. Lebih jauh, ST diduga merekayasa transaksi perbankan agar tidak mudah teridentifikasi di rekening koran miliknya, menunjukkan upaya sistematis untuk menyembunyikan kejahatan.
Tiga Saksi Dugaan Korupsi Dana CSR BI Kompak Mangkir dari Panggilan, KPK: Ada di Luar Negeri
Atas perbuatan mereka, kedua tersangka dijerat dengan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1, juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Selain itu, para tersangka juga dijerat dengan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Jeratan pasal berlapis ini menunjukkan keseriusan KPK dalam menindak tegas kasus korupsi dan pencucian uang yang melibatkan pejabat publik.