Perhitungan Koefisien Lantai Bangunan

Perhitungan Koefisien Lantai Bangunan – Sebelumnya kami telah membahas materi mengenai Koefisien Dasar Bangunan (KDB). Seperti yang disinggung sebelumnya, selain istilah tersebut juga ada istilah lain, yakni Koefisien Lantai Bangunan (KLB). Kedua hal ini menjadi satu kesatuan dan penting untuk diperhatikan saat hendak membangun bangunan.

Pada artikel ini kami jelaskan lebih jauh mengenai Koefisien Lantai Bangunan. Langsung saja kita awali dari apa itu Koefisien Lantai Bangunan (KLB).

Pengertian Koefisien Lantai Bangunan (KLB)

Koefisien Lantai Bangunan menjadi salah satu aspek yang tak boleh dilewatkan. KLB ini nantinya akan membatasi luas lantai yang dapat dibangun dalam suatu wilayah. Dengan begitu kita bisa mengetahui jumlah lantai yang bisa dan diperbolehkan untuk dibangun. Sehingga fungsinya sangat vital bagi pembangunan properti.

Dalam konteks arsitektur dan bangunan, Koefisien Lantai Bangunan atau KLB adalah angka persentase perbandingan antara jumlah seluruh luas lantai bangunan yang bisa dibangun dengan luas lahan yang tersedia.

Nilai KLB nantinya menjadi penentu berapa luas lantai keseluruhan bangunan yang dapat dibangun. Atau dalam istilah mudahnya KLB adalah batas aman maksimal jumlah lantai bangunan yang diperbolehkan untuk dibangun di suatu lahan.

Koefisien Lantai Bangunan umumnya berlaku pada bangunan tinggi. Peraturan mengenai KLB ini berhubungan dengan peraturan tentang Ketinggian Bangunan. Jika kita mengetahui nilai KLB lahan yang akan dibangun, maka kita bisa menghitung jumlah luas keseluruhan lantai bangunan.

Dengan demikian kita bisa memprediksi berapa jumlah lantai yang bisa dibangun. Dan dari hal ini kita bisa memperkirakan apakah ketinggian bangunan sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku atau tidak.

Tidak hanya itu saja, aturan mengenai KLB ini dibuat oleh pemerintah untuk menjadi pedoman bagi masyarakat dan pelaku konstruksi untuk membangun gedung dengan tujuan untuk pembangunan kawasan yang ideal.

Baca juga: Menghitung Koefisien Dasar Bangunan

Yang Dihitung dalam Koefisien Lantai Bangunan

Berikutnya kita bahas apa saja yang masuk dalam perhitungan Koefisien Lantai Bangunan. Di samping menghitung lantai basement, lantai dasar maupun lantai tingkat, ada hal-hal lain yang masuk dalam perhitungan KLB. Berikut adalah beberapa hal yang dihitung dalam Koefisien Lantai Bangunan:

  1. Overstek atau tritisan atau lantai bangunan yang lebarnya lebih dari 1,5 meter. Termasuk overstek yang mempunyai akses seperti balkon dan luas lantai parkir berikut sirkulasinya jika luasannya lebih dari 50%.
  2. Bangunan parkir yang dibangun bukan sebagai bangunan pelengkap diperbolehkan mempunyai luas lantai 150% dari yang sudah ditetapkan dalam Rencana Detail Tata Ruang atau RDTR.
  3. Bangunan parkir yang dibangun sebagai prasarana parkir perpindahan moda dan terintegrasi dengan angkutan umum massal diperbolehkan mempunyai luasan 200% dari total lantai yang diperbolehkan dalam Koefisien Lantai Bangunan.

Contoh Menghitung KLB

Setelah mengetahui pengertian dan hal-hal yang berhubungan dengan Koefisien Lantai Bangunan, maka muncul pertanyaan bagaimana cara menghitungnya. Tenang saja, berikut kami hargaper akan memberikan contoh sederhana menghitung KLB yang bisa menjadi pelajaran untuk Anda.

Misalnya seseorang mempunyai lahan dengan luas 500 meter persegi. Lalu diketahui bahwa lahan tersebut berada di daerah dengan zona yang mempunyai nilai KLB 2,0. Lalu kita cari berapa luas lantai yang boleh dibangun dengan luas lahan tersebut. Perhitungannya adalah seperti berikut:

Total luas lantai = luas lahan x KLB

Total luas lantai = 500 m2 x 2,0 = 1.000 m2

Dari perhitungan di atas bisa kita ketahui bahwa pada lahan dengan luas 500 m2 tersebut kita bisa membangun bangunan dengan luas lantai 1.000 m2.

Pelanggaran Koefisien Lantai Bangunan

Sama seperti Koefisien Dasar Bangunan, ada sanksi yang siap menanti jika kita melanggar aturan Koefisien Lantai Bangunan. Ada sanksi tegas seperti surat penarikan izin bangunan, atau bahkan pembongkaran bangunan.

Akan tetapi ada peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah dan memberikan keleluasaan dalam KLB. Hal tersebut dapat kita temui dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 06/PRT/M/2007 Tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan.

Aturan ini berisi mengenai Sistem Insentif-Disinsentif Pengembangan dan Sistem Pengalihan Nilai Koefisien Lantai Bangunan atau Transfer Development Right (TDR). Dengan aturan tersebut pemilik bangunan bisa menambah luasan lantai maksimum di dalam bangunan.

Apa yang dimaksud dua sistem di atas? Kedua sistem tersebut memungkinkan pemilik bangunan untuk dapat menambah luasan lantai maksimum di dalam bangunan.

Sistem Insentif-Disinsentif Pengembangan dilakukan bagi bangunan-bangunan yang menawarkan fasilitas umum seperti sumbangan positif bagi lingkungan pemukiman terpadu. Seperti jalur pejalan kaki dan ruang terbuka hijau.

Sedangkan Sistem Transfer of Development Right adalah hak pemilik bangunan atau pengembang yang bisa dialihkan ke pihak atau lahan lain yang dihitung berdasarkan pengalihan nilai KLB, yakni antara KLB aturan dan KLB terbangun.

Maksimum KLB yang bisa dialihkan umumnya 10% dari nilai KLB yang ditetapkan oleh pemerintah. Dan hanya dimungkinkan jika terletak dalam satu daerah perencanaan yang sama dengan catatan bahwa yang bersangkutan sudah memanfaatkan minimal 60% KLB-nya dari KLB yang ditetapkan pada daerah perencanaan.

Aturan tentang Koefisien Lantai Bangunan mempunyai tujuan khusus. Yakni untuk mengendalikan tata ruang kota sehingga tercipta ruang yang nyaman untuk kita tinggali. Di samping itu peraturan tentang Koefisien Lantai Bangunan ini juga merupakan wujud pengendalian tata ruang yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatur kepadatan penduduk serta meminimalkan kemacetan.

Perlu dicatat, masing-masing wilayah memiliki aturan yang berbeda-beda tentang nilai Koefisien Lantai Bangunan. Perbedaan nilai KLB ada karena adanya perbedaan peruntukan lahan dan zonasi kawasan.

Semakin padat suatu wilayah, maka akan semakin besar nilai KLB-nya. Jika nilai KLB semakin besar, maka luas keseluruhan lantai yang bisa dibangun juga akan semakin besar. Nilai KLB berbeda-beda juga dikarenakan harga lahan, ketersediaan dan tingkat pelayanan prasarana atau jalan, dampak maupun kebutuhan terhadap prasarana tambahan, maupun ekonomi dan pembiayaan.

Baca juga: Bahan Aluminium Composite Panel

Mengetahui Nilai KLB Suatu Wilayah

Dari maka kita tahu nilai Koefisien Lantai Bangunan suatu wilayah? Nilai tersebut bisa kita jumpai dalam peraturan Rencana Detail Tata Ruang Wilayah masing-masing daerah. Di dalam peraturan tersebut kita bisa melihat nilai KLB yang dinyatakan dalam angka, seperti 0; 1; 1,5; 2 dan seterusnya. Seperti yang sudah dibahas di atas, nilai KLB tersebut adalah hasil perbandingan dari luas keseluruhan bangunan dengan luas tanah.

Apabila Anda mempunyai bangunan yang sudah dibangun dan ingin mengetahui apakah bangunan tersebut sesuai dengan nilai KLB yang berlaku, maka Anda bisa membagi luas keseluruhan lantai dengan luas tanah.

Jika nilai KLB dari hasil perhitungan Anda lebih besar dari nilai KLB yang ditetapkan oleh pemerintah, maka bangunan tersebut melanggar peraturan KLB maksimal yang diperbolehkan. Begitu juga sebaliknya.

Lantas bagaimana jika melebihi aturan tersebut? Jika keadaannya seperti itu, maka mengacu pada aturan pemerintah mengenai Sistem Insentif-Disinsentif Pengembangan dan Sistem Pengalihan Nilai Koefisien Lantai Bangunan atau disebut sebagai Transfer Development Right (TDR) yang sudah kami jelaskan di atas.

You might also like