
Gelombang persiapan kebijakan penting telah dimulai di Indonesia, seiring dengan dibukanya pembahasan Upah Minimum 2026 di Dewan Pengupahan Nasional (Depenas). Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, mengonfirmasi bahwa salah satu fokus utama diskusi adalah penentuan payung hukum yang akan menjadi landasan penetapan standar gaji terendah untuk tahun depan.
Yassierli menjelaskan bahwa kajian komprehensif terkait penentuan upah minimum 2026 ini telah digulirkan sejak paruh pertama tahun ini. Selain menggodok bentuk payung hukum, Depenas juga aktif menghimpun berbagai usulan krusial mengenai penyesuaian upah minimum dari perwakilan pengusaha dan kelompok buruh, memastikan partisipasi dari semua pihak terkait.
Menaker Yassierli, saat berbicara di Wisma Danantara pada Rabu (1/10), menegaskan komitmen pengawasan ketat terhadap proses di Depenas. Beliau mengingatkan bahwa Ketua Depenas dijabat oleh Direktur Jenderal dari Kemenaker, menjamin arah pembahasan selaras dengan visi pemerintah. Depenas sendiri merupakan forum tripartit yang solid, terdiri dari perwakilan pemerintah, buruh, dan pengusaha. Hingga kini, pemerintah belum mengajukan rentang spesifik untuk penyesuaian upah minimum di tahun depan, menunjukkan bahwa proses konsolidasi aspirasi masih berjalan.
Dalam perkembangan terpisah, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kemenaker, Indah Anggoro Putri, memberikan kejelasan penting. Ia menyatakan bahwa penyesuaian upah minimum 2026 tidak akan didasarkan pada regulasi setingkat undang-undang. Penjelasan ini relevan mengingat target penerbitan Revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 mengenai Ketenagakerjaan yang direncanakan pada tahun depan.
Meskipun demikian, Indah mengakui bahwa bentuk konkret payung hukum upah minimum masih fleksibel, apakah akan berupa Peraturan Pemerintah (PP) atau Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker), yang akan disesuaikan dengan dinamika serta kondisi terkini. Beliau juga menjelaskan bahwa inisiatif penerbitan RUU Ketenagakerjaan merupakan tindak lanjut dari rekomendasi Mahkamah Konstitusi (MK) pasca-uji materi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja. Kendati pemerintah berkomitmen penuh untuk mengindahkan rekomendasi MK tersebut, Indah menegaskan bahwa RUU Ketenagakerjaan tidak akan menjadi dasar hukum utama untuk penetapan upah minimum 2026.
Indah optimistis terhadap progres diskusi payung hukum di Depenas yang sejauh ini berjalan sangat positif. Ia meyakini bahwa aturan mengenai penyesuaian upah minimum 2026 akan dapat diterbitkan sesuai jadwal, yakni pada 21 November 2025. “Sejauh ini tidak ada perubahan jadwal penerbitan aturan penyesuaian upah minimum 2026, karena itu sudah tertuang dalam ketentuan,” tegasnya, menggarisbawahi komitmen terhadap lini masa yang telah ditetapkan.
Sebagai konteks, penetapan upah minimum untuk tahun ini (2024) juga tidak bersandar pada Undang-Undang Cipta Kerja maupun Undang-Undang Ketenagakerjaan. Sebaliknya, payung hukum yang mengatur kenaikan upah minimum sebesar 6,5% secara tahunan adalah Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 16 Tahun 2024, sebuah preseden yang mungkin akan menjadi pertimbangan dalam formulasi kebijakan pengupahan mendatang.