
RATUSAN ekonom yang tergabung dalam Aliansi Ekonom Indonesia secara tegas mendesak pemerintah untuk segera mengatasi permasalahan misalokasi anggaran. Desakan krusial ini merupakan salah satu dari tujuh poin desakan darurat ekonomi yang disuarakan aliansi tersebut kepada pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Menurut akademikus Universitas Padjadjaran, Titik Anas, perbaikan dalam pengelolaan anggaran yang tidak tepat sasaran ini menjadi pekerjaan rumah mendesak bagi Menteri Keuangan yang baru, Purbaya Yudhi Sadewa. “Kita tidak punya keleluasaan untuk menghambur-hamburkan penerimaan negara yang sulit untuk didapatkan pada masa yang tidak terlalu bagus, mengingat kondisi dunia dan kondisi ekonomi Indonesia,” tegas Titik Anas dalam konferensi pers daring pada Selasa, 9 September 2025.
Teuku Riefky dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, merinci secara lebih mendalam perbaikan misalokasi anggaran yang mendesak dilakukan pemerintah. Poin pertama, pemerintah dinilai wajib mengurangi porsi belanja untuk program-program populis secara signifikan. Para ekonom menyoroti total anggaran fantastis untuk berbagai program populis, yang mencakup Makan Bergizi Gratis (MBG), hilirisasi, Koperasi Desa Merah Putih, subsidi dan kompensasi energi, sekolah rakyat, serta program tiga juta rumah. Angka ini mencapai Rp 1.414 triliun, setara dengan 37,4 persen dari total belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Selain itu, para ekonom juga menyoroti potensi penurunan Transfer ke Daerah (TKD) sebesar 24,8 persen pada Rancangan APBN (RAPBN) 2026. Penurunan ini dikhawatirkan akan sangat mempersulit pemerintah daerah dalam menjalankan tugas pelayanan publiknya dan berpotensi memicu kenaikan pajak daerah yang pada akhirnya membebani masyarakat. “Kembalikan transfer ke daerah (TKD) pada porsinya,” seru Riefky dengan tegas.
Secara khusus, alokasi anggaran MBG sebesar Rp 335 triliun untuk tahun depan juga menjadi fokus kritik. Menurut para ekonom, angka tersebut dinilai terlalu besar dan tidak realistis. Mereka berpendapat bahwa anggaran ini sebaiknya dialihkan untuk memperkuat dan meratakan pelayanan kesehatan dasar, meningkatkan kesejahteraan tenaga medis, memperbaiki kualitas pendidikan dan kesejahteraan guru, serta memenuhi kebutuhan dasar rumah tangga miskin seperti akses air bersih dan listrik yang layak.
Adapun enam desakan darurat ekonomi lainnya yang disampaikan oleh Aliansi Ekonom Indonesia meliputi langkah-langkah strategis untuk perbaikan tata kelola dan kebijakan ekonomi negara. Pertama, pemerintah didesak untuk mengembalikan independensi berbagai institusi penyelenggara negara, seperti Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik, demi menjaga objektivitas dan kredibilitas. Kedua, pemerintah harus menghentikan dominasi negara yang berisiko melemahkan aktivitas perekonomian lokal, termasuk pelibatan entitas seperti Dananrtara, BUMN, TNI, dan Polri dalam ranah ekonomi.
Desakan ketiga adalah mendorong deregulasi kebijakan, perizinan, lisensi, serta penyederhanaan birokrasi yang selama ini menghambat terciptanya iklim usaha dan investasi yang kondusif. Kemudian yang keempat, pemerintah diimbau untuk memprioritaskan kebijakan yang secara konkret menangani ketimpangan dalam berbagai dimensi sosial dan ekonomi. Kelima, para ekonom mendesak pemerintah mengembalikan kebijakan yang berbasis bukti dan proses teknokratis dalam setiap pengambilan keputusan penting. Terakhir, desakan keenam adalah pemerintah harus meningkatkan kualitas institusi serta membangun kepercayaan publik, termasuk melalui pemberantasan konflik kepentingan maupun praktik perburuan rente yang merugikan negara dan masyarakat.
Hingga hari ini, dokumen “Tujuh Desakan Darurat Ekonomi” ini telah ditandatangani oleh 384 ekonom dari seluruh Indonesia, menunjukkan luasnya dukungan atas tuntutan tersebut. Beberapa ekonom terkemuka lainnya yang juga tergabung dalam aliansi ini adalah Lili Yan Ing, Elan Satriawan, Teuku Riefky, Yose Rizal Damuri, dan Wisnu Setiadi Nugroho.
Pilihan Editor: Penyebab Pasokan Bensin di SPBU Swasta Seret