
HargaPer.com – JAKARTA. Kuartal III 2025 diproyeksikan menjadi periode krusial dan penuh tantangan bagi pasar, diwarnai oleh beragam risiko yang membayangi. Para analis memperkirakan nilai tukar rupiah akan bergerak dalam rentang Rp 16.000 hingga Rp 16.700 sepanjang periode tersebut.
Menurut data Trading Economic, indeks dolar AS (DXY) menunjukkan pelemahan signifikan, dengan penurunan 0,45% dalam sepekan terakhir dan 1,8% secara bulanan. Bahkan, hingga sore ini pukul 15.40 WIB, indeks dolar masih mencatat penurunan 0,05% ke level 96,975.
Meskipun demikian, pelemahan DXY tidak serta-merta menarik arus modal masuk secara cepat ke pasar berkembang seperti Indonesia. Presiden Komisioner HFX International Berjangka, Sutopo Widodo, menjelaskan bahwa hal ini membuat rupiah tidak leluasa menguat di tengah kondisi DXY yang melemah. “Investor global masih cenderung berhati-hati dan mencari aset yang dianggap lebih aman,” ungkap Sutopo kepada Kontan, Jumat (4/3).
Selain itu, Sutopo menilai bahwa likuiditas pasar domestik juga memainkan peran vital. Tanpa likuiditas yang memadai, atau jika terjadi tekanan jual dari investor, rupiah memang akan cenderung tertekan meskipun dolar AS melemah.
Rupiah Jisdor Menguat 0,03% ke Rp 16.204 per Dolar AS pada Jumat (4/7)
Sutopo menambahkan, selama Kuartal III-2025, rupiah akan menghadapi banyak tantangan. Terutama adalah potensi perpindahan investor ke aset-aset safe haven
seiring rencana penerapan kebijakan tarif Amerika Serikat yang penundaannya dijadwalkan berakhir Agustus mendatang. “Pergerakan DXY bisa bervariasi, namun potensi koreksi lebih lanjut mungkin terbatas dan justru memberi ancaman bagi rupiah,” sebut Sutopo.
Mengingat pengalaman April lalu, saat DXY mulai melemah setelah pengumuman kebijakan tarif oleh Trump, rupiah turut tertekan hingga hampir menyentuh level Rp 17.000. Kondisi ini mencerminkan meningkatnya kekhawatiran pasar akan perang dagang yang dapat memicu kembali capital outflow
dari pasar emerging market
termasuk Indonesia jika tarif resmi diberlakukan. “Puncak ketegangan perang dagang memicu capital outflow
dari pasar emerging market
termasuk Indonesia. Investor cenderung mengurangi eksposur mereka terhadap aset berisiko,” tandasnya.
Rupiah Spot Ditutup Menguat 0,06% ke Rp 16.185 per Dolar AS pada Jumat (4/7)
Untuk mengantisipasi risiko tersebut, Sutopo menilai rupiah memerlukan dukungan kuat dari sentimen domestik. Faktor-faktor seperti pertumbuhan ekonomi Indonesia, tingkat inflasi, dan posisi cadangan devisa menjadi krusial dalam menjaga ketahanan nilai tukar.
Sebagai informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Kuartal I-2025 mencapai 4,87%, sedikit lebih lambat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya di level 5,02%. Sementara itu, secara tahunan, tingkat inflasi per Juni 2025 berada di angka 1,87%, naik dari bulan sebelumnya yang sebesar 1,6%. Lalu, posisi cadangan devisa per Mei 2025 tercatat di level US$ 152,5 miliar. Sutopo menekankan bahwa posisi cadangan devisa yang kuat ini memberikan ruang bagi Bank Indonesia (BI) untuk melakukan intervensi di pasar valuta asing, terutama jika rupiah menghadapi tekanan drastis di tengah ketegangan global.
Secara keseluruhan, ada beberapa upaya strategis yang dapat dilakukan di tingkat domestik untuk menjaga ketahanan rupiah. Selain intervensi Bank Indonesia, Sutopo mengimbau pemerintah untuk terus menjaga daya tarik investasi, mempercepat proyek-proyek infrastruktur, dan meningkatkan ekspor guna memperkuat fundamental perekonomian nasional.
Sutopo memprediksi bahwa selama Kuartal III-2025, rupiah akan bergerak dalam rentang Rp 16.000–Rp 16.700, didorong oleh potensi tekanan global. “Namun perlu diingat bahwa pergerakan ini sangat dinamis dan dapat berubah sewaktu-waktu tergantung pada perkembangan terkini dari risiko global, terutama terkait ketegangan perdagangan dan kebijakan moneter negara-negara maju,” tutupnya.