
JAKARTA — Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menunjukkan kinerja yang solid dengan menutup pekan lalu di level 8.099, menguat sekitar 0,60% dibandingkan pekan sebelumnya pada Jumat (26/9/2025). Kinerja positif ini memicu proyeksi bahwa IHSG akan melanjutkan tren penguatan dalam beberapa waktu ke depan.
David Kurniawan, seorang Equity Analyst dari PT Indo Premier Sekuritas, mengungkapkan optimisme pasar terhadap pergerakan IHSG ini. Menurutnya, proyeksi tersebut didukung kuat oleh ekspektasi pelonggaran kebijakan suku bunga oleh bank sentral Amerika Serikat, The Fed, serta sentimen positif yang muncul dari tercapainya kesepakatan dagang antara Indonesia dan Uni Eropa.
Meskipun IHSG berhasil menguat dan sempat menyentuh level tertinggi baru di angka 8.168 pada 24 September 2025, pasar juga mencatat adanya penjualan bersih (outflow) oleh investor asing sebesar Rp1 triliun di pasar reguler pekan lalu. Namun demikian, stabilitas Rupiah yang dijaga ketat oleh Bank Indonesia turut menambah kepercayaan investor asing untuk tetap melakukan akumulasi di pasar domestik.
David menjelaskan, penguatan IHSG pekan lalu juga tak lepas dari kesepakatan dagang RI–Uni Eropa yang memberikan katalis positif bagi saham-saham eksportir. Jika sentimen-sentimen pendukung ini dapat terus konsisten, IHSG diproyeksikan berpotensi bergerak dalam tren bullish jangka pendek, membuka peluang bagi para investor.
Berbagai sentimen, baik dari global maupun domestik, turut memengaruhi pergerakan IHSG sepanjang pekan lalu (22-26 September 2025). Dari kancah global, harapan pelonggaran The Fed menjadi sorotan utama, di mana pasar global sangat optimistis bank sentral tersebut akan kembali memangkas suku bunga. Langkah ini diharapkan dapat mendorong arus dana menuju emerging markets, termasuk Indonesia.
Selanjutnya, sentimen positif juga datang dari perjanjian dagang Indonesia-Uni Eropa. Kesepakatan substantif yang berhasil dicapai terkait pemangkasan tarif hingga 80% untuk produk ekspor RI mulai tahun 2027 dipandang akan meningkatkan prospek perdagangan jangka panjang Indonesia. Selain itu, lonjakan harga emas spot hingga sekitar US$ 3.759 per troy ounce, yang merupakan rekor tertinggi sepanjang sejarah, juga turut memengaruhi dinamika pasar.
Namun, dari sisi domestik, pasar sempat diwarnai oleh sentimen force majeure di Grasberg. Gangguan produksi pada sektor pertambangan, yaitu terhentinya operasional tambang Freeport akibat bencana mudflow, berpotensi berdampak pada prospek ekspor tembaga dan emas Indonesia.
Menatap pekan yang akan datang (29 September-3 Oktober 2025), David Kurniawan dari IPOT menyoroti dua sentimen utama yang patut dicermati. Pertama, kebijakan dan kepemimpinan fiskal, di mana pasar akan memantau langkah-langkah Menteri Keuangan yang baru terkait disiplin fiskal, terutama defisit anggaran, serta sinyal-sinyal mengenai stimulus atau pengeluaran pemerintah.
Kedua, sentimen terkait cukai rokok yang berpotensi tidak dinaikkan pada tahun 2026. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa telah memastikan bahwa tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada tahun tersebut tidak akan mengalami kenaikan. Keputusan ini selaras dengan harapan pelaku industri rokok dan petani yang menginginkan moratorium selama beberapa tahun ke depan.
Dalam menyikapi kondisi pasar ini, David menyarankan agar investor melakukan akumulasi bertahap pada saham-saham yang memiliki fundamental kuat di sektor perbankan, konsumer, dan komoditas ekspor. Sementara itu, para trader disarankan untuk memanfaatkan potensi bullish jangka pendek dengan mengoleksi saham-saham yang sedang dalam tren penguatan.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.