HargaPer.com – Murah &Terbaik Murah &Terbaik – – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus memperdalam penyidikan kasus dugaan korupsi terkait program tanggung jawab sosial atau Corporate Social Responsibility (CSR) di Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dalam rangkaian penyelidikan ini, anggota DPR RI Fraksi Partai NasDem, Rajiv, telah menjalani pemeriksaan sebagai saksi di Kantor Kepolisian Resor Cirebon Kota, Jawa Barat, pada Kamis (30/10).
Pemeriksaan terhadap Rajiv fokus pada pendalaman soal kedekatannya dengan para tersangka utama dalam dugaan korupsi dana CSR BI dan OJK. Selain itu, penyidik juga menggali pengetahuannya mengenai program sosial yang dijalankan di Bank Indonesia. Hal ini dikonfirmasi oleh juru bicara KPK, Budi Prasetyo, kepada awak media, menggarisbawahi upaya KPK untuk mengungkap lebih jauh jejaring kasus tersebut.
Kasus korupsi yang tengah disidik KPK ini telah menyeret dua anggota legislatif ke meja hijau sebagai tersangka, yakni Satori dari Fraksi Partai NasDem dan Heri Gunawan dari Fraksi Partai Gerindra. Keduanya diduga terlibat dalam penyalahgunaan dana CSR yang seharusnya dialokasikan untuk kepentingan publik.
Sebagai informasi tambahan, pemeriksaan terhadap Rajiv pada Kamis (30/10) merupakan penjadwalan ulang. Sebelumnya, politikus Partai NasDem itu dijadwalkan untuk diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada Senin (27/10), namun tidak dapat hadir.
Selain Rajiv, penyidik KPK juga memanggil dan memeriksa lima saksi lainnya yang berasal dari unsur swasta. Kelima saksi tersebut adalah RS, SAR, TOH, DS, dan AJ. Mereka dimintai keterangan guna mengonfirmasi dan menelusuri aset-aset milik tersangka Satori yang diduga kuat berkaitan dengan perkara korupsi ini.
Dalam proses penyidikan lebih lanjut, KPK telah menetapkan Satori (ST) dan Heri Gunawan (HG) sebagai tersangka. Keduanya merupakan anggota Komisi XI DPR periode 2019–2024. Heri Gunawan diduga menerima dana gratifikasi fantastis sebesar Rp 15,8 miliar, sementara Satori disinyalir mengantongi Rp 12,52 miliar. Dana miliaran rupiah tersebut diduga kuat disalahgunakan untuk kepentingan pribadi para tersangka, termasuk untuk pembangunan rumah, pembelian tanah, kendaraan mewah, hingga pengelolaan bisnis personal.
Atas perbuatan melawan hukum ini, para tersangka dijerat dengan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 ayat (1) KUHP. Tak hanya itu, mereka juga dijerat dengan Undang-Undang tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), menandakan dugaan kuat adanya upaya untuk menyamarkan asal-usul uang hasil korupsi demi menghindari pelacakan hukum.