PT Gag Nikel: Profil, Operasi di Pulau Gag, dan Kontroversi Terbaru

JakartaPemerintah Indonesia telah mengambil langkah tegas dalam menata kembali sektor pertambangan nikel di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya. Dari total lima izin usaha pertambangan (IUP) yang ada, empat di antaranya secara resmi dicabut, menyisakan PT Gag Nikel sebagai satu-satunya entitas yang diizinkan untuk melanjutkan operasinya di Pulau Gag.

Keputusan strategis ini, sebagaimana disampaikan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, didasarkan pada pertimbangan mendalam yang meliputi aspek legalitas, rekam jejak historis perusahaan, serta hasil verifikasi lapangan yang cermat. “Dari lima IUP, hanya PT Gag Nikel yang masih diizinkan beroperasi. Empat lainnya dicabut,” tegas Bahlil dalam konferensi pers yang digelar pada Selasa, 10 Juni 2025.

Profil PT Gag Nikel sendiri mengungkap rekam jejak panjang perusahaan di industri pertambangan nikel. Berlokasi di Antam Office Building Tower B, Lantai MZ, Jalan TB. Simatupang Nomor 1, Jakarta Selatan, PT Gag Nikel adalah pemegang Kontrak Karya (KK) Generasi VII yang ditandatangani langsung oleh Presiden RI pada 19 Januari 1998. Menariknya, eksplorasi awal di wilayah ini bahkan sudah dimulai sejak tahun 1972, jauh sebelum berlakunya kontrak.

Awalnya, kepemilikan saham mayoritas PT Gag Nikel dipegang oleh Asia Pacific Nickel Pty Ltd sebesar 75 persen, sementara PT Aneka Tambang atau PT Antam Tbk memiliki 25 persen. Namun, sejak tahun 2008, PT Antam Tbk mengambil langkah strategis dengan mengakuisisi seluruh saham Asia Pacific Nickel Pty Ltd, menjadikan PT Antam Tbk sebagai pemegang saham tunggal. Bahlil menyoroti bahwa status hukum PT Gag Nikel yang berbeda sebagai pemegang kontrak karya menjadi salah satu alasan utama tidak dicabutnya izin operasi.

Komitmen PT Gag Nikel terhadap regulasi juga terlihat dari berbagai dokumen perizinan yang dimilikinya. Perusahaan ini telah mengantongi izin operasi sejak tahun 2017, sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan (SK) Menteri ESDM Nomor 430.K/30/DJB/2017, yang berlaku hingga 30 November 2047. Selain itu, sebagai pemegang Kontrak Karya seluas 13.136 hektare di Pulau Gag, PT Gag Nikel telah melengkapi dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) pada tahun 2014, diikuti adendum Amdal pada 2022, serta adendum Amdal Tipe A yang dikeluarkan pada 2024 oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).

Dukungan legalitas lainnya juga diperkuat dengan diterbitkannya Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) pada 2015 dan 2018, serta Penataan Areal Kerja (PAK) yang dirilis pada 2020. Hingga tahun 2025, total bukaan tambang PT Gag Nikel tercatat mencapai 187,87 hektare, dengan 135,45 hektare di antaranya telah sukses direklamasi. Meskipun demikian, menurut Menteri ESDM, perusahaan ini masih menunggu Sertifikat Laik Operasi (SLO) untuk pelaksanaan pembuangan air limbah. Hal krusial lainnya yang membedakan PT Gag Nikel adalah hanya perusahaan ini yang mengajukan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) untuk tahun 2025, sementara empat perusahaan lain yang dicabut IUP-nya tidak.

Bahlil juga menekankan bahwa keberadaan PT Gag Nikel diklaim tidak berdampak negatif terhadap ekosistem laut di Raja Ampat. Ia menegaskan bahwa Pulau Gag, lokasi operasi tambang, tidak berada di dalam kawasan konservasi laut maupun di dalam Geopark Raja Ampat. “Letaknya sekitar 42 km dari Piaynemo, pusat wisata utama di kawasan tersebut, dan secara geografis lebih dekat ke Maluku Utara,” tambah Ketua Umum Partai Golkar ini, menjelaskan lebih lanjut posisi strategis Pulau Gag.

Kontribusi pada tulisan ini datang dari Nandito Putra dan Melynda Dwi Puspita.

Pilihan editor: Menengok Peta Tambang Nikel di Sejumlah Provinsi

You might also like