
KONTAN.CO.ID. Pasar saham Amerika Serikat, Wall Street, memulai perdagangan Selasa (1/7) dengan tekanan, menyusul koreksi pada indeks S&P 500 dan Nasdaq. Penurunan ini terjadi sehari setelah kedua indeks acuan tersebut mencatat rekor penutupan tertinggi, menandai pergeseran sentimen investor dari euforia sebelumnya.
Fokus utama para investor kini beralih pada dinamika pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) pajak dan belanja yang diajukan oleh Presiden Donald Trump di Senat, serta perkembangan alotnya negosiasi dagang AS. Kedua isu krusial ini menciptakan ketidakpastian yang membebani pasar global.
Pada pembukaan perdagangan, Dow Jones Industrial Average tercatat melemah 33,3 poin atau 0,08% ke level 44.061,49. Sementara itu, S&P 500 terkoreksi 17,7 poin atau 0,29% menjadi 6.187,25, dan Nasdaq Composite turun 79,1 poin atau 0,39% ke posisi 20.290,61. Angka-angka ini mencerminkan reaksi pasar terhadap kekhawatiran yang berkembang.
Sebelumnya, Wall Street menikmati momentum kuat, didorong oleh ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh The Fed (bank sentral AS) dan kemajuan signifikan dalam kesepakatan dagang. Faktor-faktor positif ini telah membawa S&P 500 dan Nasdaq mencatat kinerja kuartal terbaik mereka dalam lebih dari setahun, mengukuhkan optimisme pasar.
Namun, suasana ceria itu kini berganti menjadi kewaspadaan. Perhatian investor kini tertuju sepenuhnya pada maraton voting di Senat AS terkait RUU pajak Trump yang kontroversial. RUU ini diperkirakan dapat menambah beban utang nasional secara substansial, mencapai angka mengejutkan US$ 3,3 triliun, menimbulkan kekhawatiran serius tentang stabilitas fiskal jangka panjang.
Rancangan undang-undang tersebut juga mencakup pemangkasan signifikan pada sejumlah program sosial vital, seperti Medicaid dan bantuan pangan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Kebijakan ini berpotensi memicu perdebatan sengit dan resistensi, menambah kompleksitas di tengah dinamika politik yang tegang.
Meskipun menghadapi tantangan, Presiden Trump membuka peluang untuk memperpanjang tenggat waktu 4 Juli dalam upaya menggalang dukungan penuh dari sesama anggota Partai Republik. Sementara itu, Menteri Keuangan AS Scott Bessent menunjukkan optimisme tinggi, meyakini RUU ini akan berhasil lolos pada Selasa sore waktu setempat, meskipun rintangan politik masih membayangi.
Namun, pandangan seorang ahli pasar memberikan gambaran yang lebih hati-hati. “Versi final RUU bisa berbeda jauh dari yang ada saat ini. Ketidakpastian itu membebani sentimen investor,” ungkap Kim Forrest, Chief Investment Officer di Bokeh Capital Partners, menyoroti keraguan pasar terhadap hasil akhir kebijakan tersebut.
Selain isu kebijakan, tekanan pasar juga datang dari sektor korporasi. Saham Tesla Inc. anjlok tajam 6,2% dalam perdagangan pre-market. Penurunan ini dipicu oleh perseteruan terbaru antara CEO Elon Musk dan Trump terkait subsidi perusahaan, menandakan ketegangan yang berpotensi merugikan bisnis.
Menanggapi kontroversi tersebut, Trump bahkan telah meminta departemen efisiensi pemerintah untuk melakukan audit mendalam terhadap insentif yang diterima oleh perusahaan-perusahaan di bawah naungan Elon Musk. Langkah ini menunjukkan niat serius pemerintah untuk meninjau dukungan finansial yang diberikan.
Tekanan terhadap Tesla semakin diperparah oleh data penjualan. Perusahaan menghadapi penurunan penjualan di Swedia dan Denmark yang tercatat selama enam bulan berturut-turut hingga Juni, menunjukkan tantangan operasional yang lebih luas di pasar internasional.
Di sisi lain, ketidakpastian global juga membayangi. Presiden Trump secara terbuka mengungkapkan rasa frustrasinya terhadap alotnya negosiasi dagang dengan Jepang. Ini menambah lapisan kompleksitas pada agenda ekonomi internasional AS.
Dalam konteks yang sama, Menkeu Bessent memberikan peringatan tegas bahwa mitra dagang AS masih berisiko menghadapi tarif lebih tinggi, meskipun negosiasi berlangsung secara “good faith,” menjelang tenggat waktu 9 Juli. Pernyataan ini menggarisbawahi potensi eskalasi perang dagang yang dapat berdampak luas pada ekonomi global.