
HargaPer.com – Murah & Terbaik – , Jakarta – Optimisme Presiden Prabowo Subianto terkait pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mampu mencapai 7 persen pada 2025 disambut dengan pandangan realistis dari para ekonom. Ekonom sekaligus dosen Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, menyoroti urgensi kebijakan radikal dari pemerintah untuk mewujudkan lompatan pertumbuhan ekonomi yang melampaui angka 5 persen, apalagi mencapai target ambisius 7 persen.
Keyakinan Prabowo tersebut disampaikan saat berpidato dalam sesi pleno St. Petersburg International Economic Forum (SPIEF) di ExpoForum Convention and Exhibition Centre, St. Petersburg, Rusia, pada Jumat, 20 Juni 2025. “Para ahli, saya menyampaikan bahwa di semester pertama ini, pertumbuhan ekonomi kami lebih dari 5 persen. Bahkan bisa mendekati 7 persen pada akhir tahun ini atau bahkan lebih,” ujar Prabowo, sebagaimana dikutip dari laman presidenri.go.id. Pernyataan ini secara signifikan menjulang di atas target pertumbuhan ekonomi yang telah ditetapkan pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025, yakni sebesar 5,2 persen.
Menurut Syafruddin, target pertumbuhan ekonomi 5,2 persen untuk tahun ini saja sudah merupakan tantangan besar. Hal ini mengingat laju pertumbuhan ekonomi pada triwulan pertama 2025 yang tercatat oleh Badan Pusat Statistik (BPS) hanya mencapai 4,87 persen, masih di bawah ekspektasi. Meskipun peluang untuk mencapai pertumbuhan 5 persen masih terbuka lebar dengan catatan seluruh komponen pertumbuhan seperti belanja pemerintah, konsumsi masyarakat, investasi, dan ekspor bergerak serempak serta selaras, Syafruddin menegaskan bahwa untuk melampaui target dan mendorong pertumbuhan hingga 7 persen di tahun 2025, “diperlukan lompatan kebijakan yang lebih radikal dan terukur,” ujarnya kepada Tempo, Ahad, 22 Juni 2025.
Untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, pemerintah, menurut Syafruddin, wajib melakukan reformasi struktural fiskal yang berani. Tujuannya adalah mempercepat efisiensi belanja negara yang dapat berdampak langsung dan signifikan pada sektor riil. Selain itu, ia menilai Presiden Prabowo perlu berani menghapus berbagai hambatan investasi yang kerap menghambat sektor-sektor produktif. Percepatan transformasi industri menuju hilirisasi dan digitalisasi juga menjadi kunci penting untuk mendongkrak nilai tambah ekonomi.
Tidak hanya itu, peran Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) juga harus ditingkatkan secara substansial melalui integrasi yang lebih erat ke dalam rantai pasok nasional maupun internasional. Dukungan dari sektor perbankan dan moneter pun sangat krusial dengan memperluas akses kredit produktif yang lebih mudah dan terjangkau. “Tanpa keberanian untuk berubah dan bekerja jauh lebih keras dari biasanya, pertumbuhan 7 persen hanya akan menjadi ambisi yang jauh dari kenyataan,” pungkas Syafruddin, menggarisbawahi pentingnya eksekusi nyata.
Sementara itu, Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal, menunjukkan keraguan yang lebih besar terkait proyeksi pertumbuhan ekonomi. Ia masih pesimistis bahwa pertumbuhan ekonomi pada kuartal kedua tahun ini akan melampaui 5 persen, bahkan memprediksi angkanya akan tetap berada di kisaran 4,8 persen. Meskipun pemerintah telah meluncurkan berbagai stimulus ekonomi untuk mengungkit pertumbuhan di triwulan II, Faisal berpendapat bahwa mencapai 5 persen masih sulit. “Karena magnitude bantuannya juga kan kecil-kecil dan hanya dua bulan. Contohnya saja triwulan 1 kan juga ada stimulus,” jelasnya, menyoroti keterbatasan dampak stimulus yang ada.
Pilihan Editor: Apa Saja Dampak Perang Iran-Israel Terhadap Ekonomi Indonesia