OJK sebut dana pembobolan Rp 200 miliar lewat BI Fast dilarikan ke kripto internasional

JAKARTA, KOMPAS.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut, dana hasil peretasan sistem perbankan senilai Rp 200 miliar yang dilakukan melalui layanan BI Fast telah dialihkan ke pasar kripto global.

Pola pelarian ini menjadi tantangan terbesar dalam penanganan kejahatan siber perbankan tersebut.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, mengatakan kekhawatiran utama OJK terletak pada mekanisme pelarian dana hasil kejahatan yang tidak lagi bertahan di dalam sistem perbankan domestik.

Dana tersebut dengan cepat dialihkan ke aset kripto di pasar internasional, sehingga otoritas kehilangan peluang untuk melakukan pemblokiran atau pelacakan sejak dini.

Baca juga: Pembobolan Rp 200 Miliar Lewat BI Fast, OJK: Kami Menduga Ini adalah Organisasi Kriminal!

Ketika dana telah dikonversi dan masuk ke jaringan kripto global, proses penelusuran menjadi sangat sulit.

Hal itu disebabkan transaksi kripto bersifat lintas negara, terdesentralisasi, dan tidak terikat pada satu yurisdiksi tertentu.

Akibatnya, OJK tidak lagi memiliki kendali langsung untuk memblokir atau menelusuri aliran dana tersebut, sehingga upaya pemulihan dana menjadi jauh lebih kompleks dan menantang.

“Yang paling kita khawatirkan adalah pelarian dananya ini justru, kita tidak bisa blok lebih cepat karena sekarang dilarikan ke kripto internasional. Jadi begitu melalui, begitu ditransfer ke kripto internasional, ke kripto global, ini kemudian kita seperti kehilangan track,” ujar Dian usai Peluncuran Buku Khutbah Syariah Muamalah PPDP di Jakarta Selatan, Senin (15/12/2025).

Merespons kondisi tersebut, OJK bersama Bank Indonesia mendorong keterlibatan lembaga-lembaga internasional dengan mengangkat isu kejahatan siber dan pelarian dana ke aset kripto sebagai persoalan global, bukan semata masalah di Indonesia.

“Nah ini yang sekarang justru kita sudah melakukan koordinasi antara BI dan OJK, khususnya, untuk juga sekarang itu kita akan mendorong lembaga-lembaga internasional karena kita sering hadir di berbagai pertemuan internasional untuk betul-betul mengangkat persoalan ini menjadi persoalan global, bukan persoalan domestik kita sebetulnya,” paparnya.

Dian menuturkan, banyak negara lain juga menghadapi persoalan serupa, sehingga upaya pemberantasan kejahatan siber dan penyalahgunaan kripto tidak dapat dilakukan oleh satu negara saja.

Penanganan yang efektif membutuhkan kolaborasi lintas negara, baik dari sisi pengawasan, pertukaran informasi, maupun penegakan hukum.

“Karena sebetulnya banyak negara kena juga. Nah ini yang pemberantasannya tidak bisa dilakukan oleh satu negara seperti kita, terutama juga oleh seluruh negara terkait. Nah itu yang sedang akan kita lakukan, itu sudah ada komitmen kita dengan Bank Indonesia untuk melakukan itu,” beber Dian.

Di sisi lain, OJK mencatat kasus fraud terkait aktivitas transfer ilegal atas dana di beberapa bank yang kerugiannya ditaksir mencapai Rp 200 miliar merupakan tindakan kriminalitas yang terorganisasi.

Kasus penipuan dan serangan siber di sektor keuangan kini menjadi persoalan yang semakin kompleks dan sulit ditangani.

Menurut OJK, pola kejahatan yang terjadi tidak lagi bersifat individual atau dilakukan oleh pelaku tunggal, melainkan melibatkan jaringan kriminal yang terstruktur dan dijalankan secara sistematis.

“Memang persoalan ini, persoalan scam, persoalan cyber attack, segala macam ini memang persoalan yang tidak mudah sekarang pada saat ini,” ucapnya.

Baca juga: Kata Bank Indonesia soal Pembobolan Rp 200 Miliar via BI Fast

You might also like