
Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni, menyoroti bahwa aktivitas perdagangan karbon di Indonesia masih belum menunjukkan geliat yang signifikan. Ia mengungkapkan, “Investor tidak percaya bahwa uang mereka, apabila diinvestasikan, akan kembali,” sebuah sentimen yang ia sampaikan di Kementerian Kehutanan pada Jumat, 24 Oktober 2025.
Meskipun demikian, bursa karbon Indonesia, atau IDXCarbon, telah diluncurkan pada 26 September 2023 dengan 16 pengguna jasa awal. Tercatat adanya peningkatan partisipasi yang cukup menjanjikan, di mana Kementerian Kehutanan melaporkan lonjakan peserta terdaftar sebagai Pengguna Jasa Bursa Karbon hingga mencapai 100 partisipan pada akhir tahun 2024. Ini menunjukkan adanya minat yang tumbuh, meskipun tantangan kepercayaan investor masih menjadi perhatian utama.
Untuk mengatasi keraguan investor dan menarik lebih banyak modal, politikus Partai Solidaritas Indonesia tersebut merencanakan inisiatif strategis. Ia akan menggalang dukungan dari investor hijau perdagangan karbon melalui perhelatan roundtable business meeting yang akan diselenggarakan di São Paulo pada 8 November 2025. Dalam pertemuan penting ini, Raja juga mengumumkan rencana penandatanganan nota kesepahaman dengan International Council for Voluntary Carbon Market (ICVCM), sebuah langkah krusial untuk memperkuat kredibilitas pasar karbon domestik.
Potensi total kredit karbon Indonesia yang siap diperdagangkan sungguh luar biasa, diproyeksikan mencapai 13,4 miliar ton setara karbon dioksida (CO2) hingga tahun 2050. Raja Juli Antoni menegaskan bahwa nilai ekonominya dapat melonjak drastis, tergantung pada fluktuasi harga karbon di pasar global yang saat ini berada pada kisaran US$ 50–70 per ton. Angka ini jauh di atas asumsi perhitungan konservatif.
Sebagai gambaran, dengan asumsi harga karbon sebesar US$ 5 per ton, potensi ekonomi yang dihasilkan bisa mencapai Rp 4,17 triliun per tahun. Namun, jika harga karbon naik menjadi US$ 15, potensi ekonominya meroket hingga Rp 127,98 triliun setiap tahun. Perhitungan ini menunjukkan besarnya peluang ekonomi yang belum sepenuhnya tergali di sektor perdagangan karbon.
Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Kehutanan, berkomitmen penuh untuk menjaga dan meningkatkan integritas karbon Indonesia. Raja menjelaskan bahwa penandatanganan nota kesepahaman dengan ICVCM merupakan salah satu upaya mitigasi penting untuk mencegah potensi carbon leaking dan greenwashing. Langkah ini diharapkan dapat membangun kepercayaan investor dan memastikan praktik perdagangan karbon yang transparan serta akuntabel.
Dalam pertemuan dengan para investor hijau di São Paulo, Raja akan mempromosikan sejumlah proyek penghasil karbon yang menjanjikan. Salah satu proyek unggulan adalah program reforestasi seluas 12 juta hektare lahan kritis, sebuah inisiatif ambisius yang pernah dicanangkan Presiden Prabowo Subianto dalam pidatonya di Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa. Proyek ini tidak hanya berkontribusi pada mitigasi perubahan iklim tetapi juga menawarkan peluang investasi hijau yang signifikan.
Selain itu, program perhutanan sosial di lahan seluas 8,3 juta hektare juga dinilai memiliki potensi menghasilkan kredit karbon yang besar. Raja menjelaskan model sinergis ini, “Mereka bisa mendapatkan keuntungan dari hasil pertanian di kawasan hutan, namun pada saat bersamaan apa yang mereka tanam itu juga dapat kredit karbonnya,” menggambarkan sistem yang memberikan manfaat ganda bagi masyarakat dan lingkungan.
Sebagai landasan hukum yang kuat, Presiden Prabowo Subianto telah mengesahkan Peraturan Presiden Nomor 110 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Instrumen Nilai Ekonomi Karbon (NEK) dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca Nasional. Regulasi ini menjadi pondasi fundamental bagi pengembangan ekonomi karbon Indonesia dalam rangka mencapai target komitmen iklim global atau Nationally Determined Contribution (NDC).
Peraturan mengenai NEK secara eksplisit mengakui unit karbon non-Sertifikat Pengurang Emisi-Gas Rumah Kaca (SPE-GRK) atau pasar sukarela. Hal ini penting mengingat selama ini terdapat dua jenis pasar utama dalam perdagangan karbon.
Selain pasar karbon wajib yang dicatat untuk memenuhi target NDC, terdapat pula pasar karbon sukarela atau voluntary market. Pasar ini memungkinkan perusahaan maupun individu untuk secara sukarela membeli kredit karbon tanpa tujuan untuk diklaim sebagai bagian dari NDC, membuka fleksibilitas dan partisipasi yang lebih luas dalam upaya mitigasi perubahan iklim.
Anastasya Lavenia Yudi berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Ketentuan Baru Pasar Perdagangan Karbon