Kaleidoskop 2025: Saham big banks tertekan, saham konglomerat melonjak

JAKARTA, KOMPAS.com – Sepanjang 2025, Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat dinamika berbeda pada sektor perbankan dan konglomerat. Saham bank besar banyak tertekan, sementara saham konglomerat melesat dan menjadi favorit investor.

Saham Bank Besar Tertekan, Bank Digital Melonjak

Saham bank besar seperti Bank Rakyat Indonesia (BBRI), Bank Central Asia (BBCA), dan Bank Mandiri (BMRI) mengalami penurunan sepanjang tahun.

Data year-to-date (YTD) menunjukkan BBRI turun 10,3 persen, BBCA turun 16,5 persen, dan BMRI turun 10,5 persen. Hanya Bank Negara Indonesia (BBNI) yang mencatat kenaikan tipis 0,5 persen.

Baca juga: Kaleidoskop 2025: 10 Saham Jawara di Tengah Gejolak IHSG

Penurunan ini dipicu oleh perlambatan ekonomi domestik, kenaikan suku bunga acuan yang menekan margin bunga bersih, serta aksi ambil untung investor, terutama menjelang akhir tahun.

Sebaliknya, saham bank digital menunjukkan kinerja positif. PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB) naik 120,2 persen, PT Allo Bank Indonesia Tbk (BBHI) melesat 112,9 persen, dan PT Bank Amar Indonesia Tbk (AMAR) tumbuh 15,2 persen.

PT Bank Permata Tbk (BNLI), yang masuk kategori bank lapis dua, mencatat kenaikan tertinggi di sektor perbankan sebesar 445 persen.

Pada perdagangan terakhir tahun ini, Selasa (30/12/2025), saham BBHI memimpin kenaikan harian dengan penguatan 3,5 persen, diikuti AMAR dan SUPA masing-masing naik 2,8 persen, serta BBYB menguat 2,1 persen.

Dari big banks, BBNI naik 2,6 persen, BBCA 0,6 persen, BMRI 0,5 persen, sementara BBRI terkoreksi 3,2 persen.

Baca juga: 2026: Saham Blue Chip RI Bangkit, Obligasi Tak Lagi Bergantung Asing

Analis pasar modal sekaligus pendiri Republik Investor, Hendra Wardana, menilai 2025 menjadi tahun penyesuaian strategi industri perbankan.

“Bank fokus pada efisiensi biaya, kualitas aset, dan penguatan permodalan sehingga laba tetap solid meski pertumbuhan kredit terbatas,” ujar Hendra, dikutip dari Kontan.co.id.

Ia menambahkan, bank besar tetap relevan sebagai pilihan defensif karena skala bisnis dan konsistensi dividen. Sementara itu, bank digital memiliki potensi besar, meski risiko yang dihadapi juga lebih tinggi.

Saham Konglomerat Melonjak, Menopang IHSG

Berbeda dengan big banks, saham konglomerat menjadi primadona sepanjang 2025. Lonjakan harga saham konglomerat melanjutkan tren positif dua tahun terakhir bahkan semakin berakselerasi.

Kinerja positif ini turut menopang Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang naik 22,1 persen sepanjang tahun, jauh melampaui kenaikan indeks IDX30 yang hanya 3 persen.

Baca juga: Demam Labubu Mereda, Saham Pop Mart Tertekan 3 Pekan Terakhir

Saham konglomerat bergerak dalam dua fase utama. Pada paruh pertama 2025 (1H25), sentimen negatif muncul akibat rencana MSCI memperketat kriteria indeks, memicu kekhawatiran investor. Namun, sentimen berbalik positif pada paruh kedua setelah rencana tersebut dibatalkan.

Momentum bertambah kuat ketika pada rebalancing MSCI Agustus 2025, dua saham konglomerat, DSSA dan CUAN, berhasil masuk indeks MSCI Indonesia Global Standard, memberi dorongan besar bagi saham konglomerat lainnya.

Sepanjang 2025, saham konglomerat mencatat kenaikan luar biasa. Grup Happy Hapsoro memimpin dengan saham PT Buana Varia Makmur (BUVA) yang melesat hingga 2.718 persen. Saham PT Padi Indonesia Jaya (PADI) naik 1.018 persen, diikuti PT Pasifik Satelit Nusantara (PSKT) yang tumbuh 933 persen.

Selain itu, saham PT Ratu Prabu Energi Tbk (RATU) naik 586 persen, PT Mina Utama (MINA) dan PT Uang Elektronik Indonesia (UANG) masing-masing mencatat kenaikan 705 persen dan 620 persen. Saham PT Sinarindo Inti Perkasa (SINI) dan PT Rajawali Capital (RAJA) juga tumbuh signifikan, sebesar 190 persen dan 113 persen.

Baca juga: Investor Singapura Masuk Bank Capital, Beli Saham Rp 470 Miliar

Di bawah naungan Grup Bakrie, sejumlah saham meroket. PT MDIA naik 700 persen, PT Visi Media Asia (VIVA) meningkat 586 persen, PT Energi Mega Persada (ENRG) bertambah 561 persen, dan PT Jaya Graha Lestari (JGLE) melonjak 720 persen.

Saham PT Voksel Electric Tbk (VKTR) dan PT Dewata Energi (DEWA) masing-masing naik 555 persen dan 468 persen.

Saham lain seperti PT Anugerah Pharmindo Lestari (UNSP), PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (ELTY), PT Bumi Resources Tbk (BNBR), PT Alam Sutera Realty Tbk (ALII), PT Baramulti Suksessarana Tbk (BRMS), dan PT Bumi Resources Minerals Tbk (BUMI) juga menunjukkan performa positif dengan kenaikan 174 hingga 369 persen.

Saham milik konglomerat H. Isam juga mencatat pertumbuhan signifikan. PT Pelayaran Nasional Bina Buana (PGUN) melonjak 2.205 persen, diikuti PT Jaya Agra Wattie Tbk (JARR) naik 850 persen. Saham PT Tembaga Mulia Semanan (TEBE) dan PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST) tumbuh masing-masing 318 persen dan 100 persen.

Sedangkan saham milik Prajogo Pangestu mengalami pertumbuhan beragam. PT Barito Pacific Tbk (BRPT) naik 248 persen, PT Chandra Daya Investasi (CDIA) melonjak 552 persen, dan PT Petrosea Tbk (PTRO) naik 298 persen.

Namun, saham PT Petrindo Jaya Kreasi (CUAN) hanya tumbuh 98 persen, PT Barito Renewables Energy (BREN) naik tipis 2,4 persen, sementara PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA) turun 6,7 persen sepanjang tahun ini.

Baca juga: OJK Bongkar 155 Kasus di Pasar Modal, Mayoritas Soal Perdagangan Saham

Perubahan Preferensi Investor dan Tantangan ke Depan

Pergerakan berlawanan antara saham bank besar yang tertekan dan saham konglomerat yang menguat mencerminkan perubahan preferensi investor dalam menghadapi tantangan ekonomi dan regulasi yang terus berkembang.

Investor semakin selektif dan mencari peluang di sektor dengan fundamental kuat dan potensi pertumbuhan jelas. Saham bank besar dinilai tetap menjadi fondasi portofolio, sementara saham konglomerat menawarkan peluang pertumbuhan tinggi untuk jangka menengah dan panjang.

Memasuki 2026, prospek sektor perbankan diperkirakan masih konstruktif, terutama jika ekspektasi penurunan suku bunga terealisasi dan pertumbuhan kredit kembali menggeliat.

Di sisi lain, saham konglomerat diprediksi tetap menarik, khususnya yang menunjukkan kinerja bisnis solid dan katalis positif.

You might also like