
JAKARTA, KOMPAS.com – Nilai tukar rupiah terus menghadapi tekanan signifikan dari gejolak global dan faktor domestik. Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, mengungkapkan bahwa berbagai dinamika ini telah memicu pelemahan rupiah terhadap dollar AS dalam beberapa hari terakhir. Menurut data kurs referensi resmi Bank Indonesia (BI), Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), rupiah tercatat berada di level Rp 16.607 per dollar AS pada 22 September 2022.
Dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI di Jakarta pada Senin (22/9/2025), Perry Warjiyo menegaskan, “Memang dalam beberapa hari terakhir ada tekanan-tekanan global maupun juga faktor-faktor domestik.” Pernyataan ini menggarisbawahi kompleksitas tantangan yang dihadapi mata uang Garuda.
Baca juga: IHSG Awal Pekan Ditutup Melandai, Kurs Rupiah Lanjut Melemah
Ia menjelaskan bahwa pada awal April 2025, ketika kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) pertama kali diumumkan, nilai tukar rupiah sempat melemah drastis hingga menembus angka di atas Rp 17.000 per dollar AS. Kondisi ini memicu respons cepat dari Bank Indonesia.
Berkat berbagai upaya stabilisasi yang masif, rupiah berhasil menguat kembali ke level Rp 16.300 per dollar AS. Perry menambahkan, “Nilai tukar rupiah yang pada awal April 2025, di mana pada waktu itu pertama kali diumumkan kebijakan resiprokal tarif, pada waktu itu pernah mencapai di atas Rp 17.000, dan kemudian kami telah melakukan stabilisasi, sehingga kemarin menguat ke Rp 16.300 beberapa hari yang lalu.” Ini menunjukkan efektivitas langkah intervensi BI saat itu.
Sayangnya, penguatan tersebut tidak bertahan lama. Gejolak global dan tekanan domestik yang kembali muncul dalam beberapa hari terakhir membuat rupiah melemah lagi, pertama ke level Rp 16.500 per dollar AS, dan kini bahkan terus tertekan hingga Rp 16.600 per dollar AS. “Memang kemudian di hari-hari terakhir ada tekanan dari global dan domestik sehingga kemudian melemah menjadi Rp 16.500,” kata Perry, mencerminkan volatilitas pasar yang dinamis.
Menyikapi situasi ini, Gubernur Bank Indonesia memastikan komitmen kuat BI untuk terus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Upaya stabilisasi tersebut dilakukan secara berlapis, mencakup intervensi di pasar luar negeri melalui instrumen non-delivery forward (NDF), serta di pasar dalam negeri melalui transaksi tunai atau spot dan domestic non-delivery forward (DNDF).
Selain itu, BI juga aktif melakukan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder sebagai bagian dari strategi untuk menopang rupiah. “Kami terus berkomitmen kuat untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, karena kami memandang bahwa stabilitas nilai tukar rupiah adalah salah satu bagian penting dari stabilitas perekonomian dan stabilitas negara,” pungkas Perry, menegaskan visi strategis Bank Indonesia.
Pelemahan kurs rupiah memang telah terasa sejak pekan lalu, mencapai titik terendah sejak pertengahan Mei 2025. Pada akhir pekan kemarin, rupiah sempat menyentuh level Rp 16.601 per dollar Amerika Serikat (AS).
Salah satu pemicu utama pelemahan ini adalah keputusan bank sentral AS, Federal Reserve (The Fed), yang memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 4,00-4,25 persen. Ini merupakan pemangkasan pertama yang dilakukan The Fed sejak Desember 2024, sebuah langkah yang seringkali memengaruhi aliran modal global dan pergerakan mata uang emerging markets.
Baca juga: Rupiah Sentuh Level Terendah sejak Mei, Investor Global Ambil Untung