FOMO Gunung? Menhut Ingatkan Bahaya & Tanggung Jawab Pendakian!

Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni, baru-baru ini menekankan pentingnya memahami perbedaan mendasar antara aktivitas mendaki gunung dengan jenis wisata lainnya. Menurutnya, dibutuhkan persiapan yang matang dan komprehensif sebelum memutuskan untuk menaklukkan puncak gunung, bukan sekadar perjalanan liburan biasa.

Raja Juli menyoroti fenomena “FOMO” atau Fear of Missing Out yang kerap menjadi pemicu insiden di pegunungan. Ia mencontohkan, banyak kasus korban terjadi pada orang-orang yang, setelah berlibur santai di tempat seperti Gili, tiba-tiba terdorong untuk mendaki Gunung Rinjani tanpa persiapan memadai.

“Dengan baju seadanya, tidak ada latihan fisik, tidak ada cek kesehatan, sepatu tidak proper,” ujar Raja Juli saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat pada Rabu (2/7). Ia menegaskan, kondisi seperti ini sudah pasti akan menimbulkan masalah serius di jalur pendakian. Ini membuktikan bahwa hasrat ikut-ikutan tanpa persiapan matang dapat berakibat fatal.

Peringatan dari Raja Juli Antoni ini bukan dimaksudkan sebagai larangan untuk mendaki gunung. Sebaliknya, ia ingin menegaskan bahwa aktivitas mendaki gunung bukanlah hal yang sepele. Dibutuhkan persiapan individu yang menyeluruh, baik dari segi fisik maupun mental.

“Bahwa kalau mau ke gunung, monggo, kita justru meng-encourage orang untuk lebih banyak lagi anak muda yang datang ke Taman Nasional kita untuk masuk ke Rinjani,” ucap Sekjen PSI tersebut. Ia mendorong agar semakin banyak generasi muda yang menjelajahi keindahan alam Indonesia, khususnya Taman Nasional seperti Rinjani, dengan catatan dibarengi tanggung jawab dan kesadaran akan risiko.

Untuk memastikan pengalaman mendaki gunung yang aman dan menyenangkan, Raja Juli menekankan, “Tapi, siapkan jasmani, rohani, peralatan, supaya apa yang tidak diinginkan itu tidak terjadi.” Persiapan yang matang adalah kunci untuk menghindari kejadian yang tidak diinginkan di medan yang menantang.

Ia kembali mengingatkan bahwa lingkungan gunung sangat berbeda dengan destinasi wisata umum seperti Bali, apalagi mal. Perbedaan ini menuntut perlakuan dan persiapan yang jauh lebih serius dari para pendaki.

Penegasan ini disampaikan beberapa pekan setelah peristiwa tragis yang menimpa seorang pendaki asal Brasil, Juliana De Souza Pereira Marins. Juliana ditemukan tewas setelah jatuh ke jurang di Gunung Rinjani. Insiden ini menjadi pengingat pahit akan bahaya yang mengintai di jalur pendakian jika persiapan dan kewaspadaan diabaikan.

Juliana jatuh ke jurang sedalam 600 meter pada Sabtu (21/6) dan baru berhasil dievakuasi pada Selasa (24/6). Proses evakuasi Juliana menemui berbagai rintangan berat, termasuk medan yang sangat sulit ditempuh dan kondisi cuaca buruk yang ekstrem.

Saat pertama kali dideteksi posisinya menggunakan drone thermal, Juliana diduga masih hidup. Namun, kompleksitas medan dan cuaca yang memburuk menghambat upaya penyelamatan, menjadikan insiden ini pelajaran berharga tentang pentingnya kesiapan dan kehati-hatian dalam setiap petualangan mendaki gunung.

You might also like