Bea Keluar Ekspor Ancam Kinerja Emiten Emas?

JAKARTA. Pemerintah berencana memberlakukan bea keluar ekspor emas mulai tahun 2026, sebuah kebijakan yang berpotensi menghambat laju pertumbuhan kinerja emiten produsen emas di Tanah Air. Dampak ini diperkirakan akan sangat terasa, terutama bagi perusahaan yang memiliki portofolio penjualan ekspor yang signifikan.

Menurut Nafan Aji Gusta, Senior Market Analyst di Mirae Asset Sekuritas, penetapan bea keluar ekspor ini akan menjadi hambatan signifikan bagi para emiten emas untuk mengoptimalkan pendapatan mereka dari ekspor. Ironisnya, wacana kebijakan ini muncul di tengah tren kenaikan harga emas global, yang seharusnya menjadi momentum emas bagi para produsen.

Ia menegaskan, “Kebijakan tersebut dapat membuat pertumbuhan kinerja emiten emas kurang optimal,” sebagaimana disampaikannya pada Selasa (8/7).

Namun, di balik potensi tantangan tersebut, ada pula sisi positif yang dapat dipetik. Kebijakan bea keluar ekspor ini berpotensi mempercepat agenda hilirisasi komoditas emas di Indonesia, mendorong industri untuk lebih banyak mengolah bahan mentah di dalam negeri.

Dengan demikian, terbuka peluang bagi lebih banyak emiten untuk merambah bisnis pengolahan produk berbasis emas, mulai dari logam mulia hingga berbagai derivatif lainnya. Percepatan hilirisasi ini juga didukung oleh semakin kokohnya ekosistem bullion bank atau bank emas di Indonesia, yang memfasilitasi perdagangan dan penyimpanan emas.

Menyikapi dinamika pasar ini, Nafan Aji Gusta turut memberikan rekomendasi saham di sektor emas. Ia merekomendasikan akumulasi beli untuk saham PT Bumi Resources Minerals (BUMI) dengan level support di Rp 392 dan Rp 364 per saham, serta target harga di rentang Rp 420 hingga Rp 745 per saham.

Sementara itu, saham PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) juga masuk dalam daftar rekomendasi akumulasi beli, dengan level support di Rp 1.845 dan Rp 1.690 per saham, serta target harga antara Rp 2.100 hingga Rp 3.790 per saham.

  BUMI Chart by TradingView

You might also like