
HargaPer.com – Murah &Terbaik JAKARTA. Pasar kripto kembali diterpa badai volatilitas pada akhir pekan ini. Gejolak signifikan terlihat dari total likuidasi posisi perdagangan yang melonjak drastis, menembus angka US$ 1,13 miliar atau setara dengan sekitar Rp 19 triliun dalam 24 jam terakhir. Mayoritas dari angka fantastis ini berasal dari posisi long, mengindikasikan tekanan jual yang kuat di kalangan investor.
Menurut data CoinGlass, Ethereum (ETH) dan Bitcoin (BTC) menjadi kontributor terbesar dalam gelombang likuidasi ini. Posisi Ethereum menanggung kerugian likuidasi senilai US$365 juta, sementara Bitcoin tidak jauh berbeda dengan US$262 juta. Angka ini secara jelas menggambarkan betapa dominannya kedua aset kripto terbesar ini dalam pergerakan pasar secara keseluruhan.
Imbas dari guncangan ini sangat terasa pada harga aset kripto utama. Harga BTC terkoreksi 2% dan melorot di bawah level US$109.400, sementara ETH juga tertekan, turun hingga ke US$3.900. Gelombang tekanan jual tak hanya menerjang aset besar, tetapi juga menghantam altcoin utama: Dogecoin (DOGE) anjlok lebih dari 4%, XRP melemah 4%, dan Solana (SOL) turut jatuh 5%. Akibatnya, kapitalisasi pasar kripto secara agregat menyusut hampir 3%, kini berada di angka US$3,7 triliun.
Penurunan drastis ini, yang menyebabkan kapitalisasi pasar kripto anjlok US$160 miliar, sebagian besar disinyalir dipicu oleh memanasnya ketegangan geopolitik, terutama perang Israel-Iran. Di tengah ketidakpastian ini, para pakar mulai angkat bicara untuk menenangkan pasar dan memberikan pandangan strategis bagi investor.
Wakil Presiden Indodax, Antony Kusuma, menawarkan perspektif berbeda. Ia menilai bahwa di balik volatilitas pasar yang ekstrem, masih ada peluang yang signifikan bagi investor berorientasi jangka panjang. Menurut Antony, gelombang likuidasi besar-besaran ini bukan semata-mata cerminan risiko, melainkan juga sebuah pintu gerbang untuk akumulasi aset pada harga yang lebih rendah, sebuah strategi yang seringkali menguntungkan dalam jangka waktu panjang.
Keyakinan Antony didukung oleh data on-chain yang menunjukkan tren positif. Cadangan Bitcoin (BTC) di bursa-bursa kripto tercatat menurun hingga 2,4 juta unit. Penurunan ini sering diinterpretasikan sebagai indikator kuat bahwa kepercayaan investor jangka panjang tetap kokoh, karena mereka memilih untuk menyimpan aset di dompet pribadi daripada di bursa yang rentan terhadap volatilitas jangka pendek.
Lebih lanjut, Antony Kusuma menjelaskan bahwa koreksi harga yang terjadi pasca-pemangkasan suku bunga Federal Reserve adalah sebuah fase yang normal dan sehat menuju konsolidasi pasar. Untuk menavigasi kondisi ini, ia menekankan pentingnya disiplin dalam pengelolaan risiko, selalu memantau data on-chain untuk insight pasar, serta melakukan diversifikasi portofolio guna meminimalkan eksposur terhadap satu jenis aset.
Isu mengenai “September Effect” memang sempat membayangi pasar kripto, namun Antony menyarankan agar investor tidak perlu panik berlebihan. Ia melihat peluang jangka menengah masih sangat terbuka lebar, dengan potensi harga BTC dapat mencapai US$125.000 jika sentimen institusional kembali menguat secara signifikan. Untuk menghadapi fluktuasi pasar saat ini, Antony merekomendasikan strategi beli bertahap atau dollar cost averaging (DCA) sebagai pendekatan yang paling relevan dan bijak.
“Volatilitas bukan hanya ancaman, melainkan juga kesempatan bagi investor jangka panjang untuk memperkuat posisi,” tegas Antony dalam siaran persnya pada Minggu (28/9/2025). Pernyataannya menjadi pengingat penting bahwa di setiap gejolak pasar, selalu ada celah bagi mereka yang jeli dan sabar untuk meraih keuntungan di masa depan.