
HargaPer.com – Murah &Terbaik – JAKARTA. PT Indocement Tunggal Prakarsa (INTP) diproyeksikan akan menghadapi serangkaian tantangan signifikan pada semester II–2025, meskipun perseroan telah menunjukkan peningkatan profitabilitas di periode sebelumnya.
Pada semester I-2025, INTP mencatatkan pendapatan sebesar Rp 8,03 triliun, menurun 1,13% secara tahunan (YoY). Namun, di sisi profitabilitas, INTP berhasil membukukan laba bersih Rp 494,75 miliar, melonjak 13,81% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Peningkatan kinerja ini terlihat jelas di Kuartal II-2025, di mana margin kotor perusahaan meningkat pesat menjadi 30,1% dari 28,2% pada Kuartal I-2025.
Solusi Bangun (SMCB) Kebut Pembangunan Dermaga di Tuban
Peningkatan profitabilitas ini tak lepas dari upaya INTP dalam mengimplementasikan pengendalian biaya yang disiplin serta efisiensi operasional yang cermat. Biaya Pokok Penjualan (HPP) per ton berhasil ditekan 4,3% secara triwulanan menjadi Rp 626.000 per ton. Penurunan HPP ini utamanya didorong oleh efisiensi biaya bahan baku vital seperti gipsum, batu kapur, dan pasir silika, yang menyumbang sekitar 80% dari total penurunan HPP.
Richard Jonathan Halim, Analis Ciptadana Sekuritas Asia, menyoroti bahwa manajemen INTP secara konsisten memprioritaskan profitabilitas di atas pangsa pasar, yang saat ini berada di angka 29,3%, sambil tetap menjaga disiplin penetapan harga yang ketat. Strategi merek “perebutan pangsa pasar” yang kompetitif juga tetap dipertahankan, berkontribusi sekitar 20%–25% dari total penjualan INTP di Semester I-2025.
“Peningkatan efisiensi lebih lanjut diharapkan terjadi seiring pabrik Grobogan yang saat ini tengah meningkatkan kapasitas umpan biomassanya dari 10 ton per jam menjadi 40 ton per jam, dan siap beroperasi penuh pada kuartal keempat 2025,” ungkap Richard dalam risetnya pada 1 Agustus 2025.
Begini Strategi Indocement Tunggal Prakarsa (INTP) Pertahankan Pangsa Pasar 29,6%
Namun, di tengah optimisme tersebut, Managing Director Research Samuel Sekuritas Indonesia, Harry Su, menggarisbawahi tantangan utama yang dihadapi INTP di semester II–2025 adalah tren penurunan permintaan semen di pasar domestik Indonesia. Kondisi ini dipicu oleh melemahnya daya beli masyarakat, pertumbuhan ekonomi yang stagnan, serta peningkatan angka pengangguran. Selain itu, fluktuasi nilai tukar rupiah yang cenderung melemah dan suku bunga yang masih berada di level tinggi turut menambah tekanan bagi industri.
Harry merinci bahwa permintaan semen secara kumulatif hingga Juni 2025 menunjukkan penurunan 2,9% YoY di Pulau Jawa dan 3,2% YoY di luar Pulau Jawa. “Tercatat bahwa permintaan semen YTD Juni 2025 di Pulau Jawa masih turun -2,9% YoY dan di luar Pulau Jawa turun -3,2% YoY,” jelas Harry kepada Kontan pada Senin (4/8/2025).
Aqil Triyadi, Analis Panin Sekuritas, dalam risetnya pada 9 Juli 2025, turut menyoroti estimasi dari Asosiasi Semen Indonesia (ASI) yang memproyeksikan kondisi oversupply semen akan terus berlanjut hingga tahun 2030. Situasi ini diperparah oleh persaingan harga yang ketat, terutama dari semen asal China yang masih gencar menurunkan harga per Juni 2025, meskipun para pemimpin pasar seperti PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) dan INTP berupaya menaikkan harga pada beberapa produk.
Kemenperin Tinjau Penerapan Industri Hijau di Pabrik Semen Indonesia
Meskipun demikian, Harry Su melihat adanya beberapa sentimen positif yang berpotensi menstimulus permintaan semen di Indonesia. Pertama, kebijakan diskon PPN 100% diharapkan mampu mendorong permintaan properti, yang akan menjadi katalis positif untuk segmen bag cement dengan margin profitabilitas yang lebih tinggi dibandingkan bulk cement. Kedua, ekspektasi penurunan suku bunga di masa depan diharapkan dapat menguatkan daya beli masyarakat, terutama dalam sektor pembangunan properti. Ketiga, tren penurunan harga batu bara diyakini akan membawa margin keuntungan yang lebih tinggi bagi produsen semen, mengingat kontribusi energi terhadap beban pokok pendapatan mencapai sekitar 70%.
Senada, Aqil Triyadi menilai bahwa semester II–2025 kemungkinan akan menyaksikan sedikit perbaikan dalam penjualan semen domestik, yang mayoritas didorong oleh siklus aktivitas konstruksi. Perusahaan semen juga menaruh harapan besar pada dukungan kebijakan pemerintah, seperti program 3 juta rumah, pembangunan sekolah rakyat, dan proyek infrastruktur lainnya, agar dapat menjadi stimulus signifikan bagi industri semen.
Ismail Fakhri, Analis BRI Danareksa Sekuritas, dalam risetnya pada 14 Juli 2025, menyoroti upaya efisiensi biaya yang dilakukan INTP melalui peningkatan penggunaan bahan bakar alternatif. Langkah ini diyakini dapat lebih jauh meningkatkan efisiensi biaya listrik secara keseluruhan. Potensi ini sangat signifikan, mengingat total biaya listrik/batubara mencapai sekitar 33% atau 17%–21% dari total pendapatan perusahaan. Ismail juga menambahkan bahwa profil profitabilitas INTP tampak relatif lebih baik dibandingkan SMGR, sebagaimana diukur melalui ROIC (Return on Invested Capital) dibandingkan WACC (Weighted Average Cost of Capital), menandakan penerapan neraca yang lebih sehat di tengah prospek pertumbuhan volume yang kurang menarik.
Optimalkan Ekspor Semen, Solusi Bangun (SMCB) Kebut Pembangunan Dermaga di Tuban
Para analis memberikan rekomendasi beragam untuk saham INTP. Ciptadana Sekuritas memproyeksikan pendapatan INTP pada tahun 2025 sebesar Rp 18,65 triliun dan laba bersih Rp 1,87 triliun, dengan Richard merekomendasikan beli INTP dengan target harga Rp 6.100 per saham. Harry Su dari Samuel Sekuritas juga merekomendasikan beli dengan target harga yang lebih tinggi, Rp 7.700 per saham. Sementara itu, Aqil Triyadi dari Panin Sekuritas merekomendasikan hold INTP dengan target harga Rp 5.500 per saham. Adapun, Ismail Fakhri dari BRI Danareksa Sekuritas merekomendasikan beli dengan target harga Rp 6.200 per saham.