HargaPer.com – Murah & Terbaik, JAKARTA — Saham-saham lapis kedua menunjukkan taringnya, menjadi penopang utama penguatan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hingga penghujung tahun. Analis bahkan memprediksi bahwa potensi pertumbuhan saham-saham menjanjikan ini masih sangat besar hingga tahun 2026.
Reza Diofanda, Technical Analyst BRI Danareksa Sekuritas, mengungkapkan bahwa prospek saham lapis kedua pada tahun 2026 tetap cerah. Walaupun setelah mengalami reli yang kuat dalam dua tahun terakhir, pasar diperkirakan akan menjadi lebih selektif. Namun, ia menekankan bahwa peluang penguatan saham-saham ini akan lebih didasarkan pada fundamental yang kuat.
“Kenaikan yang terjadi sebelumnya telah memilah emiten mana yang benar-benar memiliki fundamental yang solid dan mana yang hanya ikut-ikutan momentum,” jelas Reza pada hari Selasa (2/12/2025).
: Window Dressing dan Saham Big Caps Berpotensi Dorong IHSG Tembus 8.900
Lebih lanjut, Reza mengidentifikasi beberapa faktor yang membuat saham lapis kedua tetap menarik untuk dilirik tahun depan. Pertama, adanya rotasi sektoral. Jika saham-saham big caps bergerak terbatas karena valuasi yang relatif sudah tinggi, investor berpotensi mengalihkan perhatian ke emiten dengan kapitalisasi pasar menengah.
Faktor penting lainnya adalah penguatan ekonomi domestik. Reza menjelaskan bahwa emiten mid-cap di sektor konsumsi, energi, dan jasa pendukung komoditas berpeluang besar untuk meraup keuntungan dari permintaan domestik yang solid dan aktivitas industri yang stabil.
: : 10 Top Gainers saat IHSG Tembus ATH 8.617, Saham BOAT, FPNI hingga VKTR Melonjak
Faktor terakhir yang tak kalah penting adalah peluang masuk ke indeks global seperti MSCI dan FTSE. Menurut Reza, sejumlah saham lapis kedua sudah mulai mendekati persyaratan kapitalisasi pasar, likuiditas, serta free float yang menjadi acuan bagi penyedia indeks global.
“Potensi mereka untuk masuk ke MSCI Small Cap, MSCI Standard, atau FTSE Global Equity Index Series dapat menjadi katalis positif,” imbuh Reza.
Ia menambahkan, bahwa jika sebuah saham berhasil masuk ke indeks tersebut, aliran dana pasif dari manajer investasi global seringkali memicu re-rating harga saham. Hal ini akan semakin memperbesar peluang penguatan saham-saham tersebut, terutama bagi emiten dengan kapitalisasi pasar antara Rp5 triliun hingga Rp10 triliun yang selama ini berada di zona ambang batas.
Sebagai informasi tambahan, sejumlah saham lapis kedua mencatatkan penguatan harga yang signifikan hingga akhir tahun ini. Salah satu contohnya adalah PT Sinergi Inti Andalan Prima Tbk. (INET).
Saham INET tercatat melonjak sebesar 1.020,69% sejak awal tahun. Pergerakan saham INET berada dalam rentang Rp57—Rp745 per saham sejak awal tahun.
Demikian pula dengan saham PT Cakra Buana Resources Energi Tbk. (CBRE), yang terafiliasi dengan Happy Hapsoro, yang harganya meningkat tajam sebesar 5.426% sejak awal tahun. Saham CBRE diperdagangkan pada rentang Rp18-Rp2.000 per saham sepanjang tahun ini.
Selanjutnya, saham PT Indika Energy Tbk. (INDY), yang juga merupakan anggota indeks SMC Liquid, naik 32,11% sepanjang tahun ini. Saham INDY saat ini ditutup pada level Rp1.975 per saham.
Sebelumnya, Direktur Utama Indika Energy, Azis Armand, menyampaikan bahwa perkembangan harga emas secara year to date (YTD) memberikan dampak positif bagi INDY. Azis juga mengamati bahwa dinamika perkembangan harga saham INDY tahun ini seringkali dikaitkan dengan peningkatan harga emas yang sangat positif dalam beberapa bulan terakhir.
“Perkembangan harga saham INDY tahun ini dinamikanya seringkali dikaitkan peningkatan harga emas yang beberapa bulan terakhir sangat positif,” ujar Azis, dalam paparan publik INDY, di Jakarta, Kamis (27/11/2025).
Dia melanjutkan bahwa harga emas dalam beberapa minggu terakhir berada pada kisaran US$4.000. Menurutnya, optimisme ini harus disikapi dengan hati-hati.
“Rencana produksi harus selalu direncanakan, bukan hanya dari sisi timing atau waktunya, tetapi juga dari sisi biaya,” tutur Azis.
_______
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.