
HargaPer.com – Murah &Terbaik JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan selama dua hari berturut-turut, menandakan tekanan yang melanda pasar modal Indonesia.
Pada penutupan perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) Rabu, 15 Oktober, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat melemah 0,19% menjadi 8.051,17. Penurunan ini melanjutkan tren koreksi yang terjadi sehari sebelumnya, Selasa, 14 Oktober, di mana IHSG tergelincir lebih dalam sebesar 1,95% ke level 8.066,52. Dua hari berturut-turut ini mengindikasikan sentimen negatif yang kuat tengah menyelimuti pasar.
Menurut Analis Panin Sekuritas, Cliff Nathaniel, anjloknya IHSG pada hari sebelumnya sebagian besar dipicu oleh kekhawatiran pasar yang kian memuncak terkait eskalasi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China. Ketegangan global ini makin memanas setelah Tiongkok menyatakan kesiapannya untuk “bertarung hingga akhir” apabila AS bersikeras melanjutkan konfrontasi dagang tersebut.
Pernyataan tersebut diperkuat oleh langkah konkret Tiongkok yang mulai memberlakukan pungutan biaya pelabuhan khusus terhadap kapal-kapal yang dimiliki, dioperasikan, atau dibangun di Amerika Serikat, ungkap Cliff kepada Kontan pada Rabu (15/10). Ini menjadi indikasi jelas respons balasan dari Negeri Tirai Bambu terhadap tekanan dagang yang diberikan Washington.
Selain faktor eksternal perang dagang, sentimen negatif juga datang dari dalam negeri. Kebijakan Bursa Efek Indonesia (BEI) yang sedang merancang penyesuaian ketentuan minimum free float turut menjadi pemberat bagi Indeks Harga Saham Gabungan. Langkah ini berpotensi menekan saham-saham konglomerasi yang umumnya memiliki tingkat free float rendah, sehingga memperparah tekanan pada pergerakan IHSG secara keseluruhan.
Memasuki perdagangan hari ini, sentimen pasar tidak banyak berubah. Kekhawatiran akan berlanjutnya eskalasi tensi dagang masih mendominasi, membuat investor cenderung bersikap wait and see, menanti perkembangan lebih lanjut dari konflik global ini.
Ditambah lagi, ketegangan semakin diperuncit dengan ancaman Presiden AS Donald Trump untuk memberlakukan embargo pada produk minyak masak Tiongkok atau bahkan larangan perdagangan secara menyeluruh. Ancaman ini muncul menyusul kegagalan Tiongkok dalam membeli kedelai dari AS selama beberapa bulan terakhir, meskipun sebelumnya Tiongkok merupakan salah satu importir utama komoditas tersebut dari Amerika Serikat.
Namun, di tengah gelombang kekhawatiran tersebut, secercah harapan muncul dari pernyataan Ketua Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell. Ia memberikan sinyal positif mengenai kemungkinan pemangkasan suku bunga pada pertemuan The Fed bulan ini, memberikan sedikit “angin segar” bagi pasar yang tengah lesu.
Mengingat kondisi pasar yang penuh ketidakpastian ini, Cliff Nathaniel menyarankan agar para investor memperketat manajemen keuangan mereka. Ia menekankan pentingnya untuk kembali berfokus pada prospek jangka panjang (story) serta fundamental yang kuat dari emiten-emiten yang terdapat dalam portofolio investasi.
Saran tersebut diberikan mengingat semakin meningkatnya ketidakpastian akibat tensi dagang global, melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, serta potensi koreksi IHSG setelah mengalami kenaikan yang cukup signifikan dalam beberapa bulan terakhir. Kondisi ini menuntut kehati-hatian dan strategi investasi yang lebih matang dari para pelaku pasar.