Utang Kereta Cepat Whoosh Menggunung, DPR Bereaksi Keras!

BADAN Pengelola Investasi Danantara telah mengambil langkah strategis dengan memasuki fase penyelesaian masalah proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh. Langkah ini diambil bersama PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau PT KAI guna mencari solusi atas beban utang masif yang kini membelit Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).

Chief Operating Officer (COO) Danantara, Dony Oskaria, mengonfirmasi proses ini di Jakarta pada Jumat, 22 Agustus 2025. “Sedang kami lakukan penjajakan,” ujar Dony, sebagaimana dikutip dari Antara. Ia menegaskan bahwa proses penjajakan tersebut sedang berlangsung dan diharapkan dapat segera dituntaskan. “Tentu akan kami bereskan proses itu sebagaimana kemarin kan juga Direktur Utama PT KAI juga sudah menyampaikan di DPR, ya,” tambahnya, menunjukkan komitmen terhadap penyelesaian masalah ini.

Sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN), KCJB kini menjadi sorotan tajam, terutama akibat beban finansial berat yang harus ditanggung PT KAI. Total biaya proyek ambisius ini telah membengkak hingga mencapai 7,27 miliar dolar AS atau setara dengan sekitar Rp 118,9 triliun. Angka fantastis ini sudah termasuk pembengkakan biaya (cost overrun) sebesar 1,2 miliar dolar AS, yang semakin menambah pelik permasalahan.

Menyikapi kondisi tersebut, Direktur Utama PT KAI Bobby Rasyidin telah mengusulkan restrukturisasi proyek Whoosh. Dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR RI yang membidangi perdagangan dan BUMN, di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Rabu, 20 Agustus 2025, Bobby secara blak-blakan menyebut permasalahan KCIC sebagai “bom waktu”. “Kami dalami juga masalah KCIC, memang ini bom waktu. Kami akan koordinasi dengan Danantara untuk penyelesaian KCIC ini, selanjutnya untuk perbaikan dan restrukturisasi dari portofolio-portofolio yang ada,” tegas Bobby.

Tanggapan DPR terkait Utang Kereta Cepat Whoosh

Isu utang Kereta Cepat Whoosh ini pun tak luput dari perhatian serius anggota DPR. Anggota Komisi VI DPR, Darmadi Durianto, menyoroti beban finansial yang kian membesar dalam dua tahun terakhir, khususnya bagi PT KAI yang kini juga harus menanggung proyek kereta cepat. “Itu kalau dihitung 2025 itu bisa beban keuangan dan dari kerugian KCIC bisa capai Rp 4 triliun lebih. Dari beban KCIC sendiri sudah Rp 950 miliar dikalikan dua sudah Rp 4 triliun lebih,” jelas Darmadi, menggarisbawahi urgensi masalah ini.

Sementara itu, politikus PDIP Mufti Anam menyarankan agar manajemen PT KAI tidak hanya pasif menunggu bantuan dari Danantara. Mufti mendesak Direktur Utama PT KAI untuk segera mengambil langkah konkret dalam melunasi utang KCIC, agar persoalan ini dapat ditangani secara mandiri. “Kami minta roadmap kereta Whoosh, bapak harus menguasai itu kalau tidak utang yang menjadi beban KAI akan besar. Kalau hanya mengandalkan Danantara untuk menyelesaikan utang ini, juga tidak baik karena ini kan akibat salah kebijakan, kemudian menjadi utang,” ujarnya, menuntut transparansi dan strategi jangka panjang.

Senada dengan rekan-rekannya, Ketua Komisi VI DPR Anggia Ermarini juga mengakui kinerja PT KAI sejatinya cukup baik. Namun, ia menyayangkan bagaimana masalah utang Whoosh kini justru berdampak negatif pada laporan keuangan perusahaan plat merah tersebut. “Kereta Api sebenarnya tinggi, bisa laba, tapi karena punya Whoosh, jadinya defisit,” pungkas Anggia, menggambarkan dilema yang dihadapi PT KAI.

Dandi Bajuddin berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan Editor: Mengapa Proyek Kereta Cepat Whoosh Rugi Melulu

You might also like