IHSG Berpotensi Rekor! Analis Ungkap Sentimen Pendorongnya

JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih menghadapi tantangan signifikan untuk menembus level penutupan 8.000. Meski begitu, indeks acuan ini sempat mencetak rekor tertinggi sepanjang masa (all-time high atau ATH) di 7.943,82 pada perdagangan Rabu (20/8/2025).

Oktavianus Audi, VP Equity Retail Kiwoom Sekuritas Indonesia, memproyeksikan bahwa pencapaian ATH baru bagi IHSG di atas 8.000 memerlukan pendorong kuat. Salah satu faktor krusial adalah kemampuan untuk menarik lebih banyak dana asing masuk ke pasar modal Indonesia.

Menurut Oktavianus, kepastian pelonggaran kebijakan moneter oleh The Federal Reserve (The Fed) menjadi kunci. Pasar memperkirakan Federal Funds Rate (FFR) akan dipangkas sebesar 25 basis poin pada pertemuan September 2025, yang diharapkan dapat memicu inflow atau aliran dana asing ke IHSG, demikian jelasnya pada Selasa (26/8/2025).

Baca Juga: IHSG Dibuka Menguat ke 7.943 Jelang Rebalancing Indeks MSCI, Saham DSSA-BREN Cuan

Oktavianus menambahkan, kesinambungan aliran dana asing ke pasar saham Indonesia sangat bergantung pada stabilitas nilai tukar rupiah dan terjaganya pertumbuhan ekonomi. Namun, skenario positif ini bisa terhambat jika investor, meskipun The Fed memangkas suku bunga, tetap memilih instrumen aset safe-havens atau aset non-yield yang menawarkan risiko lebih rendah.

Secara bulanan, inflow dana asing telah mencapai Rp7,93 triliun, dengan sebagian besar terfokus pada saham-saham bank jumbo (big bank). Jika tren ini konsisten, Oktavianus memproyeksikan total inflow hingga Desember dapat mencapai kisaran Rp20-Rp30 triliun dalam empat bulan ke depan.

Baca Juga: IHSG Berpotensi Lanjut Menguat Hari Ini, Cermati Saham BREN, RATU hingga SCMA

Meskipun ada proyeksi peningkatan inflow, secara year-to-date (YTD), aliran dana asing ke pasar saham Indonesia masih menunjukkan angka negatif. Oktavianus menyoroti beberapa saham bank jumbo yang mengalami net sell signifikan dari investor asing sejak awal tahun, seperti BBCA (Rp17,6 triliun), BMRI (Rp12,6 triliun), BBNI (Rp3,4 triliun), dan BBRI (Rp1,5 triliun).

Dengan demikian, pendorong kedua bagi laju IHSG adalah pemulihan kinerja emiten bank pada kuartal III. Emiten perbankan diharapkan dapat mengoptimalkan momentum penurunan suku bunga acuan menjadi 5% pada Agustus ini.

“Jika terjadi pemulihan pada bank jumbo saja, potensi dorongan terhadap IHSG dapat melampaui nilai net sell asing yang telah terjadi sebelumnya,” jelas Oktavianus.

Pada kuartal II/2025, mayoritas bank jumbo memang mencatat kinerja yang kurang memuaskan. Sebagai contoh, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) melaporkan koreksi laba bersih sebesar 5,58% secara year-on-year (YoY) menjadi Rp10,09 triliun. Demikian pula, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) mengalami penurunan laba bersih 11,53% YoY menjadi Rp26,28 triliun.

Pendorong ketiga untuk IHSG, lanjut Oktavianus, adalah harapan akan berkurangnya tekanan eksternal. Perjanjian AS dan China pada 13 Agustus lalu untuk memperpanjang gencatan tarif selama 90 hari menjadi salah satu indikator positif yang mengurangi ketegangan global.

Perkembangan pasar saat ini dinilai Oktavianus menciptakan sentimen positif, terutama bagi emiten cyclical atau rate-sensitive di sektor-sektor seperti keuangan, properti, teknologi, dan industri.

Dalam kesempatan ini, Oktavianus merekomendasikan sejumlah saham untuk dibeli (buy), antara lain BMRI dengan target harga Rp6.300, BBRI (target Rp4.360), TLKM (target Rp3.240), dan ICBP (target Rp11.500).

Sementara itu, Nafan Aji Gusta, Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, mengemukakan bahwa secara teknikal, IHSG masih berada dalam fase konsolidasi bullish dan bergerak di area expanding diagonal. Indikator teknikal seperti Stochastics K/D dan RSI menunjukkan sinyal positif, yang didukung oleh peningkatan volume perdagangan.

Dari sisi sentimen, Nafan menyoroti antisipasi investor terhadap perilisan data Personal Consumption Expenditures (PCE) Amerika Serikat yang dijadwalkan pada Jumat nanti.

Menurutnya, data PCE ini sangat krusial dalam menentukan arah kebijakan moneter The Fed. Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) telah memberi sinyal bahwa siklus penurunan suku bunga akan berlanjut, memberikan “angin segar” bagi sektor-sektor yang sensitif terhadap suku bunga, seperti perbankan dan properti.

Pada sesi I perdagangan hari ini, IHSG berhasil menguat 0,18% atau 14,03 poin, mencapai level 7.940,94. Riset dari Phintraco Sekuritas menjelaskan, secara teknikal, indikator MACD menunjukkan histogram yang mulai melandai, selaras dengan pergerakan Stochastic RSI yang cenderung datar di area pivot.

“Dengan kondisi teknikal tersebut, kami memperkirakan IHSG berpotensi melanjutkan pergerakan sideways dalam rentang 7.900–7.975 pada sesi kedua perdagangan hari ini,” demikian isi riset tersebut.

Disclaimer: Artikel ini disajikan sebagai informasi dan tidak bertujuan untuk mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya berada pada tanggung jawab pembaca. Kami tidak bertanggung jawab atas segala kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi yang diambil pembaca.

You might also like