
Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka mengukuhkan komitmen Indonesia terhadap potensi maritimnya melalui serangkaian kunjungan kerja di Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau, pada Rabu, 10 September 2025. Puncak kunjungan tersebut adalah partisipasinya dalam panen perdana lobster di Modeling Budidaya Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) Batam, sebuah inisiatif vital yang dikelola oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan di Pulau Setokok, Kecamatan Bulang. Acara ini menandai langkah signifikan dalam pengembangan budidaya laut nasional.
Dalam kesempatan penting ini, Wakil Presiden Gibran didampingi oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono dan Ketua Komisi VI DPR RI Siti Hediati Hariyadi. Dalam sambutannya, Gibran menyoroti keberhasilan program budidaya yang baru diresmikan tahun lalu namun kini telah menunjukkan hasil yang menjanjikan. Beliau menggarisbawahi potensi ini sebagai “peluang ekonomi biru” yang luas dan dapat direplikasi di berbagai daerah lain di Indonesia. Lebih lanjut, Gibran menekankan pentingnya pelibatan generasi muda, menyatakan, “Ada mahasiswa juga di sini, semoga kegiatan ini bisa melibatkan anak muda,” sebuah harapan untuk regenerasi pelaku sektor kelautan.
Menyoroti tantangan yang ada, Gibran juga mendesak finalisasi peraturan presiden mengenai penyelundupan untuk menutup celah kebocoran yang merugikan negara. “Ini Perpres terkait penyelundupan segera didorong dan difinalkan, jadi ke depannya tidak ada lagi kebocoran-kebocoran,” tegasnya, menegaskan komitmen pemerintah dalam menjaga kekayaan laut. Ia menambahkan bahwa potensi ekonomi biru Indonesia sungguh luar biasa, tidak terbatas pada lobster saja, melainkan mencakup beragam komoditas bernilai tinggi seperti ikan napoleon, bawal bintang, dan kerapu macan. “Ini harus ditingkatkan sesuai perintah Pak Presiden,” pungkasnya, menunjukkan arahan strategis dari pimpinan negara.
Senada dengan Wakil Presiden, Ketua Komisi VI DPR RI Siti Hediati Hariyadi, yang akrab disapa Titiek, menyoroti isu krusial penyelundupan benih bening lobster (BBL). Beliau mengungkapkan keprihatinan bahwa selama ini BBL kerap diekspor secara resmi maupun diselundupkan, tanpa memberikan nilai tambah signifikan bagi Indonesia. “Sekarang bisa dibudidayakan sendiri,” ujarnya, menandai perubahan paradigma yang memungkinkan Indonesia mengoptimalkan sumber daya lautnya. Dengan adanya fasilitas budidaya ini, Titiek berharap praktik ilegal tersebut dapat dihentikan, mengingat kemampuan Indonesia untuk membesarkan sendiri lobster. “Kami juga mendorong KKP menjalin kerja sama luar negeri supaya pembesaran BBL bisa dilakukan di Indonesia,” tambahnya, menyerukan kolaborasi internasional untuk penguatan sektor ini.
Sementara itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengemukakan bahwa potensi budidaya ini memiliki skala global yang luar biasa. Meski demikian, ia mengakui bahwa keterlibatan Indonesia dalam pasar ekonomi biru masih tergolong minim. “Pasar seafood dunia itu tidak kurang dari US$404 miliar, Indonesia baru ekspor US$5 miliar. Ini masih sangat kecil sekali, padahal potensinya besar,” jelas Trenggono, menggarisbawahi urgensi peningkatan kontribusi Indonesia dalam pasar global seafood.
Baca Juga: Problem Klaim Tingkat Pengangguran Terendah Prabowo