Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengumumkan bahwa pendanaan signifikan untuk Koperasi Desa Merah Putih dapat dialokasikan dari dana kas pemerintah yang ditempatkan pada Bank Himbara. Namun, Purbaya menegaskan bahwa pencairan dana tersebut akan dilakukan secara ketat berbasis program. “Jadi begitu programnya siap, langsung bisa cair uangnya,” jelas Purbaya di Kementerian Keuangan pada Jumat, 24 Oktober 2025, menekankan prinsip akuntabilitas dalam penyaluran dana.
Lebih lanjut, mekanisme penyaluran kredit oleh Bank Himbara kepada Kopdes Merah Putih akan mengikuti kaidah perbankan konvensional, termasuk dalam penentuan tenor dan suku bunga. Pemerintah sendiri, menurut Menkeu, akan memperoleh bunga kredit sebesar 2 persen dari perbankan yang telah menerima penempatan kas negara senilai Rp 200 triliun. Selain injeksi likuiditas awal tersebut, pemerintah juga telah menyiapkan tambahan suntikan dana Rp 16 triliun khusus untuk mendukung program Koperasi Desa Merah Putih. Alokasi dana ini diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 63 Tahun 2025, yang mengatur penggunaan Saldo Anggaran Lebih (SAL) Tahun Anggaran 2025 untuk mendukung bank-bank penyalur pinjaman kepada koperasi desa atau kelurahan.
Purbaya mengonfirmasi telah menandatangani surat terkait pinjaman Himbara ke Koperasi Merah Putih, yang ketersediaannya kini mencapai Rp 216 triliun jika digabungkan dengan alokasi sebelumnya. Jumlah fantastis ini, jelasnya, juga akan dijamin oleh dana desa, sebuah skema yang menimbulkan perdebatan di kalangan ekonom. “Pada dasarnya bukan Rp 16 triliun sekarang, tapi sudah Rp 216 triliun. Kalau mereka (kopdes) mau pakai boleh. Kira-kira begitu,” ungkap Purbaya, menunjukkan besarnya potensi pembiayaan.
Menanggapi rencana ini, Ekonom Center of Economics and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menyerukan kehati-hatian ekstra dalam pengelolaan aliran dana besar tersebut. “Harus benar-benar berhati-hati dalam pemanfaatannya,” ujar Nailul, dikutip dari Antara pada Sabtu, 25 Oktober 2025, menyoroti potensi risiko yang mengintai di balik proyek ambisius ini.
Berdasarkan kajian Celios, Nailul mengungkapkan bahwa tingkat risiko gagal bayar utang Koperasi Merah Putih dapat mencapai angka signifikan, yaitu 4-5 persen per tahun. Dengan total pembiayaan yang dialokasikan dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) sebesar Rp 200 triliun dan tambahan Rp 16 triliun dari APBN 2025, jika seluruh Rp 216 triliun tersebut disalurkan, potensi kegagalan bayar bisa menembus Rp 10 triliun. Untuk mitigasi risiko tersebut, Nailul menjelaskan bahwa pemerintah menetapkan skema penjaminan melalui dana desa, namun dengan batasan tertentu.
Namun, skema penjaminan ini justru menjadi sorotan kritis. Nailul Huda mengingatkan bahwa dana desa saat ini sudah menanggung beban yang sangat berat, meliputi anggaran untuk pembangunan infrastruktur, operasional Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), hingga penyaluran bantuan sosial. “Ketika diharuskan menjadi jaminan gagal bayar utang Kopdes Merah Putih, yang terjadi adalah pembangunan di desa akan terhambat,” tegas Nailul. Ia menambahkan, pemerintah harus bertanggung jawab penuh apabila pembangunan dari level paling dasar terhenti dan tingkat kemiskinan justru semakin parah akibat beban tambahan ini.
Pilihan Editor: Penyebab Beras Menumpuk hingga Turun Mutu di Gudang Bulog