
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. PT Chandra Daya Investasi (CDIA), anak usaha dari raksasa petrokimia PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA), telah resmi mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui Penawaran Umum Perdana Saham (IPO) pada Rabu (9/7). Peristiwa ini menandai langkah signifikan CDIA dalam memperkuat posisinya di pasar modal.
Debut CDIA di BEI disambut antusias oleh investor. Harga saham CDIA langsung melonjak signifikan sebesar 34,74% menjadi Rp 256 per saham, jauh di atas harga IPO yang ditetapkan sebesar Rp 190 per saham. Kenaikan drastis ini mencerminkan optimisme pasar terhadap prospek perusahaan.
Dalam gelaran IPO-nya, CDIA menawarkan total 12,48 miliar saham kepada publik, yang merepresentasikan 10% dari total modal ditempatkan dan disetor penuh perusahaan. Dari aksi korporasi ini, CDIA berhasil meraup dana segar sebesar Rp 2,37 triliun, menambah amunisi untuk ekspansi dan pengembangan bisnis.
Senior Analyst Kiwoom Sekuritas, Sukarno Alatas, menyoroti kinerja CDIA yang menjadi daya tarik utama bagi investor. Menurutnya, kombinasi antara kinerja keuangan yang solid, tingkat utang yang rendah, serta sentimen positif yang kuat dari grup Prajogo Pangestu menjadikan CDIA perhatian khusus di kalangan pelaku pasar.
Sukarno memproyeksikan bahwa tren penguatan harga saham CDIA berpotensi berlanjut dalam jangka pendek hingga menengah. Namun demikian, proyeksi ini sangat bergantung pada dua faktor kunci: volume transaksi saham yang tetap tinggi dan tidak adanya aksi distribusi saham berskala besar oleh investor.
Meskipun euforia menyelimuti debut CDIA, Sukarno juga mengingatkan adanya sejumlah risiko yang patut dicermati. Potensi aksi ambil untung (profit taking) menjadi salah satu risiko utama, terutama di tengah euforia pasar. Selain itu, ada kekhawatiran valuasi saham bisa menjadi terlalu mahal apabila harganya terus naik tanpa didukung oleh sentimen positif atau katalis bisnis baru yang kuat.
Lebih lanjut, Sukarno menekankan risiko terkait struktur kepemilikan saham. “Karena struktur kepemilikan publik hanya 10%, saham ini rawan digerakkan secara ekstrem (illiquid rally),” ungkap Sukarno kepada Kontan pada Rabu (9/7), menunjukkan potensi volatilitas yang tinggi akibat rendahnya saham beredar di publik.
Dari segi valuasi, Sukarno memaparkan analisis berdasarkan data kinerja tahun penuh 2024 dan harga IPO Rp 190. CDIA mencatatkan earning per share (EPS) sebesar Rp 3,96 dan book value per share (BVPS) sebesar Rp 116. Data ini menjadi dasar perhitungan valuasi lebih lanjut.
Dengan harga pasar CDIA saat ini di level Rp 256, valuasinya tercatat pada price to earnings ratio (PER) 64,54 kali dan price to book value (PBV) 2,21 kali. Jika angka ini dibandingkan dengan rata-rata PER emiten sejenis yang mencapai 99 kali dan PBV 14,5 kali, Sukarno menilai valuasi CDIA masih tergolong menarik dan menawarkan ruang pertumbuhan.
Terakhir, Sukarno menambahkan bahwa CDIA berpotensi menjadi kontributor sentimen positif bagi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Hal ini didorong oleh rekam jejak sukses IPO dari emiten-emiten grup Prajogo Pangestu lainnya, seperti BREN dan CUAN, yang telah memberikan kepercayaan pada investor. Meskipun demikian, kontribusi CDIA terhadap IHSG diperkirakan terbatas karena kapitalisasi pasarnya yang masih relatif kecil dibandingkan dengan entitas besar seperti BREN.