
Jakarta, IDN Times – Angka fantastis sebesar Rp335 triliun dialokasikan untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) pada tahun 2026, memicu pertanyaan krusial mengenai kapasitas Badan Gizi Nasional (BGN) dalam menyerap dana sebesar itu. Kenaikan anggaran yang mencapai 371,83 persen dari pagu tahun ini, yakni Rp71 triliun, menjadi sorotan utama. Pasalnya, hingga Agustus 2025, realisasi penyerapan anggaran MBG baru menyentuh Rp13 triliun atau hanya 18,3 persen dari total pagu, sebuah kontras yang mencolok.
Menanggapi keraguan publik tersebut, Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Astera Primanto Bhakti, menegaskan bahwa lonjakan anggaran MBG ini akan terus dikaji secara komprehensif. Meskipun akselerasi penyerapan anggaran tahun ini sedang digenjot, ia menekankan bahwa peningkatan alokasi dana pada 2026 tetap vital seiring dengan meluasnya target penerima program makan bergizi. “Evaluasi akan dilakukan, tidak hanya untuk MBG, tapi juga untuk seluruh anggaran kementerian dan lembaga. Kenapa tahun depan anggarannya lebih besar? Karena target dan kebutuhannya juga makin besar,” jelas Astera di Kemenkeu, Jumat (3/10/2025), memberikan gambaran mengenai landasan keputusan tersebut.
Peningkatan signifikan target dan kebutuhan anggaran program MBG pada 2026 tak terlepas dari rencana ekspansi cakupan penerima manfaat yang ambisius. Astera merinci bahwa jumlah sekolah dan siswa yang akan terlibat dalam program pemerintah ini diproyeksikan meningkat drastis dibandingkan tahun sebelumnya. Sebagai ilustrasi, jika tahun ini sekolah penerima manfaat berjumlah 100, angka tersebut dapat melonjak hingga 400 di tahun depan. “Otomatis, kebutuhan dananya juga ikut bertambah. Jadi bukan soal menambah anggaran untuk BGN, tapi karena memang target program MBG-nya yang diperluas,” tegasnya, menjelaskan bahwa esensi dari kenaikan anggaran ini adalah perluasan skala program, bukan semata-mata penambahan dana untuk lembaga pelaksana.
Dengan perluasan program tersebut, optimisme penyerapan anggaran MBG pada 2026 akan jauh lebih optimal pun mengemuka. Astera menyatakan keyakinannya bahwa seiring berjalannya waktu, kapasitas BGN dan instansi terkait akan meningkat secara signifikan, baik dalam aspek administratif maupun operasional pengelolaan program. “Tahun depan, baik dari sisi administrasi maupun pengelolaan di lapangan, kita sudah lebih berpengalaman. Jadi saya yakin proses pencairan anggaran juga akan berjalan lebih cepat dan efisien,” tambahnya, menandaskan bahwa pengalaman tahun sebelumnya menjadi bekal berharga untuk efisiensi di masa mendatang.
Guna mewujudkan optimisme tersebut dan memastikan keberhasilan program Makan Bergizi Gratis, pemerintah telah merumuskan arah kebijakan dan strategi komprehensif yang tercantum dalam Buku Nota Keuangan II. Strategi ini dirancang untuk mengatasi berbagai tantangan dan mengoptimalkan implementasi MBG di lapangan.
Fokus utama dari strategi program MBG ini meliputi:
Penguatan kelembagaan dan tata kelola untuk memastikan struktur yang solid dan mekanisme kerja yang transparan;
Percepatan pembangunan sarana dan prasarana dapur umum sebagai tulang punggung operasional;
Percepatan pencairan MBG melalui simplifikasi dan verifikasi virtual account, guna menghilangkan hambatan birokrasi;
Pelatihan sumber daya manusia (SDM) di Sistem Pengelolaan Pangan dan Gizi (SPPPG) untuk meningkatkan kapasitas pelaksana;
Penguatan logistik dan distribusi, termasuk jejaring pasok pangan yang efisien, distribusi berbasis jadwal/wilayah, serta pemanfaatan aplikasi pemantauan logistik untuk efektivitas penyaluran;
Komunikasi dan partisipasi publik untuk membangun dukungan dan akuntabilitas;
Kemitraan, termasuk kerja sama lintas sektor, demi sinergi yang lebih luas dalam mendukung program MBG.
Di balik ambisi besar pemerintah untuk menghadirkan makanan bergizi gratis bagi jutaan masyarakat Indonesia, terdapat sejumlah tantangan signifikan yang harus diatasi dengan strategi matang dan kerja sama lintas sektor yang erat. Namun, dari tantangan tersebut juga lahir potensi dan peluang besar yang dapat dimanfaatkan.
Salah satu tantangan utama adalah pemerataan distribusi manfaat MBG, khususnya di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T), yang kerap terhambat oleh keterbatasan infrastruktur. Untuk itu, penguatan kolaborasi dengan pelaku usaha lokal, termasuk UMKM, serta partisipasi aktif masyarakat dinilai krusial. Pendekatan ini tidak hanya memastikan program mencapai daerah terpencil, tetapi juga berpotensi mendorong geliat perekonomian daerah.
Selain itu, program MBG juga dipandang memiliki peran strategis dalam menggerakkan perekonomian nasional secara lebih luas, dengan menyerap tenaga kerja lokal dan memperluas lapangan kerja. Namun, keberhasilan program ini sangat bergantung pada peningkatan keahlian sumber daya manusia (SDM) pendukung, terutama dalam pengelolaan dapur, manajemen logistik, serta penyusunan menu bergizi yang tepat sasaran. Investasi dalam peningkatan kapasitas SDM ini menjadi kunci.
Pada akhirnya, pengelolaan keuangan yang profesional dan akuntabel adalah fondasi tak tergantikan agar anggaran besar yang digelontorkan tepat guna dan dapat berkelanjutan. Program Makan Bergizi Gratis ini bukan sekadar inisiatif bantuan pangan semata, melainkan sebuah investasi jangka panjang yang krusial untuk menciptakan generasi Indonesia yang lebih sehat, kuat, dan cerdas, menjamin masa depan bangsa yang lebih baik.