
Kinerja emiten konsumer di Indonesia masih menunjukkan dampak dari lemahnya permintaan domestik. Meskipun demikian, sektor ini diperkirakan akan mendapatkan dorongan signifikan dari peluncuran stimulus 8+4+5 oleh pemerintah, yang diharapkan mampu mengerek performa perusahaan di sisa tahun ini.
Pada kuartal kedua, sebagian besar perusahaan konsumer mencatatkan penurunan performa yang cukup mencolok. Analis BRI Danareksa, Christy Halim dan Sabela Nur Amalina, melaporkan bahwa emiten konsumer dalam cakupan mereka mengalami penurunan pendapatan rata-rata sebesar 2,1% secara tahunan (yoy). Lebih jauh lagi, laba inti juga anjlok tajam hingga 21,7% yoy. Menurut Christy, tekanan ini utamanya disebabkan oleh pemulihan ekonomi pasca-Lebaran yang berjalan lambat serta tingginya biaya bahan baku yang membebani marjin perusahaan.
Namun, sinyal perbaikan marginal mulai terlihat. Christy Halim mencermati adanya peningkatan kinerja pada bulan Juli dan Agustus 2025 jika dibandingkan dengan kondisi kuartal II-2025. Oleh karena itu, kinerja finansial di bulan September 2025 akan menjadi faktor penentu pertumbuhan kuartalan yang krusial bagi keseluruhan sektor konsumer.
Optimisme terhadap prospek sektor konsumer di sisa tahun ini sangat kuat, terutama dengan hadirnya stimulus 8+4+5 dari pemerintah. Program ini dirancang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan konsumsi rumah tangga. Dengan total alokasi dana sebesar Rp 16,23 triliun, stimulus ini diharapkan membawa dampak positif bagi industri konsumsi melalui berbagai intervensi strategis.
Beberapa inisiatif kunci dari stimulus ini mencakup bantuan pangan, seperti distribusi beras, dan program padat karya yang bertujuan menciptakan lapangan kerja. Selain itu, pemerintah juga memperkenalkan program magang berbayar bagi lulusan baru. Christy menilai langkah-langkah ini berpotensi besar untuk langsung menopang pendapatan yang dapat dibelanjakan (disposable income) masyarakat, serta berkontribusi pada penurunan angka pengangguran dan peningkatan daya beli rumah tangga seiring berjalannya waktu.
Dampak positif dari program stimulus ini diprediksi akan mulai terasa paling cepat pada kuartal IV-2025. Namun, keberhasilan dan efektivitasnya sangat bergantung pada proses eksekusi serta penyaluran dana yang tepat dan cepat, memastikan manfaatnya benar-benar sampai ke masyarakat luas.
Di balik prospek yang menjanjikan, terdapat beberapa risiko yang perlu diwaspadai oleh para pelaku pasar. Potensi eksekusi stimulus yang lebih lambat dari jadwal dapat menyebabkan tren konsumsi lemah terus berlanjut. Selain itu, risiko kenaikan harga komoditas lunak (soft commodity) juga menjadi perhatian utama yang bisa menekan profitabilitas emiten konsumer di masa depan.
Meskipun demikian, Analis BRI Danareksa tetap optimistis. Christy Halim memproyeksikan bahwa emiten konsumer dalam cakupan riset mereka dapat mencatatkan pertumbuhan pendapatan rata-rata sebesar 4,8% yoy pada akhir tahun 2025, dengan potensi lonjakan laba bersih hingga 27% yoy.
Berdasarkan analisis tersebut, Christy memberikan peringkat overweight untuk sektor konsumer. Ia merekomendasikan saham PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) dengan target harga Rp 12.000 per saham, didukung oleh kekuatan segmen mi perseroan dan meredanya biaya gandum yang dapat meredam tekanan marjin. Selain itu, saham PT Mayora Indah Tbk (MYOR) juga menarik perhatian dengan rekomendasi beli dan target harga Rp 2.500 per saham, berkat pertumbuhan top line perseroan yang solid.