Cabai Merah Keriting Mahal: Ini Biang Kerok Penyebabnya!

BADAN Pangan Nasional (Bapanas) menyoroti kenaikan signifikan pada harga cabai merah keriting, baik di level produsen maupun konsumen. Fenomena ini, menurut Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi, mencerminkan pola fluktuasi harga tahunan. “Kondisi cabai merah keriting hari ini memang sedang berfluktuasi, mengikuti tren-tren pada tahun sebelumnya,” jelas Arief dalam keterangan tertulisnya pada Rabu, 24 September 2025.

Meskipun demikian, data terkini dari panel harga pangan tingkat konsumen di situs Bapanas, yang dipantau Tempo pada Kamis, 25 September 2025, menunjukkan bahwa harga cabai merah keriting secara nasional berada di angka Rp 57.597 per kilogram. Angka ini menempatkan harga cabai keriting di “zona hijau”, artinya tidak melebihi 20 persen dari Harga Acuan Penjualan (HAP) tingkat konsumen yang ditetapkan.

Kontras dengan kondisi nasional, lima provinsi justru tercatat berada di “zona merah”, di mana harga komoditas cabai merah keriting melampaui 50 persen dari HAP tingkat konsumen. Riau menjadi provinsi dengan disparitas harga cabai merah keriting tertinggi, mencapai Rp 88.333 per kilogram.

Di sisi lain, harga cabai merah keriting di tingkat produsen secara nasional masih terjaga, berada di kisaran Rp 45.075 per kilogram. Angka ini juga menunjukkan bahwa harga belum melebihi 20 persen dari HAP yang ditetapkan untuk produsen.

Menanggapi fluktuasi harga cabai merah keriting ini, Arief Prasetyo Adi menjelaskan bahwa pergerakan nilai komoditas pangan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah kondisi alam. Curah hujan yang tinggi dan angin kencang di berbagai wilayah telah berdampak signifikan terhadap produktivitas tanaman cabai, memicu kenaikan harga.

Selain faktor iklim, Arief menambahkan bahwa terjadi perubahan pola tanam di kalangan petani. Sebagian petani beralih menanam cabai rawit merah, meninggalkan cabai merah keriting. Pergeseran ini, lanjut Arief, secara langsung mengurangi pasokan cabai merah keriting di pasar, yang pada akhirnya “memiliki implikasi pada harga,” ujarnya.

Melihat situasi ini, Arief mendorong adanya kolaborasi antar pemerintah daerah. Ia mencontohkan, wilayah yang mengalami kenaikan harga cabai merah keriting dapat bersinergi membantu daerah yang mencatat harga di bawah HAP produsen. Langkah ini krusial “agar harga di petani cabai terjaga nilainya, sehingga tidak sampai berada di bawah HAP produsen,” tegas Arief.

Kekhawatiran terhadap kesejahteraan petani semakin diperkuat dengan data Badan Pusat Statistik (BPS). Nilai Tukar Petani Hortikultura (NTPH) pada Agustus 2025 tercatat turun signifikan sebesar 6,21 persen menjadi 122,89, padahal pada Juli 2025, NTPH sempat mencapai indeks tertinggi dalam empat tahun terakhir di level 131,04. Penurunan ini mengindikasikan tekanan ekonomi yang dihadapi petani.

Untuk menanggulangi fluktuasi harga cabai merah keriting yang berkelanjutan, Arief juga mengimbau agar pemerintah daerah proaktif merangkul seluruh pelaku usaha di sektor cabai. Tujuannya adalah merumuskan program-program intervensi yang efektif demi menjaga stabilitas pasokan dan harga di pasar.

Pilihan Editor: Mengapa Proyek Food Estate Berulang Kali Gagal

You might also like