
KETUA Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Mufti Mubarok menyoroti serangkaian masalah yang merugikan pengguna mobil listrik di Indonesia. Kendaraan ramah lingkungan yang digadang-gadang sebagai solusi masa depan ini, menurut Mufti, masih menyimpan pekerjaan rumah besar terkait perlindungan konsumen, mulai dari performa baterai hingga potensi dampak kesehatan.
Mufti menjelaskan bahwa berbagai permasalahan muncul, termasuk kasus mogoknya kendaraan karena usia baterai yang tidak sesuai klaim produsen. Selain itu, ia juga menyinggung dampak kesehatan yang diakibatkan oleh paparan radiasi elektromagnetik dari kendaraan tersebut. Mufti menegaskan, harga jual serta layanan purna-jual mobil listrik cenderung merugikan konsumen. Lebih lanjut, ia menyoroti bahwa klaim garansi mobil listrik kerap bermasalah, menyebabkan konsumen kehilangan perlindungan esensial atas produk yang dibeli. “Saat ini mobil listrik belum sepenuhnya solusi ideal di Indonesia,” ujar Mufti melalui keterangan tertulisnya kepada Tempo pada Sabtu, 20 September 2025.
Meskipun kendaraan listrik merupakan pilar penting dalam agenda transisi energi nasional, Mufti mengingatkan produsen dan regulator agar tidak mengesampingkan aspek perlindungan konsumen. Menurutnya, upaya memperbanyak produksi mobil listrik harus diiringi dengan penyediaan infrastruktur nasional yang memadai sebagai fondasi kuat pendukung produk ini.
BPKN, kata Mufti, menemukan fakta mengejutkan di lapangan. Sebagai contoh, klaim produsen tentang masa pakai baterai yang mampu bertahan 8 hingga 15 tahun berbanding terbalik dengan laporan pengguna yang mengalami penurunan performa signifikan hanya dalam dua tahun pemakaian. “Sedangkan biaya pengganti baterainya pun juga tergolong mahal yang menjadi masalah serius bagi konsumen,” tambahnya, menyoroti beban finansial tak terduga yang harus ditanggung pemilik kendaraan.
Lebih lanjut, Mufti menyebut pencabutan insentif pemerintah juga berpotensi memicu lonjakan harga mobil listrik, yang dapat merugikan konsumen dalam jangka panjang. Di sisi lain, nilai jual kembali mobil listrik justru cenderung menurun lebih cepat dibandingkan mobil konvensional. Fenomena ini, menurutnya, muncul dari kekhawatiran konsumen terhadap usia pakai dan tingginya biaya penggantian baterai pada kendaraan tersebut.
Menanggapi berbagai temuan ini, Mufti mendesak pemerintah untuk memperketat regulasi terkait garansi dan layanan purna-jual kendaraan listrik. Hal serupa juga ia minta agar dipatuhi secara proaktif oleh produsen atau dealer kendaraan listrik. “Proaktif melakukan recall atau pembaruan perangkat lunak jika ditemukan cacat produk,” tegasnya.
Mufti menyatakan bahwa BPKN berkomitmen penuh untuk mengawal hak-hak konsumen di era transisi menuju energi ramah lingkungan. Menurutnya, masyarakat berhak mendapatkan produk yang aman, sehat, dan sesuai dengan janji produsen. “Jangan sampai konsumen menjadi korban akibat lemahnya sistem garansi dan layanan purna-jual kendaraan listrik,” pungkas Mufti.
Pilihan Editor: Buntut Kecurangan MinyaKita: Konsumen Bisa Meminta Ganti Rugi