
HargaPer.com – Murah &Terbaik JAKARTA. Prospek mata uang utama global kini semakin menguat seiring dengan meningkatnya tekanan signifikan terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Pelemahan daya tarik dolar AS ini dipicu oleh sentimen perdamaian yang membaik di Timur Tengah serta ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed).
Koreksi tajam pada dolar AS tercermin dari pergerakan indeks dolar (DXY) yang, mengutip Trading Economics, terpantau di level 97,31 pada Kamis (26/6) pukul 20.17 WIB. Dalam kurun waktu 24 jam terakhir, DXY tercatat turun 0,38%, dan menunjukkan pelemahan yang lebih dalam sebesar 1,61% sepanjang sepekan terakhir. Kondisi ini memberikan dorongan signifikan bagi mayoritas mata uang utama lainnya untuk menguat terhadap dolar.
Tekanan Terhadap Dolar AS Sokong Penguatan Rupiah 1,14% Sepekan Ini
Sejumlah mata uang global berhasil mencatat penguatan yang solid terhadap dolar AS, di antaranya:
Dolar Tak Dilirik Pasar, Kekhawatiran Soal Independensi The Fed Meningkat
Ekspektasi Pemangkasan Suku Bunga Tekan Dolar
Alwi Assegaf, Research & Development Trijaya Pratama Futures, menjelaskan bahwa tekanan pada dolar AS utamanya bersumber dari ekspektasi pelonggaran moneter oleh The Fed yang kemungkinan akan terjadi pada Juli mendatang. Data dari FedWatch Tool menunjukkan peningkatan peluang pemangkasan suku bunga menjadi 25%, naik signifikan dari angka sebelumnya yang hanya 12%. Perubahan prospek ini memperkuat sentimen pelemahan dolar di pasar keuangan global.
Respons pasar juga dipengaruhi oleh pernyataan mantan Presiden Donald Trump yang secara terbuka mengkritik The Fed dan mendorong percepatan pemangkasan suku bunga. Bahkan, isu penggantian Jerome Powell dari jabatannya sebagai pimpinan The Fed sebelum akhir tahun turut mencuat, menambah ketidakpastian di pasar. Kekhawatiran ini, terutama terkait independensi The Fed, semakin memperkuat sentimen negatif terhadap dolar. Jika kredibilitas bank sentral dipertanyakan, kepercayaan investor global terhadap dolar AS berisiko terkikis. Selain itu, ketidakpastian kebijakan perdagangan AS, seperti potensi diberlakukannya kembali tarif AS terhadap Uni Eropa pada 9 Juli menyusul berakhirnya masa tenggang 90 hari, juga turut membebani nilai dolar.
Rupiah Menguat Saat Indeks Dolar di Level Terendah Dalam 40 Bulan, Kamis (26/6)
Yen Jadi Primadona
Dengan indeks dolar (DXY) yang telah menembus level support penting di 97,6, Alwi memproyeksikan DXY berpeluang melanjutkan pelemahan lebih lanjut menuju level 95, yang merupakan level terendah sejak Februari 2022. Dalam kondisi ini, Yen Jepang (JPY) dipandang sebagai mata uang utama paling prospektif dan menarik perhatian investor.
Alasan utama di balik proyeksi kuatnya Yen adalah perbedaan arah kebijakan moneter antara Bank of Japan (BoJ) yang mulai menunjukkan sinyal hawkish, berbanding terbalik dengan The Fed yang cenderung dovish. Situasi geopolitik yang mereda juga berperan penting dengan menurunkan harga minyak global, sebuah kondisi yang sangat positif bagi Jepang sebagai negara importir energi besar. Potensi kenaikan suku bunga BoJ di tengah melandainya inflasi energi semakin memperkuat fundamental JPY. Sementara itu, outlook Euro (EUR) dinilai kurang menarik akibat potensi pemangkasan suku bunga lanjutan oleh European Central Bank (ECB). “Kalau bicara safe haven, saat ini Yen adalah pilihan paling menjanjikan,” tegas Alwi, menyoroti daya tarik JPY di tengah gejolak pasar.
Dolar AS Melemah ke Level Terendah Baru, Trump Dinilai Ancam Kredibilitas The Fed
Proyeksi USD/JPY
Melihat dinamika ini, Alwi memperkirakan pasangan USD/JPY akan bergerak dalam kisaran support 142–142,75 dan resistance 145. “Jika tekanan terhadap dolar berlanjut dan data ekonomi Jepang mendukung, maka USD/JPY berpotensi mengarah ke support kuat di 142-an dalam beberapa pekan ke depan,” tutup Alwi, memberikan pandangan strategis bagi investor yang memantau pergerakan mata uang ini.