
JAKARTA – Berbagai mata uang utama di Asia, termasuk yen Jepang (JPY), won Korea (KRW), peso Filipina (PHP), dan rupiah (IDR), kembali menunjukkan tren pelemahan signifikan terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Kondisi ini mencerminkan dinamika ekonomi global dan domestik yang terus memengaruhi pasar valuta asing di kawasan tersebut.
Menurut data dari Bloomberg yang dikutip pada Rabu (12 November), pergerakan melemah ini terlihat jelas. Yen Jepang (JPY) terkoreksi 0,36% ke level 154,7 per dolar AS, sementara won Korea (KRW) mengalami penurunan 0,28% menjadi 1.465,98 per dolar AS. Tak ketinggalan, peso Filipina (PHP) ikut melemah 0,37% ke 59,18 per dolar AS, dan rupiah (IDR) ditutup lesu 0,14% pada posisi 16.717 per dolar AS.
Kepala Ekonom Permata Bank, Josua Pardede, menjelaskan bahwa tekanan terhadap mata uang di Asia ini utamanya bersumber dari selisih imbal hasil yang masih sangat menguntungkan dolar AS. “Imbal hasil riil AS yang relatif tinggi berhasil menahan pelemahan indeks dolar. Apalagi ketika The Fed memberikan sinyal kehati-hatian pasca pemangkasan suku bunga sebelumnya,” ujar Josua kepada Kontan, Rabu (12 November).
Lebih lanjut, Josua menggarisbawahi bahwa fluktuasi kebijakan serta berita-berita ekonomi dari Amerika Serikat turut menciptakan periode risk-on yang sesekali mendorong penguatan dolar AS. Selain itu, beberapa faktor domestik juga turut berperan, mulai dari ketidakpastian normalisasi kebijakan moneter Jepang, arus keluar portofolio di Indonesia, hingga langkah pelonggaran moneter yang lebih dini di Filipina.
Rupiah Pasar Spot Ditutup ke Rp 16.717 per Dolar Rabu (12/11), Lesu 2 Hari Beruntun
Menjelang akhir tahun, Josua memperkirakan bahwa arah pergerakan valuta asing Asia akan sangat bergantung pada kebijakan suku bunga The Fed dan data ekonomi AS. “Probabilitas pemangkasan suku bunga di Desember, serta data inflasi dan penjualan ritel AS, akan menjadi faktor utama apakah dolar akan melandai perlahan atau justru masih menyisakan potensi pantulan,” paparnya. Tak hanya itu, faktor musiman juga menjadi penggerak penting, di mana remitansi dari diaspora cenderung menopang peso Filipina, sementara rebalancing portofolio di akhir tahun dapat menambah tekanan pada won Korea dan rupiah.
Secara keseluruhan, Josua melihat prospek mata uang Asia cenderung netral hingga positif, asalkan dolar AS tidak mendapatkan dorongan dari data-data ekonomi besar menjelang akhir tahun. Ia memproyeksikan beberapa skenario:
Di sisi lain, Presiden Komisioner HFX International Berjangka, Sutopo Widodo, menilai bahwa pelemahan valuta asing Asia terjadi karena kombinasi antara fundamental domestik yang masih rentan dan dinamika global yang belum stabil. “Mata uang seperti rupiah, won, dan peso masih tertekan oleh faktor internal, mulai dari perlambatan ekonomi domestik hingga arus modal keluar, sementara yen Jepang dibayangi ekspektasi kebijakan moneter yang tetap longgar,” ungkapnya.
Menakar Dampak Redenominasi Rupiah Terhadap Emas, Begini Kata World Gold Council
Sutopo menambahkan, prospek valas Asia ke depan sangat bergantung pada divergensi kebijakan moneter dan stabilitas domestik masing-masing negara. Apabila The Fed memberi sinyal pelonggaran lebih lanjut dan data ekonomi AS menunjukkan pelemahan, maka ruang pemulihan bagi mata uang Asia akan terbuka, meskipun sifatnya terbatas dan bervariasi. “Mata uang Asia bisa mulai pulih, namun kecepatannya akan berbeda-beda tergantung pada kekuatan ekonomi domestik dan arah kebijakan moneter tiap negara,” jelas Sutopo.
Terkait proyeksinya, Sutopo memperkirakan USD/JPY kemungkinan akan bertahan di area 154–155. Sementara USD/IDR berpotensi stabil di bawah Rp16.750, dengan peluang koreksi menuju Rp16.500–Rp16.600 jika sentimen risk-on global meningkat. Untuk USD/KRW, diperkirakan akan bergerak di sekitar 1.450–1.470, sedangkan USD/PHP masih akan menghadapi tekanan di level 59,00.
Rekomendasi Saham Pakuan (UANG) usai Happy Hapsoro Borong 19,35% Saham