TBS Energi Utama (TOBA) buyback 825,74 ribu saham, ini rekomendasi analis

HargaPer.com – Murah &Terbaik JAKARTA. PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA) melakukan pembelian kembali saham (buyback) dengan nilai diperkirakan sebanyak-banyaknya 825.740.293 saham.

Melansir keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI) tanggal 24 Desember 2025, angka tersebut mewakili 10% dari modal ditempatkan dan disetor penuh oleh perusahaan.

Perkiraan jadwal buyback saham TOBA berlangsung pada 25 Desember 2025 sampai 24 Maret 2026 atau selama tiga bulan.

Manajemen TOBA menyebut, tujuan buyback saham ini merupakan salah satu upaya perseroan untuk menjaga kepercayaan investor terhadap perusahaan, memberi fleksibilitas bagi perusahaan dalam pengelolaan struktur permodalan, meningkatkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang, serta menjaga stabilitas harga saham perusahaan di tengah kondisi pasar yang tidak kondusif.

Sepanjang 2025, Aset Kripto Bergerak Dengan Volatilitas Tinggi

Biaya untuk melaksanakan buyback saham akan berasal dari saldo kas internal perusahaan. TOBA menegaskan dana untuk buyback saham itu tidak akan mempengaruhi kemampuan keuangan perusahaan secara signifikan untuk memenuhi kewajiban yang akan jatuh tempo.

Dengan asumsi seluruh buyback saham terlaksana sepenuhnya, besarnya perkiraan dana buyback yakni senilai Rp 586.275.608.030 atau setara US$ 34.918.142 dengan asumsi kurs Rp 16.790 per dolar Amerika Serikat (AS). Proyeksi dana buyback saham tersebut sudah termasuk biaya transaksi, biaya pedagang perantara, dan biaya lainnya.

“Perkiraan dana pembelian kembali di atas dihitung dengan menggunakan harga saham perusahaan pada penutupan perdagangan 23 Desember 2025 yaitu sebesar Rp 710 per saham,” tulis Manajemen TOBA dalam keterbukaan informasi tersebut.

Pengamat pasar modal sekaligus Founder Republik Investor Hendra Wardana mengatakan, rencana buyback saham TOBA senilai Rp586,27 miliar itu menjadi salah satu aksi korporasi paling agresif di sektor energi pada akhir 2025 hingga awal 2026.

Dengan target pembelian kembali hingga sekitar 10% saham beredar, langkah ini secara teoretis memberikan dukungan struktural terhadap harga saham. Sebab, jumlah saham beredar TOBa menjadi berkurang dan potensi earning per share (EPS) meningkat bagi investor yang tetap bertahan.

Selain itu, buyback ini juga menjadi sinyal kepercayaan diri manajemen bahwa valuasi saham TOBA saat ini belum mencerminkan nilai fundamental dan arah transformasi bisnis perseroan.

“Bagi investor jangka menengah-panjang, buyback dapat menjadi confidence booster, terutama di tengah fase transisi TOBA dari bisnis berbasis batu bara menuju energi bersih dan pengelolaan lingkungan,” katanya kepada Kontan, Jumat (26/12).

Namun demikian, reaksi pasar terhadap buyback tidak berdiri sendiri. Prospek saham TOBA pasca buyback tetap sangat bergantung pada narasi fundamental 2026. Secara kinerja, 2025 menjadi tahun yang berat bagi TOBA akibat divestasi aset fosil dan penurunan kontribusi batu bara, yang tercermin dari tekanan laba bahkan rugi bersih.

Sebagai gambaran, pendapatan konsolidasian TOBA tercatat sebesar US$ 288,2 juta sepanjang sembilan bulan pertama 2025, turun 14% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

TOBA juga menderita rugi bersih US$ 127,37 juta per September 2025. Ini berbanding terbalik dari laba bersih US$ 34,83 juta per September 2024.

Waskita Karya (WSKT) Restrukturisasi Utang, Bunga Kredit Anak Usaha Turun

“Meski terlihat negatif secara jangka pendek, kondisi ini justru merupakan biaya transisi (transition cost) menuju model bisnis yang lebih berkelanjutan,” katanya.

Pada 2026, kinerja TOBA berpotensi lebih baik dibanding 2025. Ini seiring mulai berjalannya kontribusi penuh dari segmen pengelolaan limbah dan solusi lingkungan, serta stabilisasi struktur keuangan pasca refinancing melalui penerbitan obligasi Rp500 miliar.

Kombinasi buyback dan penataan liabilitas tersebut dinilai memberi ruang bagi TOBA untuk menata ulang neraca dan arus kas secara lebih sehat.

Sentimen positif kinerja TOBA pada tahun depan didorong oleh tren global yang semakin mendukung bisnis hijau dan ekonomi sirkular, sehingga berpotensi membuka akses pendanaan lebih murah dan memperluas basis investor institusi. Selain itu, berkurangnya ketergantungan pada PLTU dan aset fosil membuat risiko kebijakan lingkungan ke depan relatif lebih terkendali.

Namun di sisi lain, sentimen negatif tetap perlu dicermati, khususnya terkait tekanan kas akibat buyback yang besar, ketidakpastian waktu monetisasi bisnis hijau, serta kontribusi batu bara yang semakin mengecil di tengah volatilitas harga komoditas.

“Artinya, meskipun arah bisnis TOBA semakin jelas, hasil finansialnya belum instan, dan pasar cenderung menunggu bukti kinerja yang lebih konkret,” ungkapnya.

Dari perspektif teknikal, saham TOBA saat ini masih berada dalam fase downtrend, bahkan telah breakdown MA200, yang menandakan tekanan jual belum sepenuhnya mereda.

Dalam jangka pendek, saham ini masih berpotensi melanjutkan koreksi untuk menguji area support psikologis di level Rp 640 – Rp 670 per saham, sebelum membentuk dasar harga yang lebih solid.

Hendra berpandangan, area ini menjadi krusial, karena kegagalan bertahan di support dapat memperpanjang fase konsolidasi. Sementara itu, resistance kuat berada di kisaran Rp 800 per saham yang baru akan relevan jika ada katalis kuat, baik dari realisasi buyback yang agresif maupun sinyal perbaikan kinerja fundamental.

Alhasil, rekomendasi speculative buy atau buy on weakness disematkan Hendra untuk TOBA dengan target harga Rp 780 – Rp 820 per saham. Ini dengan catatan level support di Rp 640 – Rp 670 per saham mampu bertahan dan buyback terealisasi optimal.

“Buyback menjadi floor value, sementara keberhasilan transformasi bisnis akan menjadi upside driver,” ungkapnya. 

IHSG Turun 1,61% di Pekan Pendek Natal, Simak Reviewnya

You might also like