Suku Bunga BI Stagnan, Saham Bank Mandiri, BCA, BRI Rontok!

HargaPer.com – Murah &Terbaik – JAKARTA. Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) pada 21-22 Oktober 2025 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate di level 4,75%. Keputusan ini, yang tidak sesuai dengan ekspektasi pasar, langsung direspons negatif oleh pasar modal, terlihat dari anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). IHSG ditutup merosot 1,04% ke posisi 8.152,55 pada penutupan perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) Rabu (22/10/2025) pukul 16.00 WIB.

Tak hanya IHSG, empat saham perbankan besar atau yang dikenal sebagai big banks, yakni BBCA, BMRI, BBRI, dan BBNI, juga kompak menunjukkan pelemahan signifikan. Koreksi ini menjadi indikasi kuat adanya tekanan jual di sektor perbankan, yang selama ini dikenal sebagai salah satu pilar penopang utama indeks saham nasional.

Dalam jajaran big banks, saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) merasakan tekanan paling berat, dengan penurunan 3,24% menjadi Rp 8.200 per saham. Disusul oleh saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) yang terkoreksi 1,60% ke level Rp 3.700 per saham, mencerminkan sentimen jual yang melanda sektor keuangan. Sementara itu, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) turun 0,49% menjadi Rp 4.030 per saham setelah bergerak fluktuatif, dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) mencatat pelemahan paling moderat, hanya 0,46% ke level Rp 4.330 per saham.

Panin Dai-ichi Life Bayar Klaim Asuransi Ahli Waris Nasabah Rp 16,3 Miliar

Menanggapi fenomena ini, Research Analyst Kiwoom Sekuritas Indonesia, Miftahul Khaer, menjelaskan bahwa keputusan Bank Indonesia menahan suku bunga di 4,75% mengindikasikan kehati-hatian terhadap tekanan nilai tukar dan dinamika global. Menurut Mifta, pandangan ini dapat ditafsirkan sebagai sentimen negatif oleh pasar, mengingat ruang gerak sektor perbankan untuk tumbuh menjadi terbatas dan tidak selaras dengan ekspektasi para pelaku pasar yang mengharapkan pelonggaran moneter.

Senada, Maximilianus Nico Demus, Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, turut menyoroti tingginya ekspektasi pasar terhadap potensi pemangkasan tingkat suku bunga acuan BI sebagai pemicu utama pelemahan saham big banks. Selain itu, sentimen eksternal dari Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) yang diperkirakan akan menurunkan suku bunga acuannya pada Oktober 2025 juga turut mempengaruhi, menciptakan antisipasi yang tidak terpenuhi dari Bank Indonesia.

Nico juga menambahkan, sentimen lain datang dari pergerakan saham big banks yang sempat menunjukkan kenaikan atau rebound di awal pekan, setelah sempat ambruk pada minggu sebelumnya. Menurutnya, koreksi harga setelah periode penguatan adalah dinamika yang wajar dalam pergerakan pasar saham.

Meskipun demikian, Nico tetap memproyeksikan prospek positif untuk saham big banks. Ia melihat potensi penguatan, terutama dengan adanya momen window dressing di penghujung tahun. Lebih lanjut, ia optimis menyambut tahun 2026, di mana rencana bisnis (business plan) perbankan diharapkan akan semakin tersinkronisasi dan akselerasinya dapat ditingkatkan.

Kinerja Fundamental Perbankan
Beralih ke aspek fundamental, Mifta menggarisbawahi bahwa memasuki periode earning season ketiga tahun ini, laporan kinerja keuangan terbaru akan menjadi katalis krusial bagi arah pergerakan saham perbankan. Jika data menunjukkan perbaikan, harga saham berpotensi terdongkrak. Namun, jika sebaliknya, hal ini bisa menjadi pertimbangan ulang bagi pasar untuk mengoleksi saham perbankan. Secara proyeksi, Mifta memprediksi bahwa peningkatan tingkat konsumsi pada akhir tahun akan mendorong kenaikan permintaan kredit. Dengan demikian, prospek ke depan dinilai masih cukup baik, ditambah lagi saham perbankan yang sudah terkoreksi cukup dalam dianggap telah mencerminkan (price in) sentimen negatif yang ada.

Rekomendasi Saham Unggulan
Mengingat berbagai sentimen dan katalis yang telah dibahas, Mifta merekomendasikan kepada investor saham untuk melakukan akumulasi pada BBRI dengan target harga jangka panjang Rp 4.720, serta BMRI dengan target harga jangka panjang Rp 6.300. Sementara itu, Nico menyarankan pencermatan saham BBCA dengan target harga jangka pendek antara Rp 8.200 – Rp 8.700. Untuk horizon investasi jangka panjang, Nico melihat BBCA berpotensi mencapai target harga Rp 10.570 per saham.

Dorong Pertumbuhan Kredit, BI Luncurkan KLM Baru Berbasis Kinerja dan Komitmen Bank

You might also like