
Terkadang, ada kalanya seseorang merindukan waktu untuk menyendiri. Bukan karena tak memiliki teman, melainkan kebutuhan akan ketenangan, ruang pribadi, dan kesempatan untuk bernapas lebih lega. Sebuah tempat yang luas, terbuka, dan hijau, tidak terlalu ramai namun juga tidak benar-benar sepi, seringkali menjadi tujuan ideal untuk menemukan kembali kedamaian.
Di sebuah hari Minggu yang cerah, saya memutuskan untuk menjelajahi Kota Solo sendirian, mencari oase di tengah hiruk pikuk. Pilihan jatuh pada Taman Balekambang Solo, sebuah destinasi yang menawarkan ketenangan dengan suasana santai dan tidak mencolok, cocok untuk menikmati waktu sendiri tanpa terganggu.
Begitu memasuki Taman Balekambang Solo, dengan tiket masuk yang sangat terjangkau, hanya Rp5.000, saya langsung merasakan suasana yang berbeda dari hiruk pikuk kota. Pohon-pohon besar menjulang tinggi, menciptakan udara yang sejuk dan damai. Kebisingan jalanan lenyap, digantikan oleh ketenangan yang menenangkan. Pengunjung datang untuk beragam aktivitas, mulai dari joging santai, duduk-duduk menikmati suasana, hingga berjalan-jalan bersama keluarga. Semuanya terasa berjalan lambat, seolah mendefinisikan konsep slow living di tengah kota.
Sejarah Taman Balekambang sendiri penuh makna. Dibangun pada tahun 1921 oleh KGPAA Mangkunegoro VII, taman ini awalnya merupakan wujud kasih sayang untuk kedua putrinya, GRAy Partini dan GRAy Partinah. Dahulu, area ini tertutup rapat dan hanya diperuntukkan bagi keluarga kerajaan. Namun, pada tahun 1944, KGPAA Mangkunegara VIII membuat keputusan penting dengan membuka taman ini untuk umum, mengubahnya menjadi ruang publik yang dapat dinikmati semua kalangan.
Fungsi Taman Balekambang ini kurang lebih serupa dengan Taman Sriwedari yang dimiliki Keraton Kasunanan Surakarta. Jika Sriwedari, atau yang dulu dikenal sebagai Bonrojo, adalah tempat bersantai keluarga keraton, maka Taman Balekambang merupakan jawaban dari Pura Mangkunegaran. Keduanya berfungsi sebagai ruang terbuka hijau untuk rekreasi dan relaksasi bangsawan, namun Taman Balekambang kini dikenal luas sebagai salah satu taman kota paling menarik di Solo dan terbuka untuk masyarakat umum.
Di dalam taman yang luas ini, terdapat dua patung yang melambangkan kedua putri Mangkunegoro VII. Arsitektur taman memadukan gaya Eropa dan Jawa, memberikan nilai budaya yang kaya selain sebagai tempat rekreasi. Taman Balekambang terbagi menjadi dua kawasan utama: Taman Air Partini Tuin dan Hutan Partinah Bosch.
Taman Air Partini Tuin
Dahulu, Taman Air Partini Tuin adalah kolam besar tempat keluarga Mangkunegaran bersantai dan berenang. Di sekelilingnya, berdiri dua balai. Yang pertama adalah Bale Apung, tempat berkumpul dan bersantai para bangsawan. Dinamakan Bale Apung karena dari kejauhan, bangunan ini terlihat seolah mengambang di atas air, menjadi asal mula nama “Balekambang”. Balai kedua, Bale Tirtayasa, berfungsi sebagai tempat ganti pakaian bagi mereka yang ingin berenang. Meskipun kini sebagian fungsi aslinya telah berubah, sisa-sisa arsitektur dan suasana klasik tetap terasa kental, terutama saat sore hari ketika angin sejuk berhembus dari permukaan air.
Partinah Bosch atau Hutan Partinah
Di sisi lain taman, terhampar Partinah Bosch, sebuah hutan kecil yang rimbun dan berfungsi sebagai paru-paru kota. Di sini, pengunjung dapat menemukan berbagai jenis tanaman langka seperti beringin putih, beringin sungsang, kenari, hingga apel cokelat. Selain menjadi ruang hijau yang indah, Partinah Bosch juga berperan sebagai area resapan air. Sementara itu, Partini Tuin dulunya dimanfaatkan sebagai penampungan air untuk membantu membersihkan sampah dan limbah kota. Ini menunjukkan bahwa sejak awal pembangunan, Taman Balekambang tidak hanya memikirkan estetika, tetapi juga pelestarian lingkungan. Seluruh area taman ini membentang seluas 9,8 hektar.
Kini, Taman Balekambang telah selesai menjalani proyek revitalisasi besar-besaran dengan anggaran mencapai sekitar Rp198 miliar. Setelah pembaruan ini, taman ini bahkan disebut-sebut sebagai salah satu taman kota termewah di Asia Tenggara. Untuk menjaga kualitas dan kenyamanan pengunjung, biaya perawatannya diperkirakan mencapai Rp2,4 miliar setiap tahun. Konsepnya memadukan unsur seni dan budaya lokal, ruang terbuka hijau, serta area khusus untuk pelaku UMKM dan produk unggulan khas Solo.
Jam operasional Taman Balekambang adalah Selasa hingga Jumat pukul 10.00-16.00 WIB, serta Sabtu dan Minggu pukul 09.00-16.00 WIB. Hari Senin taman tutup, kecuali ada pemberitahuan khusus. Lokasinya strategis di Jl. Balekambang, Manahan, Banjarsari, Solo.
Dengan luasnya area, Taman Balekambang menawarkan berbagai daya tarik di setiap sudutnya. Salah satu bagian menarik adalah Tegal Pangonan, area khusus satwa yang berada di sebelah kanan setelah pintu masuk. Di sini, pengunjung dapat berinteraksi dengan berbagai hewan seperti angsa, ayam, rusa, dan kelinci, bahkan memberi mereka makan dengan pakan yang bisa dibeli di pintu masuk area. Pengalaman sederhana ini cukup menyenangkan, namun penting untuk selalu menutup kembali pagar setelah masuk dan keluar.
Salah satu spot favorit di Taman Balekambang adalah jembatan yang terletak di tengah pepohonan rindang. Tempat ini sering menjadi incaran para fotografer berkat suasananya yang tenang, alami, dan memiliki sudut-sudut estetik yang memukau. Banyak pengunjung berhenti sejenak untuk berfoto atau sekadar menikmati pemandangan dari ketinggian.
Taman Balekambang juga dilengkapi dengan Gedung Pertunjukan yang megah, dirancang dengan standar internasional untuk berbagai acara seni dan budaya. Bangunan modern ini tetap menyatu harmonis dengan suasana taman yang hijau dan terbuka. Bagi keluarga yang membawa anak-anak, tersedia area bermain khusus di sebelah kiri pintu masuk.
Untuk pengalaman berkeliling yang berbeda, taman ini menyediakan wahana berkuda dengan biaya sekitar Rp30.000, memungkinkan pengunjung menunggang kuda mengelilingi area tertentu. Pilihan lain adalah menyewa sepeda listrik, yang cocok bagi yang ingin menjelajah taman tanpa lelah.
Dengan area yang luas dan rimbun, Taman Balekambang sangat ideal untuk piknik. Banyak keluarga datang membawa tikar dan bekal, atau membiarkan anak-anak berlarian bebas tanpa alas kaki. Pada waktu-waktu tertentu, air mancur di taman akan menyala diiringi alunan lagu “Bengawan Solo”. Spot terbaik untuk menyaksikannya adalah di sekitar Bale Tirtayasa, tempat yang teduh dan nyaman untuk duduk bersantai.
Meskipun fasilitasnya lengkap, satu kekurangan yang masih ada adalah minimnya penanda arah dan papan informasi yang jelas. Hal ini tentu akan sangat membantu pengunjung, terutama mereka yang baru pertama kali datang. Selain itu, ada juga spot khusus untuk memancing, menambah pilihan aktivitas di taman.
Daya tarik utama lainnya di Taman Balekambang adalah panggung pertunjukan terbuka atau amfiteaternya yang kini tampil dengan wajah baru setelah direvitalisasi. Dengan desain modern, amfiteater ini dilengkapi kursi teleskopik otomatis yang fleksibel dan mampu menampung banyak penonton. Area ini juga sangat cocok untuk berfoto saat tidak ada pertunjukan.
Salah satu pertunjukan kesenian yang rutin digelar adalah Sendratari Candra Purnama Ramayana, dengan lakon yang bervariasi seperti “Anoman Obong”. Pertunjukan biasanya dimulai pukul 19.30 WIB, menciptakan suasana khas di mana penonton duduk di ruang terbuka, di bawah langit malam Solo, menyaksikan pertunjukan tradisional yang dikemas modern. Untuk menikmati pertunjukan ini, pengunjung hanya perlu merogoh kocek sebesar Rp20.000 per orang. Jadwal lengkap dan informasi lainnya dapat diakses melalui akun Instagram resmi taman ini di @balekambangsolo.
Bagi saya pribadi, justru kesederhanaanlah yang menjadi daya tarik utama Taman Balekambang. Di tengah segala fasilitas modern yang ditawarkan, hal-hal kecil seperti melihat orang-orang membuat konten, anak-anak berlarian bebas, atau sekadar mendengarkan suara burung bersahutan dari pepohonan, adalah hiburan yang datang tanpa perlu dicari. Cukup duduk diam, dan suasana taman yang hidup akan menyapa dengan caranya sendiri.
Taman kota yang luas dan hijau seperti ini memang sangat dibutuhkan, terutama saat rasa penat menumpuk akibat rutinitas atau suasana kota yang terasa sumpek dan bising. Taman Balekambang bisa menjadi tempat pelarian sejenak untuk bernapas lebih pelan. Saat ingin menyendiri, saya sering membawa buku dan mencari tempat duduk di bawah pohon rindang atau di sudut taman yang tenang dan estetik. Suasana di sana sangat mendukung untuk membaca, merenung, atau sekadar membiarkan pikiran mengembara, benar-benar cocok untuk Me Time. Selain itu, taman ini juga nyaman untuk berolahraga, dengan banyak jalan setapak yang bisa dilalui untuk berjalan santai atau joging ringan, khususnya saat pagi atau sore hari ketika udara masih terasa segar.
Jadi, jika suatu hari Anda berkunjung ke Kota Solo dan mencari wisata murah dengan banyak spot foto menarik, jangan ragu untuk singgah ke Taman Balekambang Solo. Tempat ini sangat cocok untuk menenangkan diri, berkumpul bersama keluarga, atau sekadar menikmati suasana alam di tengah kota. Siapa tahu, Anda akan menemukan sesuatu yang tidak dicari, namun justru sangat dibutuhkan.