Jepang Dihantui Bencana: Pariwisata Terpuruk, Agen Wisata Merugi!

Sebuah ramalan bencana yang viral, berakar dari sebuah manga populer, kini mengguncang sektor pariwisata Jepang. Dampaknya terasa signifikan, dengan sejumlah maskapai bahkan membatalkan penerbangan dari Hong Kong, mengakibatkan anjloknya jumlah penumpang secara tajam.

Fenomena ini kontras dengan pencapaian Jepang yang sempat memecahkan rekor kunjungan wisatawan tahun ini. Pada April, negeri sakura ini bahkan mencatat rekor tertinggi sepanjang masa dengan 3,9 juta pengunjung. Namun, tren positif tersebut berbalik pada Mei, terutama dipicu oleh penurunan 11 persen dari Hong Kong, wilayah di bawah kendali China yang dikenal akan kepercayaan takhayulnya yang kuat, demikian data terbaru melaporkan, mengutip Reuters, Minggu (6/7).

Steve Huen dari EGL Tours, sebuah agen perjalanan terkemuka di Hong Kong, secara lugas menunjuk isu ramalan bencana yang merebak di media sosial sebagai penyebab utama. Ramalan ini merujuk pada manga berjudul The Future I Saw, yang mengisahkan mimpi mengenai gempa bumi dan tsunami dahsyat yang diprediksi melanda Jepang dan negara tetangga pada Juli 2025. “Rumor ini berdampak signifikan,” ungkap Huen, seraya menambahkan bahwa bisnis perjalanan perusahaannya ke Jepang merosot hingga 50 persen. Ia bahkan menyebut, upaya seperti diskon dan penawaran asuransi gempa telah menjadi penyelamat agar perjalanan ke Jepang tidak “turun menjadi nol.”

Kekhawatiran serupa juga diutarakan Branden Choi (28), warga Hong Kong yang rutin berwisata ke Jepang. Ia mengaku ragu untuk mengunjungi negara tersebut pada Juli dan Agustus mendatang akibat ramalan manga itu. “Kalau bisa, saya mungkin akan menunda perjalanan sampai setelah September,” tuturnya.

Menyikapi kekhawatiran yang meluas, Ryo Tatsuki, seniman di balik manga The Future I Saw yang pertama kali diterbitkan pada 1999 dan dicetak ulang pada 2021, telah berupaya meredam spekulasi. Melalui pernyataan resmi penerbitnya, Tatsuki dengan tegas menyatakan bahwa dirinya “bukan peramal,” mencoba meluruskan kesalahpahaman yang beredar.

Perlu dicatat, edisi perdana manga ini memang pernah ‘meramalkan’ bencana besar yang terjadi pada Maret 2011, yang bertepatan dengan gempa bumi, tsunami, dan bencana nuklir dahsyat di pesisir timur laut Jepang yang menewaskan ribuan jiwa. Kejadian ini lantas membuat sebagian pihak menafsirkan edisi terbaru manga tersebut sebagai prediksi akan terjadinya bencana besar pada 5 Juli 2025, meskipun Tatsuki sendiri telah membantah penafsiran tersebut.

Secara geografis, Jepang memang terletak di “Cincin Api” Pasifik, menjadikannya wilayah yang sangat rentan terhadap aktivitas gempa. Dalam beberapa hari terakhir saja, lebih dari 900 gempa kecil tercatat di pulau-pulau selatan Kyushu. Kendati demikian, Profesor Robert Geller dari Universitas Tokyo, seorang ahli seismologi sejak 1971, menegaskan bahwa prediksi gempa, bahkan yang berbasis ilmiah, “tidak mungkin dilakukan.” Ia menambahkan, “Tidak ada satu pun ramalan dalam karier ilmiah saya yang benar-benar mendekati kenyataan,” menggarisbawahi kompleksitas fenomena alam ini.

Terlepas dari bantahan para ahli, dampak kekhawatiran ini nyata. Maskapai berbiaya rendah (LCC) Greater Bay Airlines dari Hong Kong menjadi yang terbaru membatalkan penerbangan ke Jepang akibat minimnya permintaan. Maskapai ini mengumumkan penangguhan layanan ke Tokushima di Jepang barat mulai September tanpa batas waktu. Bahkan, Serena Peng (30), seorang wisatawan dari Seattle yang kini berada di Tokyo, mengaku sempat panik dan mencoba meyakinkan suaminya untuk tidak berkunjung ke Jepang setelah terpapar rumor di media sosial. “Saya sekarang tidak terlalu khawatir, tapi sebelumnya saya sempat panik,” ungkapnya saat diwawancara di depan kuil Senso-ji yang ramai di Tokyo, menggambarkan bagaimana rumor ramalan bencana dapat mempengaruhi persepsi wisatawan.

You might also like