Harga Tembaga Melonjak: Dampak Tarif Impor AS 50%?

Pasar komoditas global kembali bergejolak, dengan harga tembaga mencatat kenaikan signifikan menjelang implementasi kebijakan tarif impor AS yang agresif. Kebijakan ini, yang direncanakan di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump, telah memicu kekhawatiran serius di kalangan pelaku pasar. Lonjakan harga ini secara gamblang merefleksikan antisipasi disrupsi pasokan dan lonjakan permintaan mendadak akibat aksi borongan besar-besaran, sebagai respons terhadap pengenaan tarif yang segera diberlakukan.

Data terbaru dari Bloomberg pada Senin (28/7/2025) menunjukkan bahwa harga tembaga di London Metal Exchange (LME) menguat 0,3% mencapai US$9.797 per ton pada pukul 12.13 waktu Shanghai. Momentum positif ini merupakan kelanjutan dari tren sebelumnya, di mana logam industri tersebut sempat melonjak hingga 0,5% dalam perdagangan awal. Sementara itu, pergerakan logam industri lainnya cenderung variatif. Harga nikel tercatat terkoreksi 0,5%, sedangkan aluminium dan seng menunjukkan penurunan tipis masing-masing 0,1%. Meskipun demikian, sentimen pasar secara keseluruhan terhadap logam industri tetap positif, didukung oleh penguatan sentimen aset berisiko di pasar global.

Didorong Sentimen Gencatan Dagang

Lonjakan harga tembaga juga tidak terlepas dari meredanya kekhawatiran pasar akan eskalasi konflik dagang global. Ini menyusul tercapainya kesepakatan perdagangan antara Amerika Serikat dan Uni Eropa yang berhasil mencegah keretakan hubungan ekonomi lebih lanjut. Perkembangan positif ini terjadi menjelang pertemuan krusial antara delegasi AS dan China di Stockholm, yang diperkirakan akan menghasilkan perpanjangan gencatan dagang selama 90 hari. Kesepakatan ini diharapkan memberikan ruang bernapas bagi pasar komoditas dan pelaku industri untuk menyelaraskan strategi ekspor-impor mereka.

Tarif Tembaga AS Jadi Sorotan Global

Fokus utama perhatian global kini tertuju pada rencana pengenaan tarif impor AS untuk tembaga. Presiden Donald Trump pada Rabu (09/07) secara eksplisit mengumumkan niatnya untuk memberlakukan tarif impor khusus hingga 50% terhadap komoditas tembaga. Pernyataan ini kemudian diperkuat oleh Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick, yang mengonfirmasi bahwa kebijakan kontroversial ini dijadwalkan berlaku pada akhir Juli atau awal Agustus. Dalam rapat kabinet yang disiarkan langsung secara nasional, Trump menegaskan kembali komitmennya terhadap kebijakan proteksionis yang kuat dengan pernyataan: “Hari ini kami akan menggunakan tembaga. Kami akan membuatnya 50%.”

Meskipun demikian, hingga kini rincian implementasi tarif impor tembaga tersebut masih diselimuti ketidakpastian. Belum ada kejelasan resmi mengenai produk tembaga spesifik yang akan dikenai bea masuk tinggi, apakah tarif ini bersifat menyeluruh atau selektif, maupun potensi pengecualian bagi negara-negara mitra dagang tertentu.

Ancaman pengenaan tarif impor yang tinggi ini telah memicu aksi borongan besar-besaran tembaga oleh para importir dan pedagang di pasar global, khususnya mereka yang menyuplai kebutuhan pasar AS. Dalam beberapa pekan terakhir, volume pengiriman tembaga ke pelabuhan-pelabuhan AS meningkat drastis, mencerminkan upaya antisipasi untuk meminimalkan dampak biaya tarif. Konsekuensinya, harga tembaga di pasar domestik AS kini melambung jauh di atas harga acuan di London Metal Exchange (LME). Kendati demikian, disparitas harga yang terjadi saat ini belum sepenuhnya merefleksikan dampak penuh dari penerapan tarif 50% yang bersifat menyeluruh. Seorang analis logam industri dari Shanghai Futures Exchange memperingatkan, “Jika tarif ini benar-benar diterapkan tanpa pengecualian, kita bisa melihat lonjakan harga tembaga di pasar AS sekaligus penurunan aktivitas perdagangan lintas batas yang signifikan.”

Potensi Efek Domino ke Industri Hilir

Lonjakan harga tembaga di pasar global ini diperkirakan akan menimbulkan dampak langsung pada beragam sektor industri hilir yang sangat bergantung pada logam tembaga sebagai bahan baku utama. Industri seperti kabel, elektronik, otomotif, hingga energi terbarukan berpotensi menghadapi tantangan serius. Bahkan, beberapa pelaku industri di AS telah mengajukan petisi untuk menunda atau mengecualikan produk tembaga tertentu dari pengenaan tarif tinggi, mengutip risiko inflasi biaya produksi dan potensi gangguan signifikan pada rantai pasokan mereka.

You might also like