Harga Gabah Anjlok di Indramayu? Petani Ungkap Fakta Sebenarnya!

Harga gabah di Kabupaten Indramayu menunjukkan tren penurunan setelah panen, namun para petani tetap optimistis bahwa nilai komoditas ini akan bertahan tinggi hingga akhir musim tanam gadu (kemarau). Keyakinan ini diungkapkan oleh Sutatang, Ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Indramayu, pada Kamis, 11 September 2025. Ia menegaskan, “Meskipun harga gabah sudah mulai melandai, posisinya masih jauh di atas Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang ditetapkan sebesar Rp 6.500 per kilogram.”

Saat ini, harga gabah kering panen (GKP) berkisar antara Rp 7.700 hingga Rp 7.800 per kilogram. Angka ini mencerminkan penurunan dari periode sebelumnya yang sempat mencapai puncaknya di kisaran Rp 8.000 hingga Rp 8.500 per kilogram.

Sutatang menjelaskan bahwa fenomena penurunan harga gabah ini merupakan konsekuensi logis dari semakin meluasnya areal panen padi. “Sesuai hukum pasar, peningkatan pasokan dari areal panen yang bertambah secara otomatis akan menekan harga,” ujarnya. Kendati demikian, ia kembali menekankan bahwa harga saat ini masih berada di ambang batas aman, jauh di atas HPP yang ditetapkan pemerintah.

Sebaran areal panen padi di Kabupaten Indramayu meliputi Kecamatan Bongas, Cikedung, dan Terisi. Luas areal yang sudah dipanen diperkirakan mencapai sekitar 30 persen dari total luas tanam musim kemarau tahun ini yang mencapai 125 ribu hektare. Proyeksi menunjukkan bahwa gelombang panen akan semakin masif dan mencapai puncaknya menjelang akhir Oktober mendatang.

Uniknya, Sutatang memprediksi bahwa Kabupaten Indramayu mungkin tidak akan mengalami “puncak panen” atau “panen raya” secara tradisional. Hal ini disebabkan adanya keterlambatan tanam pada sejumlah areal di Kecamatan Krangkeng, Sukra, Anjatan, dan Patrol, yang tanaman padinya baru berusia sekitar 10 hingga 15 hari. Petani di wilayah-wilayah ini memang menghadapi kendala dalam memulai tanam.

Keterlambatan tanam tersebut diakibatkan oleh lokasi geografis daerah-daerah tersebut yang berada di ujung sistem irigasi pertanian, baik yang bersumber dari Waduk Jatigede maupun Waduk Jatiluhur. Keterlambatan pasokan air ke wilayah ujung irigasi menjadi faktor utama. Oleh karena itu, panen di Indramayu diperkirakan akan berlangsung secara berkesinambungan setiap bulan, bahkan hingga Desember 2025.

Harga Gabah Diproyeksikan Bertahan Tinggi

Meskipun semakin banyak petani yang memasuki masa panen, Sutatang tetap teguh pada keyakinannya bahwa harga gabah tidak akan anjlok hingga menyentuh HPP Rp 6.500 per kilogram. “Kemungkinan besar, harga gabah akan bertahan stabil di musim gadu ini,” ujarnya optimistis. Prediksi ini didasarkan pada pola historis harga gabah pada musim gadu di tahun-tahun sebelumnya, yang cenderung lebih tinggi dan tidak mengalami penurunan drastis seperti pada panen musim rendeng (penghujan) lalu.

Keunggulan harga gabah di musim gadu ini salah satunya disebabkan oleh kualitas gabah yang lebih baik dibandingkan panen musim rendeng. Menurut Sutatang, “Gabah yang dipanen pada musim gadu memiliki kadar air yang lebih rendah, membuatnya lebih kering dan lebih cepat dijemur, sehingga kualitasnya lebih optimal.”

Faktor lain yang turut menopang harga adalah pola penjualan petani yang berbeda. Pada panen gadu, petani cenderung tidak menjual seluruh hasil panennya sekaligus, sebuah praktik yang kontras dengan panen rendeng di mana sebagian besar petani segera menjual gabah untuk modal tanam berikutnya. “Petani kini lebih selektif, mereka hanya akan menjual gabah sesuai dengan kebutuhan mendesak,” imbuh Sutatang.

Keputusan petani untuk menyimpan sebagian hasil panen gabah di musim gadu juga didasari oleh jeda waktu yang cukup panjang menuju musim tanam berikutnya. Sebagai contoh, petani yang panen pada awal September baru akan memulai tanam kembali sekitar November, Desember, bahkan Januari 2026. “Mengingat masa tanam yang masih jauh, petani lebih memilih menjual sesuai kebutuhan saat ini dan akan melepas gabah lebih banyak ketika tiba saatnya untuk memulai proses tanam kembali,” jelasnya.

Fenomena Musim Tanam Ketiga di Cirebon

Beralih ke Kabupaten Cirebon, situasi harga gabah juga terpantau masih berada di level tinggi. Tasrip Abu Bakar, Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kabupaten Cirebon, mengonfirmasi bahwa beberapa areal pertanian di wilayahnya telah memasuki masa panen, dengan konsentrasi terbesar di wilayah Cirebon timur.

Areal pertanian yang telah panen di Cirebon timur tersebar di Kecamatan Babakan, Ciledug, Gebang, dan Pasaleman. Lebih menarik lagi, di wilayah timur Kabupaten Cirebon ini, sebagian petani bahkan telah berani melakukan musim tanam (MT) ketiga. “Diperkirakan sekitar 8.000 hektare lahan pertanian di Cirebon timur kini sedang menjalani musim tanam ketiga,” ungkap Tasrip.

Keputusan petani untuk menempuh musim tanam ketiga ini didorong oleh daya tarik harga gabah kering panen (GKP) yang masih tinggi, berkisar Rp 7.300 hingga Rp 7.500 per kilogram, serta harga gabah kering giling (GKG) yang juga stabil. “Faktor pendukung lainnya adalah intensitas curah hujan yang masih cukup sering turun, memberikan harapan bagi ketersediaan air,” jelasnya.

Meskipun musim tanam ketiga sebenarnya tidak direkomendasikan untuk petani di Cirebon timur karena potensi kekurangan air dan masalah ketersediaan pupuk, Tasrip tetap berharap agar upaya petani ini dapat berhasil. “Dengan curah hujan yang masih terjadi dan pasokan air dari Waduk Darma yang cukup memadai saat ini, kami berharap musim tanam ketiga ini dapat terselamatkan,” ujarnya penuh harap.

Selain wilayah timur, areal tanaman padi di Cirebon bagian barat, seperti di Ciwaringin dan Klangenan, juga sudah mulai memasuki masa panen. Puncak panen padi di seluruh Kabupaten Cirebon diperkirakan akan berlangsung antara akhir Oktober hingga November 2025. Senada dengan pandangan di Indramayu, Tasrip pun optimistis bahwa harga gabah akan terus bertahan di level tinggi.

Pilihan Editor: Akibat Bulog dan Penggilingan Berebut Gabah

You might also like