
KPK tengah menyelidiki dugaan korupsi terkait pengadaan layanan Google Cloud di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada era Menteri Nadiem Makarim. Kasus ini muncul bersamaan dengan penyelidikan dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook. Lalu, sebenarnya apa itu Google Cloud yang menjadi sorotan?
Apa Itu Google Cloud?
Google Cloud adalah kumpulan layanan komputasi awan (cloud computing) yang beroperasi menggunakan infrastruktur yang sama dengan produk-produk populer Google lainnya, seperti Google Penelusuran, Gmail, dan YouTube. Dengan kata lain, layanan ini menawarkan kemampuan yang sama yang digunakan Google untuk menjalankan operasionalnya sehari-hari kepada para penggunanya.
Layanan yang Ditawarkan Google Cloud:
Google Cloud menyediakan berbagai layanan, antara lain:
* Komputasi: Menyediakan infrastruktur komputasi yang fleksibel, termasuk mesin virtual yang dapat disesuaikan (Google Compute Engine) dan platform tanpa server (Google App Engine dan Cloud Run) untuk menjalankan berbagai jenis aplikasi.
* Penyimpanan: Menawarkan beragam opsi penyimpanan data, mulai dari penyimpanan objek (Google Cloud Storage) hingga database relasional (Cloud SQL, Cloud Spanner) untuk memenuhi kebutuhan penyimpanan data yang berbeda.
* Analitik: Menyediakan alat analisis data besar (BigQuery) dan machine learning untuk membantu pengguna menggali wawasan berharga dari data mereka.
* Jaringan: Memungkinkan pengguna membangun dan mengelola jaringan virtual yang aman dan terukur di cloud.
* Keamanan: Menawarkan fitur keamanan yang komprehensif untuk melindungi data dan aplikasi yang berjalan di lingkungan cloud.
Pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, belum memberikan rincian spesifik mengenai layanan Google Cloud mana yang digunakan oleh Kemendikbudristek. Namun, ia menyebutkan bahwa nilai kontrak yang terkait dengan pengadaan ini diperkirakan mencapai Rp 250 miliar per tahun.
Lebih lanjut, Asep menjelaskan bahwa penyelidikan dugaan korupsi pengadaan layanan Google Cloud ini berkaitan erat dengan kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook yang sedang ditangani oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).
“Chromebook-nya tidak bisa terpisahkan. Ada Google Cloud dan lain-lain bagian dari itu. Ini masih lidik,” ungkap Asep kepada wartawan, Senin (21/7).
Kasus Chromebook yang Lebih Dulu Mencuat
Seperti yang disinggung sebelumnya, Kejagung saat ini tengah mengusut kasus dugaan korupsi dalam pengadaan laptop Chromebook yang merupakan bagian dari program digitalisasi pendidikan di Kemendikbud Ristek periode 2020–2022.
Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan empat orang sebagai tersangka, yaitu:
* Jurist Tan, mantan Staf Khusus Mendikbud Ristek Nadiem Makarim.
* Ibrahim Arief, mantan konsultan teknologi di Warung Teknologi Kemendikbud Ristek.
* Sri Wahyuningsih, mantan Direktur Sekolah Dasar dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Direktorat SD TA 2020–2021.
* Mulyatsyah, mantan Direktur SMP dan KPA Direktorat SMP TA 2020–2021.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, mengungkapkan bahwa kerugian negara akibat dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek pada 2019–2022 mencapai angka fantastis, yaitu Rp 1,9 triliun.
Kerugian negara ini diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori. Qohar menjelaskan bahwa kerugian keuangan negara berasal dari selisih kontrak dengan harga penyedia, yang dihitung menggunakan metode illegal gain.
Rinciannya adalah sebagai berikut:
* Item Software (CDM) senilai Rp 480 miliar.
* Mark-up (selisih harga kontrak dengan principal) laptop di luar CDM senilai Rp 1,5 triliun.
Qohar juga menambahkan bahwa pada tahun 2020–2022, Kemendikbud Ristek melaksanakan kegiatan pengadaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) untuk PAUD, SD, SMP, dan SMA dengan total anggaran mencapai Rp 9,3 triliun.
Anggaran tersebut bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang dialokasikan ke seluruh kabupaten/kota di Indonesia. Tujuan dari pengadaan ini adalah untuk mendukung pendidikan anak-anak sekolah, termasuk di daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (3T).