ARPU XL Axiata Naik! Ini Rekomendasi Saham EXCL Terbaru

HargaPer.com – Murah & Terbaik – JAKARTA. PT XLSmart Telecom Sejahtera Tbk (EXCL) masih membukukan kerugian selama periode Januari hingga September 2025, setelah merger antara XL Axiata dan Smartfren. Kendati demikian, aksi korporasi besar ini diproyeksikan menjadi katalis positif yang mendorong kinerja perusahaan dalam jangka panjang.

Pada kuartal III-2025, EXCL mencatatkan pendapatan sebesar Rp 30,54 triliun, meningkat signifikan sebesar 20,44% secara tahunan (year on year/yoy). Namun, perusahaan masih mengalami kerugian sebesar Rp 2,6 triliun, berbanding terbalik dengan laba bersih sebesar Rp 1,31 triliun yang diperoleh sebelum merger terjadi.

Christopher Rusli, Analis Ciptadana Sekuritas Asia, berpendapat bahwa kerugian yang dialami EXCL adalah hal yang wajar, mengingat perusahaan sedang berada dalam fase konsolidasi dan menghadapi berbagai biaya tak terduga yang berkaitan dengan proses merger dengan Smartfren.

Grup Sampoerna Lepas Kepemilikan, Simak Rekomendasi Saham SGRO

Terlepas dari penurunan kinerja keuangan, metrik operasional EXCL tetap menunjukkan hasil yang solid. Perusahaan mencatat 80 juta pelanggan seluler, 983.000 pengguna broadband tetap, dan peningkatan lalu lintas data sebesar 36,9% yoy menjadi 3.903 terabyte (TB) pada kuartal ketiga 2025. Hal ini mengindikasikan optimalisasi jaringan pasca-merger yang berkelanjutan serta tingginya permintaan data dari para pelanggan.

“Tren positif ini terus mendukung kinerja topline perusahaan. Kami memperkirakan rata-rata pendapatan per pengguna atau Average Revenue Per User (ARPU) akan terus mengalami pertumbuhan pada kuartal keempat 2025, sejalan dengan arahan dari manajemen,” ungkap Christopher dalam risetnya yang dirilis pada 17 November 2025.

Menurut Christopher, XLSmart berada pada jalur yang tepat untuk merealisasikan sinergi senilai US$ 150 – US$ 200 juta pada tahun 2025. Sinergi ini akan dicapai melalui integrasi jaringan yang sukses, kolaborasi dengan mitra strategis, dan optimalisasi lokasi pasca-merger.

Perusahaan telah melakukan konsolidasi aset jaringan yang tumpang tindih dan meluncurkan Pusat Operasi Layanan & Pengalaman Pelanggan (CESOC) gabungan pada Juli 2025 untuk meningkatkan kualitas layanan. Pada kuartal ketiga 2025, jumlah total BTS (Base Transceiver Station) tumbuh 27% yoy menjadi 209.382, dengan 192 kota dan sekitar 15.000 lokasi telah terintegrasi dalam program Rasionalisasi Jaringan (NR).

IHSG Menguat 0,16% ke 8,419 pada Kamis (20/11), INKP, BMRI, MEDC Top Gainers LQ45

“XLSmart masih sesuai jadwal untuk menyelesaikan integrasi Multi-Operator Core Network (MOCN) pada semester pertama 2026. Integrasi ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi operasional dan meningkatkan pengalaman pelanggan secara nasional,” jelas Christopher.

Gani, Equity Research Analyst OCBC Sekuritas, melihat adanya perbaikan dalam pertumbuhan EXCL. Meskipun demikian, EXCL diperkirakan masih akan mencatatkan biaya tambahan terkait integrasi setelah merger dengan Smartfren pada kuartal IV-2025. Gani juga menyoroti bahwa kompetisi di industri telekomunikasi dan kelancaran proses integrasi akan menjadi tantangan utama bagi EXCL di masa mendatang.

Lebih lanjut, Gani menambahkan bahwa sentimen yang perlu diperhatikan dalam mencermati kinerja EXCL hingga akhir tahun meliputi daya beli masyarakat, tingkat suku bunga, dan persaingan yang ketat di sektor telekomunikasi.

“ARPU diperkirakan akan terus meningkat pada kuartal IV,” kata Gani kepada Kontan, Kamis (20/11/2025).

Christopher memproyeksikan pendapatan EXCL pada tahun 2025 sebesar Rp 37,42 triliun, namun perusahaan diperkirakan akan mengalami kerugian sebesar Rp 741 miliar. Sebagai perbandingan, pada tahun 2024, EXCL berhasil mencatatkan pendapatan sebesar Rp 34,39 triliun dengan laba bersih mencapai Rp 1,82 triliun.

Baik Christopher maupun Gani merekomendasikan untuk beli saham EXCL dengan target harga Rp 3.300 per saham.

Meskipun demikian, terdapat beberapa potensi risiko negatif yang perlu diperhatikan terkait proyeksi tersebut. Risiko-risiko ini meliputi pertumbuhan ARPU yang stagnan, pelemahan daya beli konsumen yang berkepanjangan, dan kegagalan dalam memanfaatkan sinergi yang diharapkan dari merger.

You might also like