
Di tengah hiruk pikuk kehidupan modern, sebuah tren perjalanan baru bernama townsizing mulai mencuri perhatian, khususnya di kalangan wisatawan muda. Konsep wisata kota kecil ini mengajak para petualang untuk beralih dari destinasi populer yang ramai, menuju kota-kota kecil yang menawarkan ketenangan dan kesempatan menikmati aktivitas sederhana namun berkesan.
Istilah townsizing sendiri pertama kali diperkenalkan dalam laporan tren perjalanan Priceline berjudul “Where To Next?” 2025, yang dirilis pada Oktober 2024. Survei tersebut menunjukkan bahwa 67 persen wisatawan muda melihat liburan sebagai momentum ideal untuk mewujudkan impian mereka menjelajahi keindahan kota kecil. Christina Bennett, seorang pakar tren perjalanan konsumen dari Priceline, kepada HuffPost menjelaskan, “Liburan ini menawarkan kesempatan unik untuk tetap menjelajah, sekaligus melepas penat dan menikmati suasana nyaman serta otentik yang hanya bisa ditawarkan oleh destinasi urbanisasi.”
Inti dari konsep perjalanan townsizing ini adalah menikmati setiap momen dengan santai, seperti berjalan-jalan di tengah pemandangan indah atau menikmati makan malam yang tenang. Blogger perjalanan Isabel Leong menyoroti bahwa seiring dengan kesibukan aktivitas sehari-hari dan meningkatnya tuntutan hidup, banyak orang kini mencari jenis liburan yang memungkinkan mereka benar-benar bersantai. Oleh karena itu, townsizing menjadi pilihan ideal untuk mengunjungi kota-kota kecil yang mungkin jarang dikenal wisatawan, sekaligus merasakan momen kehidupan sehari-hari yang otentik. Isabel sendiri berbagi pengalamannya mengunjungi kota-kota kecil seperti Bansko, Bulgaria, dan Fox Glacier, Selandia Baru.
Manfaat dari tren townsizing ini sangat beragam, menjadikannya pilihan menarik bagi banyak pelancong. Stephen Lee, seorang spesialis perjalanan Eropa dari Unforgettable Travel Company, menekankan bahwa salah satu keuntungan utama adalah kemampuan untuk menjauh dari keramaian, terutama di lokasi-lokasi yang saat ini menghadapi fenomena pariwisata berlebihan, seperti Barcelona. Ia menambahkan, “Dengan merencanakan perjalanan ke destinasi yang lebih kecil, mungkin kurang dikenal, wisatawan juga dapat menemukan lebih banyak nuansa kehidupan sehari-hari, alih-alih hanya mengikuti rencana perjalanan yang populer atau sangat direkomendasikan.”
Lebih dari itu, townsizing memberikan kesempatan bagi wisatawan untuk membangun koneksi yang lebih mendalam dan bermakna dengan destinasi serta penduduk lokalnya. Ini menghadirkan pengalaman yang benar-benar otentik, di mana interaksi santai dengan warga setempat menjadi bagian tak terpisahkan dari liburan. Keunggulan lainnya, kota-kota kecil seringkali cenderung lebih terjangkau secara biaya dan tidak seramai kota-kota besar.
Namun, seperti setiap tren perjalanan, townsizing juga memiliki beberapa tantangan yang perlu dipertimbangkan. Laura Lindsay, pakar tren perjalanan global dari Skyscanner, menyoroti masalah aksesibilitas sebagai salah satu kekurangan utama. Ia menjelaskan, “Kota-kota besar seringkali lebih populer karena memiliki bandara utama atau beberapa pilihan bandara, sehingga memudahkan wisatawan untuk berkunjung. Di banyak kota kecil, jumlah penerbangan terbatas, atau pilihan penerbangan tersebut mungkin memerlukan beberapa kali transit.”
Selain itu, destinasi kota kecil seringkali memiliki pilihan akomodasi yang lebih terbatas, dan beberapa layanan mungkin hanya tersedia secara musiman. Oleh karena itu, Katlyn Svendsen, direktur senior hubungan masyarakat global di Travel South Dakota, menekankan bahwa perencanaan yang matang adalah kunci untuk memastikan kelancaran perjalanan townsizing. Ia menegaskan, “Kota-kota kecil mungkin memiliki lebih sedikit akomodasi, atau mungkin beberapa layanan hanya tersedia secara musiman, jadi perencanaan ke depan adalah kuncinya.”
Pilihan editor: Tren Sleep Divorce dalam Perjalanan Semakin Diminati Pasangan, Ada Manfaatnya?