Ekspansi Mineral! Prospek Saham Emiten Batubara Bakal Terbang Tinggi?

HargaPer.com – Murah &Terbaik Murah &Terbaik – JAKARTA. Tren diversifikasi bisnis emiten produsen batubara menuju sektor tambang mineral semakin gencar dilakukan belakangan ini. Langkah strategis ini mencerminkan adaptasi perusahaan-perusahaan besar terhadap dinamika pasar dan prospek energi masa depan.

Terbaru, PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) telah mengambil langkah signifikan dengan membeli 585 juta saham PT Adhi Kartiko Pratama Tbk (NICE) pada 4 Juli 2025. Dengan harga Rp 438 per saham, nilai transaksi ini mencapai Rp 285,48 miliar. NICE sendiri merupakan emiten pertambangan nikel yang telah beroperasi sejak 2008, dengan lokasi tambang di Desa Lameruru, Kecamatan Langgikima, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. Monica I. Krisnamurti, Corporate Secretary ITMG, mengungkapkan bahwa tujuan akuisisi ini adalah untuk investasi jangka panjang dan diversifikasi investasi.

Fenomena diversifikasi ini bukan hanya dilakukan oleh ITMG. Sebelumnya, PT Bumi Resources Tbk (BUMI) juga tengah bersiap melebarkan sayap bisnisnya ke sektor pertambangan emas dan tembaga. Caranya adalah dengan rencana akuisisi Wolfram Limited, sebuah produsen emas dan tembaga yang beroperasi di Australia. Untuk memuluskan ekspansi ini, BUMI menerbitkan Obligasi Berkelanjutan I Tahap I dengan nilai emisi Rp 350 miliar, yang sebagian dananya akan digunakan untuk mendanai akuisisi Wolfram Limited.

Emiten batubara lain yang sudah lebih dulu terjun ke sektor mineral adalah PT Harum Energy Tbk (HRUM). Melalui anak usahanya, PT Harum Nickel Perkasa, HRUM telah merambah tambang nikel. HRUM juga memiliki beberapa entitas anak tidak langsung dan entitas asosiasi yang aktif di industri nikel. Berdasarkan paparan publik Mei 2025, penjualan nikel HRUM pada kuartal I-2025 melesat 75% secara tahunan atau year to date (ytd) menjadi 14,90 juta ton. Harga rata-rata penjualan nikel HRUM juga mencatatkan kenaikan sebesar 2%. Kontribusi segmen nikel terhadap total pendapatan HRUM pada kuartal I-2025 mencapai 58% dari total US$ 298,9 juta.

Tak ketinggalan, PT United Tractors Tbk (UNTR) juga aktif melakukan diversifikasi ke sektor tambang mineral, meliputi nikel dan emas. Manajemen UNTR sebelumnya telah menyatakan rencana perusahaan untuk mengakuisisi tambang emas atau nikel baru di luar negeri, khususnya Australia. Upaya akuisisi tambang mineral di mancanegara ini bertujuan untuk menyeimbangkan porsi pendapatan batubara dan non-batubara UNTR menjadi 50:50 dalam beberapa tahun ke depan. Saat ini, pendapatan UNTR masih didominasi oleh sektor batubara sekitar 65%, sementara 35% sisanya berasal dari sektor non-batubara.

Selain nama-nama di atas, PT Indika Energy Tbk (INDY) juga telah gencar berekspansi ke sektor tambang mineral selama beberapa tahun terakhir. Salah satu anak usahanya, PT Masmindo Dwi Area, saat ini tengah menggarap proyek tambang emas Awakmas di Sulawesi Selatan. INDY juga memperluas jejaknya ke sektor tambang bauksit melalui PT Mekko Mining serta sektor perdagangan nikel melalui PT Rockgeo Energi Nusantara.

Menurut Analis Korea Investment & Sekuritas Indonesia (KISI) Muhammad Wafi, tren diversifikasi emiten batubara ke sektor mineral ini didorong oleh prospek industri batubara yang dinilai kurang menjanjikan dalam jangka panjang. Hal ini diperkuat oleh dorongan transisi menuju energi hijau yang secara bertahap mengurangi ketergantungan pada komoditas batubara. Wafi menambahkan, sektor mineral justru menjadi bagian integral dari ekosistem energi baru terbarukan (EBT).

Maraknya aksi diversifikasi ini juga diperkuat oleh tren peningkatan permintaan terhadap komoditas mineral seperti nikel, emas, dan tembaga. Sejumlah komoditas mineral ini memiliki peran penting sebagai bahan baku baterai kendaraan listrik, yang tentunya sangat berkaitan erat dengan agenda transisi energi global. Selain itu, dukungan kebijakan hilirisasi mineral dari pemerintah juga menjadi faktor pendorong signifikan bagi emiten batubara untuk bersemangat melakukan diversifikasi bisnis ke sektor tersebut.

Ekky Topan, Investment Analyst Infovesta Utama, mengungkapkan bahwa dibandingkan dengan batubara yang permintaannya mulai melandai dan harga cenderung melemah, komoditas mineral saat ini menawarkan potensi pertumbuhan yang lebih kuat dan valuasi yang lebih tinggi. Namun, ekspansi ke sektor mineral ini bukan tanpa tantangan. Emiten batubara perlu menyiapkan belanja modal yang besar untuk pengembangan infrastruktur penunjang pertambangan maupun smelter.

Di samping itu, perusahaan-perusahaan ini juga harus menghadapi kompleksitas perizinan dan risiko operasional yang berbeda dengan industri batubara. Adaptasi dalam hal kompetensi teknis di industri tambang mineral juga menjadi krusial. Selain itu, jika harga komoditas mineral dan batubara sama-sama mengalami penurunan, maka emiten berisiko mengalami perlambatan kinerja yang signifikan. Emiten batubara juga perlu memantau perkembangan pasar secara cermat, mengingat risiko kelebihan pasokan pada komoditas mineral bisa sewaktu-waktu terjadi.

Muhammad Wafi berpandangan bahwa selama komoditas mineral masih menjadi bagian dari ekosistem EBT, maka tren diversifikasi oleh emiten batubara ke sektor ini akan terus berlanjut pada masa mendatang. Sementara itu, Ekky Topan menambahkan bahwa kesuksesan emiten batubara yang masuk ke sektor mineral akan sangat bergantung pada kemampuan mereka dalam mendanai ekspansi, mengeksekusi proyek, serta menjaga stabilitas harga komoditas global.

Dari sisi teknikal, Ekky Topan melihat saham BUMI menarik untuk mulai diakumulasi di area harga saat ini dengan potensi target harga di level Rp 150 per saham. Saham UNTR juga menunjukkan sinyal rebound dengan target harga jangka menengah di level Rp 23.500 per saham. Kedua saham ini, menurutnya, bisa dipantau untuk peluang dalam strategi swing trading maupun penempatan jangka menengah. Senada dengan itu, Wafi menilai saham ITMG, BUMI, HRUM, INDY, dan UNTR sama-sama layak dipertimbangkan oleh para investor, dengan target harga masing-masing Rp 23.500 per saham, Rp 125 per saham, Rp 850 per saham, Rp 1.400 per saham, dan Rp 24.000 per saham.

You might also like