HargaPer.com – Murah & Terbaik – JAKARTA. Keputusan Bank Indonesia (BI) untuk mempertahankan suku bunga acuan pada level 4,75% dinilai memberikan dampak netral bagi pergerakan saham-saham perbankan besar (big banks). Bagaimana pengaruhnya terhadap performa saham-saham bank papan atas ini?
Setelah sempat menguat di sesi pertama perdagangan, sebagian besar saham big banks justru kembali mengalami koreksi pada penutupan perdagangan Kamis (20/11/2025).
Sebagai gambaran, saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) tercatat turun 0,59% menjadi Rp 8.425, dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) menyusut 0,25% ke level Rp 3.990. Sementara itu, saham PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) tampak stabil di harga Rp 4.460.
Di sisi lain, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) menjadi satu-satunya saham big banks yang berhasil mencatatkan kenaikan, dengan penguatan sebesar 1,86% ke posisi Rp 4.940.
Menariknya, meskipun harga saham terkoreksi, keempat bank ini justru mencatatkan net buy atau pembelian bersih oleh investor asing pada hari yang sama. Detailnya, BBCA mencatatkan net buy sebesar Rp 230,48 miliar, BBNI sebesar Rp 87,89 miliar, BBRI sebesar Rp 154,69 miliar, dan BMRI sebesar Rp 582,18 miliar.
Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia, Miftahul Khaer, menjelaskan bahwa koreksi harga pada sejumlah saham big banks ini disebabkan karena pasar telah mengantisipasi keputusan BI untuk menahan suku bunga acuan.
“Saham-saham big banks sudah mengalami akumulasi kenaikan beberapa hari sebelum pengumuman ini. Meskipun tidak ada penurunan lebih lanjut, harga saham perbankan cenderung sudah priced in,” ungkap Miftahul kepada Kontan, Kamis (20/11/2025).
Dari sisi fundamental, Miftahul menambahkan bahwa kinerja big banks saat ini belum menunjukkan performa yang terlalu impresif. Pertumbuhan kredit masih moderat, margin bunga bersih (NIM) masih tertekan, dan kenaikan laba belum sepenuhnya memenuhi ekspektasi pasar.
Namun, ia melihat adanya sinyal perbaikan pada kuartal III-2025. “Kondisi ini sudah lebih baik dibandingkan kuartal sebelumnya,” jelasnya.
Miftahul memprediksi bahwa akhir tahun berpotensi menjadi momentum penting bagi sektor perbankan. Periode November–Desember biasanya ditandai dengan peningkatan konsumsi masyarakat, yang pada gilirannya dapat memicu permintaan kredit baru.
Ia memperkirakan bahwa sentimen akhir tahun ini dapat menjadi katalis positif bagi ekspansi kredit perbankan, yang pada akhirnya akan berdampak positif pada profitabilitas sektor ini.
Senada dengan Miftahul, pengamat pasar modal sekaligus founder Republik Investor, Hendra Wardana, berpendapat bahwa penahanan BI rate memberikan ruang bagi bank untuk menjaga biaya dana (cost of fund/COF) tetap terkendali.
“Dengan demikian, margin bunga bersih bank tidak akan tertekan. Hal ini juga sekaligus mempertahankan loyalitas kreditur di tengah pemulihan aktivitas konsumsi dan pembiayaan korporasi,” jelas Hendra.
Meskipun demikian, Hendra menyarankan agar investor menggunakan pendekatan kombinasi yang tepat untuk berinvestasi pada saham perbankan. Untuk aktivitas trading, ia menilai saham big banks cocok dijadikan instrumen safe haven di tengah volatilitas pasar menjelang akhir tahun.
Selain itu, untuk investasi jangka panjang, sektor perbankan secara keseluruhan tetap dianggap sebagai tulang punggung IHSG dan memberikan kontribusi laba terbesar di Indonesia.
Hendra merekomendasikan speculative buy untuk saham BBCA, BBRI, dan BMRI, dengan target harga masing-masing Rp 8.750, Rp 4.170, dan Rp 5.300. Sementara untuk saham BBNI, ia menyarankan strategi buy on weakness di area Rp 4.380, dengan target harga Rp 4.700.
Sementara itu, Miftahul merekomendasikan saham BMRI dan BBRI masing-masing dengan target harga Rp 5.950 dan Rp 4.620.