KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Rupiah memulai perdagangan hari ini dengan sentimen negatif. Pada Kamis (20/11/2025), mata uang Garuda dibuka pada level Rp 16.735 per dolar Amerika Serikat (AS) di pasar spot.
Angka ini menunjukkan pelemahan sebesar 0,16% dibandingkan dengan penutupan hari sebelumnya yang berada di posisi Rp 16.708 per dolar AS. Pelemahan rupiah ini sejalan dengan tren depresiasi yang dialami oleh sebagian besar mata uang di Asia.
Tekanan terhadap rupiah nampaknya dipicu oleh respons pasar terhadap risalah pertemuan terbaru Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed). Dalam rapat yang diselenggarakan pada 28–29 Oktober lalu, sejumlah pejabat The Fed mengisyaratkan kemungkinan besar suku bunga akan dipertahankan stabil hingga akhir tahun 2025.
Lukman Leong, Analis Doo Financial Futures, berpendapat bahwa publikasi risalah tersebut menjadi salah satu faktor utama yang memicu pelemahan rupiah pagi ini. Menurutnya, penguatan dolar AS tidak hanya dirasakan terhadap rupiah, tetapi juga terhadap mayoritas mata uang global.
Bursa Asia Reli di Pagi Ini (20/11): Ditopang Kinerja Nvidia, Nikkei Melonjak 3,39%
Lebih lanjut, Lukman Leong menekankan bahwa arah pergerakan mata uang dapat berubah sewaktu-waktu, tergantung pada rilis data ekonomi mendatang, terutama data inflasi dan tenaga kerja di AS. “Selain itu, pergerakan rupiah juga akan dipengaruhi oleh prospek tingkat suku bunga Bank Indonesia yang diprediksi masih akan mengalami penurunan di masa depan,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (20/11/2025). Ia memproyeksikan bahwa nilai tukar rupiah akan bergerak dalam rentang Rp 16.700-Rp 16.900 pada akhir tahun 2025.
Secara terpisah, Myrdal Gunarto, Global Market Economist Maybank Indonesia, menjelaskan bahwa pelemahan rupiah saat ini juga dipengaruhi oleh arus keluar modal dari pasar surat utang negara (SUN), seiring dengan kenaikan imbal hasil obligasi AS. Kondisi ini diperkuat oleh ekspektasi yang menurun terhadap pemangkasan suku bunga The Fed, sehingga banyak pelaku pasar memilih untuk bersikap *wait and see* terhadap perkembangan data ekonomi.
“Ini menjadi alasan bagi investor untuk menjual surat utang negara Indonesia, dan kita melihat jumlah kepemilikan asing di SUN terus mengalami penurunan,” kata Myrdal kepada Kontan, Kamis (20/11/2025). Selain itu, meningkatnya kebutuhan dolar AS menjelang akhir tahun, baik untuk pembayaran impor maupun pengisian stok awal tahun, turut menambah tekanan terhadap rupiah.
Namun, Myrdal menambahkan bahwa rupiah masih berpeluang untuk menguat pada akhir tahun, didukung oleh potensi arus masuk modal kembali setelah arah kebijakan suku bunga The Fed menjadi lebih jelas, perbaikan data ekonomi AS, realisasi investasi asing langsung (FDI), serta tren surplus neraca perdagangan.
Rupiah Dibuka Melemah ke Rp 16.735 Per Dolar AS di Pagi Ini (20/11), Asia Terkoreksi