PGEO Geber Panas Bumi: Energi Bersih untuk Industri Masa Depan

HargaPer.com – Murah & Terbaik JAKARTA. PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) terus menggenjot pengembangan energi panas bumi di Indonesia. Fokusnya tak lagi terbatas pada kebutuhan kelistrikan, namun kini PGEO secara aktif merambah pemanfaatan panas bumi untuk keperluan off-grid atau di luar sektor ketenagalistrikan.

Direktur Eksplorasi dan Pengembangan Pertamina Geothermal Energy, Edwil Suzandi, menjelaskan bahwa PGEO memiliki inisiatif strategis bertajuk Beyond Electricity. Program ini bertujuan memanfaatkan panas bumi di berbagai sektor industri, dengan harapan mampu mengakselerasi pertumbuhan industri manufaktur di tanah air.

Setidaknya, ada tiga proyek ambisius PGEO yang menjadi manifestasi dari inisiatif Beyond Electricity ini.

Pertamina Geothermal Energy (PGEO) Optimistis Bisa Pulihkan Laba Bersih

Pertama, PGEO tengah menggarap proyek percontohan pengembangan Hidrogen Hijau (Green Hydrogen) di Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) Ulubelu, Lampung. Dalam proyek ini, PGEO berkolaborasi dengan Toyota Indonesia yang akan bertindak sebagai calon offtaker. Melalui inisiatif ini, PGEO berupaya membangun ekosistem hidrogen hijau terpadu di Indonesia, sekaligus mendorong peningkatan skala industri tersebut. Tujuan utama dari proyek percontohan ini bukanlah komersialisasi, melainkan untuk menguji efisiensi teknologi electrolyzer serta menentukan biaya produksi dan kelayakan komersial hidrogen hijau di masa mendatang. “Target commissioning proyek ini adalah pada 2026 nanti,” ujar Edwil dalam paparan publik, Senin (3/10/2025).

Kedua, PGEO mengembangkan proyek Green Ammonia atau Hidrogen Hijau melalui kerja sama dengan PT Pertamina Gas (Pertagas). Hidrogen hijau dipandang sebagai salah satu komoditas yang sangat strategis di masa depan, mengingat potensinya yang luas untuk aplikasi seperti produk pupuk hingga bahan bakar transportasi perkapalan. Jika berhasil dikembangkan secara optimal, produk ini juga berpotensi besar untuk diekspor ke berbagai negara. Saat ini, proyek tersebut masih dalam tahap studi kelayakan yang mendalam.

Ketiga, PGEO mulai menaruh perhatian pada pengembangan proyek Green Data Center, yaitu pusat data yang mengandalkan panas bumi sebagai sumber listrik utama. Karakteristik panas bumi yang bersifat base load—mampu menghasilkan listrik ramah lingkungan secara stabil 24 jam penuh—menjadi keunggulan utama untuk mendukung kebutuhan ini. Lokasi pengembangan Green Data Center untuk tahap awal direncanakan di WKP Kamojang, Jawa Barat, yang dipilih karena telah memiliki sumber panas bumi yang stabil dan infrastruktur yang lebih matang, menjadikannya sangat cocok untuk mendukung operasional pusat data. Sejauh ini, PGEO telah menandatangani joint agreement dengan calon mitra untuk pengembangan Green Data Center ini. “Proses FID (Final Investment Decision) ditargetkan dapat dilakukan pada akhir tahun 2025,” tambah Edwil.

Laba Bersih Turun Per Kuartal III-2025, Cek Rekomendasi Saham PGEO

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama Pertamina Geothermal Energy, Julfi Hadi, menjelaskan bahwa inisiatif Beyond Electricity bukan hanya sekadar diversifikasi bisnis bagi PGEO. Lebih dari itu, langkah ini merupakan bagian integral dari upaya perusahaan dalam menciptakan nilai tambah signifikan pada aset panas bumi yang sudah ada (eksisting). Julfi menggarisbawahi bahwa bisnis listrik panas bumi memiliki margin yang cenderung terbatas dan sangat bergantung pada harga jual kepada PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Dengan adanya proyek-proyek inovatif seperti Hidrogen Hijau, Amonia Hijau, dan Green Data Center, PGEO dapat memaksimalkan pemanfaatan aset panas bumi yang telah ada tanpa perlu membangun sumur-sumur baru. Hal ini membuka peluang bagi emiten untuk memperoleh laba lebih cepat sekaligus menciptakan sumber pendapatan tambahan yang berkelanjutan.

“Jadi arah kami ke depannya bukan hanya menjadi penyedia listrik, tapi menjadi clean energy company dengan portofolio yang lebih luas dan berkelanjutan,” ungkap Julfi, menegaskan visi perusahaan yang lebih ambisius.

Lebih lanjut, Julfi menegaskan bahwa inisiatif Beyond Electricity juga merupakan bagian penting dari strategi PGEO untuk meningkatkan kapasitas terpasang panas bumi menjadi 1 gigawatt (GW) dalam dua hingga tiga tahun mendatang (2028-2029). Adapun dalam jangka panjang, yaitu 8 hingga 10 tahun ke depan, PGEO berambisi menjadi perusahaan panas bumi terdepan yang mengelola kapasitas terpasang mencapai 3 GW.

Hingga saat ini, PGEO mengelola 15 Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) dengan total kapasitas 1.932 megawatt (MW). Dari jumlah tersebut, 727 MW dikelola secara mandiri atau langsung, sedangkan 1.205 MW lainnya dikelola melalui skema Joint Operation Contract (JOC). Dengan capaian tersebut, PGEO saat ini berkontribusi sekitar 70% terhadap total kapasitas panas bumi nasional, memperkuat posisinya sebagai pemain kunci dalam energi terbarukan di Indonesia.

Untuk merealisasikan target kapasitas terpasang panas bumi mencapai 1 GW dalam waktu dekat, PGEO telah melakukan berbagai upaya jangka pendek yang konkret. Salah satunya adalah pelaksanaan Commercial on Date (COD) untuk proyek PLTP Lumut Balai Unit 2 di Sumatra Selatan yang berkapasitas 55 MW pada Juni 2025.

Selain itu, PGEO menargetkan proyek PLTP Lumut Balai Unit 3, yang juga berkapasitas 55 MW, dapat dimulai pada akhir 2025. Proyek yang membutuhkan investasi sebesar US$ 447,75 juta ini diproyeksikan akan beroperasi secara komersial (COD) pada tahun 2029. PGEO juga telah memulai proses pengeboran sumur untuk proyek PLTP Gunung Tiga di Lampung, dengan kapasitas 2×27,5 MW dan nilai investasi US$ 298,3 juta. Proyek ini ditargetkan mencapai COD pada 2029 dan 2030.

Proyek PGEO lainnya adalah PLTP Kotamobagu di Sulawesi Utara dengan kapasitas 50+14 MW, yang telah memperoleh FID (Final Investment Decision) dan ditargetkan akan menyelesaikan pengeboran pertamanya pada tahun 2026. Proyek ini menelan investasi sebesar US$ 448,92 juta dan diproyeksikan akan COD pada tahun 2030. Tidak ketinggalan, ada pula proyek PLTP Bukit Daun di Bengkulu yang berkapasitas 2×30 MW dan ditargetkan COD pada 2030. Sejauh ini, nilai investasi proyek tersebut belum diungkapkan oleh PGEO. “Kami menargetkan selesai studi kelayakan untuk proyek Bukit Daun pada akhir tahun ini dan kemudian berlanjut ke PPA (Power Purchase Agreement) dengan PLN,” jelas Edwil.

Sebagai catatan performa, PGEO membukukan pertumbuhan pendapatan sebesar 4,20% year on year (yoy) menjadi US$ 318,86 juta per kuartal III-2025. Namun, pada periode yang sama, laba bersih PGEO tergerus 22,18% yoy menjadi US$ 104,26 juta. Dari sisi operasional, PGEO mencatatkan produksi listrik sebanyak 3.744 gigawatt hour (GWh) per kuartal III-2025, yang menunjukkan pertumbuhan 4,06% yoy dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Hingga akhir tahun 2025, produksi listrik PGEO diproyeksikan mencapai 4.978 GWh, sementara pada tahun 2026 mendatang, diprediksi akan tumbuh menjadi 5.100 GWh.

You might also like