Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa tengah mempersiapkan langkah strategis dengan memberlakukan tarif cukai khusus untuk rokok ilegal yang diproduksi di dalam negeri. Inisiatif penting ini bertujuan ganda, yakni membendung masuknya rokok ilegal dari luar negeri ke pasar Indonesia sekaligus menertibkan industri rokok dalam negeri yang selama ini beroperasi di jalur tak resmi.
Purbaya menegaskan komitmen pemerintah untuk “merapikan pasar” dan menutup celah bagi peredaran barang ilegal. Untuk para produsen rokok ilegal domestik, tawaran untuk beralih ke sistem yang lebih legal di Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT) dengan tarif cukai tertentu sedang digodok. Program ini diharapkan dapat mulai berjalan paling lambat pada Desember 2025, menandai babak baru dalam penegakan regulasi di sektor tembakau.
Kebijakan ini diambil sebagai respons atas fakta bahwa peredaran rokok ilegal dari luar negeri, khususnya yang berasal dari Cina dan Vietnam, telah terbukti mematikan produksi rokok legal dalam negeri. Selama ini, industri rokok yang patuh pada aturan dibebani tarif cukai yang tinggi, menciptakan disparitas yang merugikan. Situasi ini mendorong pemerintah untuk mencari solusi yang lebih adil dan berkelanjutan.
Purbaya mengkritisi kebijakan terdahulu yang secara drastis menaikkan tarif cukai dengan dalih menekan konsumsi rokok. Namun, ia menyatakan, realitas di lapangan menunjukkan bahwa masyarakat tetap merokok, dan yang terjadi justru adalah membanjirnya produk rokok ilegal. Hal ini menunjukkan kegagalan kebijakan lama dalam mencapai tujuan kesehatan masyarakat.
Ironisnya, tingginya peredaran rokok ilegal asing yang dikonsumsi masyarakat membuat aspek kesehatan publik tetap tak terjaga. “Kalau begitu kebijakannya untuk apa? Kita mematikan industri rokok legal dalam negeri, tetapi menghidupkan rokok ilegal dari luar negeri. Kalau begitu saya rugi. Saya tidak mau rugi,” tegas Purbaya, menyiratkan kerugian ganda bagi negara dan industri domestik.
Menteri Keuangan memastikan akan mengambil tindakan tegas terhadap siapa pun yang masih nekat mengedarkan rokok ilegal di Indonesia. “Kalau (kebijakan) itu sudah jalan, pemain-pemain yang tadinya gelap, kalau masih gelap kita sikat. Tidak ada lagi kompromi di situ,” ancam Purbaya, menunjukkan keseriusan pemerintah dalam memberantas pelanggaran setelah upaya legalisasi ditawarkan.
Pemerintah, melalui Kementerian Keuangan, tidak hanya berkomitmen untuk menindak, tetapi juga membuka peluang bagi pelaku usaha kecil yang selama ini bergerak di “area gelap” untuk melakukan legalisasi. Tujuannya jelas, yaitu menciptakan persaingan pasar rokok yang lebih adil, di mana semua pihak beroperasi secara legal tanpa merusak pasar.
Purbaya menjelaskan bahwa pemerintah akan memberikan ruang bagi pelaku usaha ilegal untuk transisi ke jalur legal, bahkan dengan mempertimbangkan bantuan permodalan jika diperlukan, demi menarik produsen rokok ilegal agar bergabung dalam sistem yang sah. Namun, jika mereka tetap memilih beroperasi secara ilegal, maka Bea Cukai tidak akan ragu untuk bertindak keras.
Setelah diberikan kesempatan untuk berbenah, pengawasan dan penindakan akan diperketat demi terciptanya persaingan yang sehat dan adil. Kementerian Keuangan saat ini sedang mempelajari mekanisme paling tepat agar perusahaan-perusahaan kecil dapat bertahan tanpa mengganggu pasar secara tidak adil. Ini termasuk menyediakan fasilitas agar pelaku usaha ilegal dapat pindah ke ruang usaha yang legal, seperti kawasan Lingkungan Industri Kecil Hasil Tembakau (LIK-IHT) di Kudus, sehingga semua kegiatan tercatat dan diawasi secara penuh.