Strategi Cuan Saham Rokok: Analis Ungkap Dampak Cukai!

Masa depan tarif cukai rokok tahun 2026 masih diselimuti ketidakpastian, dengan pemerintah menegaskan bahwa pembahasan masih berlangsung dan diskusi dengan para pelaku usaha industri rokok akan segera digelar. Isu krusial ini sontak memicu pergerakan signifikan di pasar modal, khususnya pada saham emiten rokok. Setelah sempat menggeliat dengan tren penguatan selama tiga hari berturut-turut, saham PT Gudang Garam Tbk (GGRM), PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP), dan PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM) akhirnya harus menelan pil pahit penurunan pada penutupan perdagangan Rabu (24/9/2025).

Pada perdagangan kemarin, saham GGRM ditutup melemah 7,59% ke level Rp 13.700 per saham. Namun, penurunan ini seolah tak berarti jika melihat performa dalam sebulan terakhir, di mana harga saham produsen rokok ini telah melonjak tajam hingga 56,13%, menunjukkan akumulasi positif investor sebelumnya.

Tak jauh berbeda, saham HMSP juga mengalami koreksi 4,82%, parkir di posisi Rp 790 per saham. Meski demikian, dalam rentang satu bulan, saham HMSP berhasil membukukan kenaikan impresif sebesar 47,66%. Senada, WIIM ditutup turun 4,58% ke Rp 1.250 per saham, namun patut dicatat kenaikan signifikan sebesar 54,32% yang berhasil diraihnya dalam sebulan terakhir.

Indri Liftiany Travelin Yunus, Retail Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), mengamati bahwa euforia pasar yang sempat menggila terkait isu pengkajian ulang tarif cukai kini mulai mereda. Menurutnya, lonjakan harga saham beberapa waktu lalu merupakan indikasi kuat bahwa para investor sedang melakukan aksi profit taking, mengamankan keuntungan yang telah diraih. “Saat ini para pelaku pasar memanfaatkan momentum untuk melakukan profit taking,” ungkap Indri kepada Kontan, Rabu (24/9). Lebih lanjut, Indri memproyeksikan pergerakan saham rokok akan memasuki fase konsolidasi, mencari level support baru yang kokoh sebagai pijakan untuk pergerakan selanjutnya.

Indri menegaskan bahwa masa depan saham emiten rokok akan sangat ditentukan oleh keputusan pemerintah terkait evaluasi tarif cukai 2026. Jika pemerintah memilih untuk tidak menaikkan tarif cukai, maka sentimen positif akan membanjiri pasar. Kebijakan ini berpotensi besar mendorong penjualan rokok, mempertebal keuntungan bersih (bottom line), dan secara signifikan memperbaiki kinerja keuangan emiten. “Fenomena tersebut dapat memikat para pelaku pasar untuk mengoleksi saham-saham tersebut,” terang Indri, menggambarkan potensi daya tarik bagi investor.

Sebaliknya, skenario kenaikan tarif cukai justru bisa menjadi bumerang. Kenaikan harga rokok dinilai akan menekan daya beli dan konsumsi masyarakat, yang pada akhirnya dapat membuat investor berpaling dari saham-saham rokok. Senada dengan pandangan tersebut, Abdul Azis Setyo Wibowo, Equity Research Kiwoom Sekuritas Indonesia, turut menyoroti dampak positif jika pemerintah memutuskan menahan kenaikan tarif cukai atau bahkan menerapkan moratorium. “Kami melihat ini menjadi peluang untuk lanjutan penguatan saham rokok yang mana perbaikan margin bisa jadi katalis positif bagi emiten rokok,” ujar Azis kepada Kontan, Rabu (24/9), menggarisbawahi pentingnya stabilitas kebijakan.

Untuk investor yang telah mengoleksi saham rokok sejak level rendah, Indri menyarankan strategi hold. Namun, ia menekankan pentingnya untuk terus mencermati indikator-indikator kunci seperti perkembangan sentimen pasar, volume transaksi, dan besaran penurunan harga. Secara spesifik, Indri merekomendasikan buy on pullback untuk saham HMSP, dengan level masuk ideal di Rp 770–Rp 780 per saham, serta target harga jangka pendek Rp 850.

Sementara itu, Azis mengeluarkan peringatan agar investor lebih berhati-hati. Mengingat kenaikan harga saham rokok yang sudah cukup tinggi, risiko koreksi tetap membayangi. Meski demikian, ia tetap memberikan rekomendasi trading buy untuk saham HMSP, dengan target harga yang sedikit lebih tinggi, yakni Rp 860 per saham.

You might also like