
Kinerja indeks industrials di pasar saham terus menunjukkan geliat yang impresif. Sentimen positif dari pemangkasan suku bunga, baik di tingkat global maupun domestik, diyakini analis menjadi katalis utama pendorong performa gemilang ini.
Hingga Selasa (23/9/2025), pergerakan indeks industrials telah melonjak signifikan sebesar 53,40% secara year to date (YtD). Angka ini menempatkan sektor industri pada posisi kedua sebagai indeks dengan laju paling kencang, hanya kalah dari indeks teknologi yang berhasil melesat 169,72% YtD.
Menurut pandangan Muhammad Wafi, Kepala Riset Korea Investment and Sekuritas Indonesia (KISI), beberapa faktor fundamental turut menyokong lonjakan ini. Pertama, tren penurunan suku bunga oleh Bank Indonesia dan The Fed, bank sentral Amerika Serikat, telah berdampak pada biaya dana atau cost of fund yang lebih rendah bagi sektor manufaktur dan infrastruktur. Kondisi ini tentunya meringankan beban operasional dan mendorong ekspansi.
Selain itu, peningkatan belanja modal dari sektor swasta dan realisasi proyek-proyek pemerintah di berbagai bidang seperti transportasi, logistik, hingga konstruksi, juga memberikan dukungan kuat. Wafi menambahkan bahwa terjadi rotasi sektor dari komoditas menuju domestik play, menjadikan sektor industri sebagai cerminan vital dari pemulihan ekonomi riil.
Muhammad Wafi mengidentifikasi sejumlah emiten yang menjadi pendorong utama kinerja indeks industrials. Di antaranya adalah PT Astra International Tbk (ASII), PT United Tractors Tbk (UNTR), PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia Tbk (GMFI), serta berbagai perusahaan di sektor transportasi dan logistik. Secara tahun berjalan, harga saham ASII telah menguat 19,19% YtD, UNTR tumbuh 5,84% YtD, dan GMFI melesat 75%. Tidak hanya itu, emiten industri berbasis konsumsi dan kemasan juga turut berkontribusi berkat peningkatan permintaan domestik yang solid.
Melihat ke depan, prospek sektor industri diperkirakan masih akan positif hingga akhir tahun. Beberapa katalis tambahan yang diantisipasi meliputi stimulus fiskal dan moneter yang pro-pertumbuhan, likuiditas pasar yang longgar, serta realisasi proyek-proyek strategis pemerintah seperti pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), jaringan jalan tol, dan pengembangan energi terbarukan. Namun demikian, Wafi mengingatkan para investor untuk tetap mewaspadai potensi perlambatan ekonomi China dan fluktuasi harga energi global yang dapat memengaruhi dinamika pasar.
Dalam konteks pilihan investasi saham, Wafi menyoroti ASII sebagai emiten yang diuntungkan dari pemulihan sektor otomotif, disusul kontribusi positif dari segmen agribisnis dan alat berat. Untuk UNTR, diversifikasi bisnis ke sektor pertambangan emas dan kendaraan listrik menjadikannya tetap menarik, meskipun tekanan pada harga batubara patut dicermati. Emiten konstruksi BUMN karya juga diproyeksikan berpotensi terdorong oleh akselerasi proyek IKN. Sementara itu, produsen semen seperti PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) dan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) dapat merasakan manfaat signifikan jika pembangunan infrastruktur semakin agresif.
Berdasarkan analisis tersebut, Wafi merekomendasikan pilihan saham ASII dengan target harga Rp 6.700, UNTR pada Rp 28.500, dan SMGR di level Rp 3.500.