
Langkah mengejutkan datang dari ranah industri tekstil nasional ketika PT Sejahtera Bintang Abadi Textile Tbk (SRBT), salah satu perusahaan tekstil terkemuka asal Bandung, resmi dinyatakan pailit. Putusan ini dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, menambah panjang daftar perusahaan besar di sektor tekstil yang menghadapi tantangan berat. Status pailit ini membawa SRBT menyusul jejak PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) yang sebelumnya juga mengalami nasib serupa.
Berdasarkan informasi yang tercantum dalam keterbukaan Bursa Efek Indonesia (BEI), keputusan penting mengenai pailitnya PT Sejahtera Bintang Abadi Textile Tbk ini tertuang dalam putusan Nomor 3/Pdt.Sus-PKPU/2025/PN Jkt. Pst yang ditetapkan pada tanggal 3 September 2025. Dalam amar putusannya, pengadilan dengan tegas menyatakan bahwa Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang sebelumnya diajukan oleh perseroan telah berakhir, sehingga secara resmi menetapkan status kepailitan bagi perusahaan tersebut.
Dengan penetapan pailit ini, seluruh aset milik PT Sejahtera Bintang Abadi Textile Tbk kini secara hukum berada di bawah kendali kurator. Aset-aset tersebut selanjutnya akan melalui proses lelang, di mana hasil penjualannya akan dipergunakan untuk melunasi berbagai kewajiban utang perusahaan yang belum terbayar. Peristiwa ini tidak hanya mengguncang SRBT, tetapi juga memberikan gambaran suram mengenai dinamika industri tekstil di Indonesia.
Baca juga: Senasib Sritex, Raksasa Tekstil Bandung Ini Dinyatakan Pailit
Pemilik PT Sejahtera Bintang Abadi Textile Tbk
Menelisik lebih jauh struktur kepemilikan PT Sejahtera Bintang Abadi Textile Tbk, berdasarkan data dari laman Profil Perusahaan Tercatat BEI, terdapat dua pemegang saham mayoritas yang signifikan. Pengusaha Tan Heng Lok tercatat sebagai pemegang saham terbesar dengan porsi 34,48 persen. Sementara itu, perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PT Industri Telekomunikasi Indonesia (Persero) atau INTI, menempati posisi kedua sebagai pemegang saham terbesar dengan kepemilikan mencapai 13,99 persen.
Di samping kedua pemegang saham utama tersebut, porsi kepemilikan saham publik atau masyarakat di perusahaan yang bermarkas besar di Cikancung, Kabupaten Bandung, ini cukup substansial, yakni mencapai 51,52 persen. Struktur kepemilikan yang melibatkan BUMN ini menjadi salah satu aspek menarik dari kasus pailit SRBT.
Lebih lanjut, sebuah catatan penting muncul dari laporan Antara yang menyebutkan adanya kerja sama antara pengusaha Tan Heng Lok dan BUMN PT INTI di masa lalu. Kerja sama ini belakangan menjadi sorotan setelah diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Mei 2025. Tan Heng Lok, yang juga menjabat sebagai Komisaris PT Asiatel Globalindo, pernah diperiksa oleh KPK sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pada proyek pengadaan komputer dan laptop di PT INTI (Persero) untuk periode tahun 2017–2018.
Kasus dugaan korupsi di PT INTI (Persero) ini mulai diumumkan secara resmi oleh KPK pada tanggal 29 Oktober 2024. Dalam perkembangan penyelidikan awal, KPK memperkirakan potensi kerugian keuangan negara yang diakibatkan oleh kasus pengadaan komputer ini mencapai angka fantastis, yakni sebesar Rp 120 miliar. Keterkaitan antara pemegang saham utama SRBT dengan penyelidikan KPK ini tentu menambah kompleksitas narasi di balik kepailitan perusahaan tekstil raksasa ini.
Baca juga: Profil Dony Oskaria, Bos Danantara yang Jadi Plt Menteri BUMN