Rupiah Loyo! Data AS Jadi Penentu: Peluang dan Risiko Kamis Ini

Rupiah kembali menunjukkan pelemahan pada perdagangan Rabu (27/8/2025), saat para investor global menahan diri menantikan rilis penting data ekonomi Amerika Serikat (AS) yang dijadwalkan pekan ini. Pergerakan ini mencerminkan kehati-hatian pasar terhadap arah kebijakan moneter AS di masa depan.

Mengutip data dari Bloomberg, nilai tukar rupiah spot terpantau melemah 0,43%, menutup sesi perdagangan di level Rp 16.368 per dolar AS. Senada, data dari Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI) menunjukkan rupiah ditutup pada posisi Rp 16.355 per dolar AS, mengalami depresiasi 0,48% dibandingkan penutupan perdagangan sebelumnya.

Kepala Ekonom Permata Bank, Josua Pardede, mengamati bahwa nilai tukar rupiah pada hari Rabu kemarin menjadi salah satu mata uang yang memimpin pelemahan di antara mata uang Asia lainnya. “Pasar cenderung bersikap wait-and-see menunggu rilis data ekonomi AS pekan ini, terutama estimasi kedua Produk Domestik Bruto (PDB) dan inflasi Personal Consumption Expenditures (PCE) yang menjadi acuan utama The Fed dalam menentukan kebijakan moneternya,” ungkap Josua kepada Kontan, Rabu (27/8/2025).

Melemah Lagi Hari Ini (27/8), Kurs Rupiah Makin Mendekati Rp 16.400 Per Dolar AS. Untuk perdagangan Kamis (28/8/2025), Josua memprediksi bahwa sentimen pasar masih akan didominasi oleh sikap risk-off. Hal ini dipicu oleh ketegangan yang muncul antara Presiden AS Donald Trump dan The Fed, yang dinilai dapat mengganggu independensi bank sentral. Namun, Josua menambahkan, sebagian pelaku pasar menilai kondisi ini justru berpotensi memperbesar peluang pemangkasan suku bunga pada pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) September 2025 mendatang.

Melihat dinamika tersebut, Rupiah Berpotensi Menguat Terbatas pada Perdagangan Kamis (28/8/2025). Josua menaksir bahwa nilai tukar rupiah untuk perdagangan Kamis (28/8/2025) akan bergerak dalam kisaran yang lebih ketat, yakni antara Rp 16.300 hingga Rp 16.425 per dolar AS. Fluktuasi ini akan sangat bergantung pada respons pasar terhadap perkembangan ekonomi AS serta gejolak politik yang mempengaruhi kebijakan moneter global.

You might also like